#Suamiku_Mirip_Oppa_Korea
#Kolab_Mahesa_Salwa
Part 2PoV : Salwa
Mas Esa hanya bisa pasrah mendengar pernyataanku. Dengan perasaan tak tega aku meninggalkan pria itu duduk sendirian di ranjang dan berlalu ke kamar kecil. Namun, mau bagaimana lagi? Sebagai seorang pria yang sudah dua tahun hidup bersama, harusnya dia hafal kapan harus dekat-dekat dengan istrinya ini.
Setelah aku selesai dan keluar dari kamar kecil, tampak Mas Esa sudah tak berada di dalam ruangan bercat putih, tempat kami sebelumnya bersama. Mungkin dia marah, tetapi sepertinya saat ini bukanlah waktu yang tepat, untukku menghampiri pria berbadan tinggi tersebut. Karena hanya akan menimbulkan gairahnya datang kembali.
Di sisi lain, perutku juga mulai terasa tidak enak. Aku memilih duduk di tepi ranjang, sembari menahan nyeri yang menghunjam sebab tamu bulanan datang.
"Kenapa, Dek? Biasanya juga lihat, kan?" celetuk Mas Esa saat tiba-tiba memasuki kamar. Ketika mendapati reaksiku yang salah tingkah, karena melihatnya hanya menggunakan sehelai handuk.
"Ish, apa sih, Mas? Buruan pake baju, ih," sahutku. Mencoba menampik pikiran yang tidak-tidak di kepala.
"Dek, kamu jangan godain Mas, dong." Mas Esa malah mendekat, lalu menyentuh bibirku perlahan dengan jemarinya.
"Mas!" pekikku spontan. Lalu, memilih merebahkan badan sembari menutupi tubuh dengan selimut.
Mas Esa terkekeh puas.
Aku hanya bisa menahan degup tak menentu di balik selimut, berharap pria itu bisa melupakan keinginannya untuk tak menyentuh tubuhku untuk malam ini.
Selang beberapa menit setelah diri ini menghindari kejahilan Mas Esa, bisa kurasakan pria itu mulai menaiki ranjang dan mendekat lagi. Bergegas aku membuka mata, menjaga-jaga agar dia tak mendekat sementara. Sampai akhirnya, terbesit ide menyuruhnya pergi keluar malam ini untuk membeli sesuatu.
"Mas ...." Aku yang merasa ragu melanjutkan obrolan, memilih menggantung kata-kata sejenak. Tak tega jika harus melihat reaksi Mas Esa, setelah aku benar-benar mengucapkan hal yang ada di benak padanya malam ini.
"Kenapa?" balasnya dengan lembut.
"Sakit--"
"Sini, Mas elus-elus biar sakitnya hilang!" potongnya tampak bersemangat.
"Enggak mau." Bergegas aku menutupi perut dengan kedua tangan.
"Lah, terus?"
"Belikan K*ranti, sekalian pembalut Adek abis," ucapku. Memang benar-benar tengah membutuhkan hal yang diminta tersebut.
"Tapi, Dek--"
"Mas, tega adek kesakitan?" potongku mengiba.
Tampak wajah Mas Esa berubah gusar. Aku tahu, pria itu tak akan tega melihat istrinya kesakitan karena datang bulan seperti malam ini. Perlahan, Mas Esa pun bangkit dari ranjang dan meninggalkan kamar. Menggunakan masker dan helm sebelum keluar, setelah mengajakku yang tentu tak mau turut bersamanya karena masih harus merasakan sakit di perut.
Mas Esa pasrah. Kini, pria berbadan tinggi itu sudah berlalu melewati pagar, ditemani sepeda motor besarnya demi memenuhi mau istrinya ini. Ah, aku sebenarnya kasihan, tapi mau bagaimana lagi?
Aku kembali memasuki kamar dan merebahkan badan. Terlalu letih menahan sakit, hingga lelap membuai mata dan tepikan kesadaran. Namun, ada hangat yang tiba-tiba menjalar seiring mata yang terpejam. Ya, Mas Esa kembali pulang, lengannya melingkar memelukku yang terjaga dalam sepi. Kutatap Mas Esa diam-diam, memperhatikan setiap lekuk di wajahnya dalam temaram.
Tuhan ... pria di hadapanku ini, pria yang telah dua tahun membersamaiku dalam suka-duka sejak ikrar diucapkan. Akankah dia tetap di sisi hingga akhir kehidupan? Hujani hidup pria di hadapan dengan berkah dan bahagia, atas balasan dari cinta yang selama ini kuterima. Ya, aku begitu mencintainya. Sepenuh hati dan selama-lamanya.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Mirip Oppa Korea
General FictionKetika Perbedaan Lebih Diharapkan Daripada Kemiripan