#Suamiku_Mirip_Oppa_Korea
#Kolab_Mahesa_Salwa
Part 1PoV : Salwa
Kuusap peluh yang menetes di dahi. Membereskan barang-barang karena acara pindah rumah, yang sudah menjadi agenda ketiga, sejak aku menikah dengan pria berbadan tinggi yang fotonya menggantung di sudut kamar sana. Namun, bedanya kali ini Mas Esa--suamiku--mungkin sudah lupa akan janjinya untuk pulang cepat, hingga terpaksa aku harus berbenah seorang diri, tanpa bantuan pria berwajah oriental tersebut.
Berbicara oriental, sebenarnya wajah suamiku itu lebih cocok bila dikatakan mirip bintang asal Negeri Ginseng. Ya, entah wajah siapa yang diwarisi oleh pria yang telah dua tahun hidup denganku itu? Sampai setelah menikah pun, aku harus sering-sering berlapang dada, karena banyaknya kaum Hawa yang menyukai dia dengan alasan wajahnya mirip oppa Korea. Aku cemburu.
"Assalamualaikum." Setelah telepon tersambung ke tempat Mas Esa bekerja, aku langsung mengucap salam pada si Penerima panggilan di tempat itu.
"Waalaikumsalam, Briona Cafe di sini. Ada yang bisa saya bantu?" sahut pemilik suara cempreng di balik sambungan telepon.
"Kak Ratna, ini aku Salwa. Maaf mengganggu, apa Mas Esa ada?"
"Eh, Mbak Salwa. Maaf, kupikir pelanggan kafe. Pak Mahesa ada, tapi sepertinya dia sedang sibuk karena kafe siang ini lumayan ramai."
"Oh, baiklah. Tak usah bilang aku telepon kalau gitu, Kak. Sekali lagi, maaf mengganggu."
"Serius, Mbak, gak mau saya panggilkan Pak Mahesa?"
"Iya, gak usah, Kak. Assalamualaikum." Aku menutup percakapan dengan salah satu karyawan di kafe, lalu perlahan mengempaskan badan ke sofa. Mencoba sejenak menghilangkan letih, karena sepertinya harapan berbenah dibantu sang suami hanyalah angan mengingat kesibukannya di kafe hari ini.
***
Hampir pukul enam sore, terdengar suara Mas Esa mengucap salam dari luar. Ah, aku masih sibuk merapikan kamar. Biar saja dia menunggu sebentar sebelum kubukakan pintu. Tak seberapa dia menunggu, dibanding aku yang berharap sejak siang, agar dia datang dan bantu-bantu di rumah hari ini. Kendati nyatanya tetap aku yang harus mengerjakan semua tugas sendirian.
"Sayang--"
Tepat setelah membukakan pintu untuk pria yang mengenakan helm dan masker di hadapan, sengaja kupasang wajah tak bersahabat untuk menyambut kepulangannya.
"Stop, Mas!" potongku, sebelum dia berbicara pajang lebar.
"Kenapa, Dek?"
"Aku mencium aroma sesuatu," selidikku. Sadar kalau pria berbadan tinggi di hadapan tengah menenteng bungkusan berisi sate--makanan favoritku.
Mas Esa tergelak. Tanpa melepas helm dan masker yang mungkin sejak turun dari motor sudah dia kenakan, pria itu mengangkat tubuh ini mesra dan membawaku untuk duduk di kursi dapur. Lalu, dengan manis pria itu memintaku untuk menikmati makanan yang telah dia bawa ke rumah sore ini.
"Sayang, maafin Mas, ya. Tadi kafe benar-benar rame dan gak bisa ditinggal," terang pria di hadapan dengan manik yang tampak merasa bersalah.
"Iya, gak papa, Mas. Lagian, Adek tadi udah nelpon Kak Ratna. Abisnya nelpon, Mas gak diangkat mulu," terangku sebenarnya masih sedikit merasa kesal.
Mas Esa membuka helm yang sedari tadi dikenakan, lalu merogoh sakunya untuk melihat ponsel dan mengecek panggilan dariku. Tampak wajah pria bermata sipit itu semakin menyiratkan rasa bersalah, hingga dia pun tak henti menghujaniku dengan perhatian setelah kepulangannya dari kafe.
Azan Magrib terdengar setelah kami selesai makan. Tak lama setelah Mas Esa membersihkan diri, kami pun melaksanakan salat berjamaah di rumah seperti biasa. Sebenarnya, pernikahan kami ini cukup berjalan bahagia tanpa masalah berarti. Hanya saja rasa cemburuku yang teramat besar kala Mas Esa dipuja-puja wanita lain karena wajahnya itu, kadang membuat hati sakit dan ingin menjauh, hingga kami terpaksa harus berpindah-pindah rumah.
"Dek, udah. Kamu duduk saja, biar Mas yang beresin sisanya," imbuh suamiku, saat kami masih harus berbenah ketika malam tiba.
"Tapi, Mas--"
"Gak papa, hitung-hitung gantiin tadi siang yang gak bisa pulang cepet buat bantuin kamu," kilahnya, memaksaku untuk duduk dan hanya memperhatikan.
Aku menurut saja, lagi pula aku memang sudah cukup lelah berbenah seorang diri seharian ini. Namun, tunggu dulu! Ada yang aneh dari tatapan suamiku itu setelah baru beberapa saat saja dia merapikan barang-barang di rumah. Mas Esa mendekat, tanpa sekejap pun pria itu melepaskan tatapannya ke wajahku. Perlahan, dia membawa tubuh ini memasuki kamar tanpa basa-basi terlebih dahulu.
"Mas!" pekikku merasa belum siap.
Akan tetapi, percuma saja, suamiku itu sudah terlanjur membawaku dan menutup pintu kamar rapat.
Wajah Mas Esa semakin mendekat, setelah akhirnya kami berada dalam satu tempat tidur dan duduk saling berhadapan. Kutahan sejenak tubuh pria itu, merasakan sedikit ketidaknyamanan yang tiba-tiba terasa dalam diri seraya berbisik, "Mas ..."
"Ya?"
"Aku ke kamar kecil dulu."
"Kenapa?"
"Sepertinya ... tamuku datang tiba-tiba malam ini," gumamku. Tahu betul pasti dia akan kecewa setelah mendengar kata-kata itu.
Bersambung ....
Mahesa
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Mirip Oppa Korea
General FictionKetika Perbedaan Lebih Diharapkan Daripada Kemiripan