Seorang gadis tengah berdiri menghadap sebuah bangunan bergaya klasik dengan kubah runcing yang menjulang di atapnya. Pintu masuk yang terbuat dari kayu jati pilihan nampak kokoh dengan ukiran berbentuk aneh di setiap sudutnya. Di kedua sisi pintu terdapat jendela-jendela tinggi berwarna kelabu yang sebagian sudah rusak. Persis di atas pintu masuk, ada sebuah jendela bulat yang mengintip dari balik kabut tebal. Jendela bulat itu tampak terbanting-banting ke kisi-kisinya karena tertiup angin, menimbulkan suara gemertakan yang cukup mengganggu. Sekilas bangunan itu tampak seperti kastil tua tak berpenghuni. Oh, mungkin saja ada "penghuninya".
Gadis itu mengernyit dan bertanya dalam hati 'Haruskah aku tinggal di tempat seperti ini?'. Ia tampak ragu membuka pagar besi berkarat yang menjulang tinggi di hadapannya. Jari lentiknya menyentuh gembok usang yang bertengger manis di bagian tengah pagar. Ada ukiran di salah satu sisi gembok itu.
"Hexagram?" Gadis itu bergumam sambil tetap memperhatikan gembok itu. Di tengah hexagram itu terdapat guratan garis horizontal dan vertikal dengan salah satu garis yang dibuat lebih panjang. Kedua garis itu seperti membentuk sebuah salib, namun anehnya seperti sengaja dibuat dengan posisi terbalik.
Lolongan panjang anjing hutan terdengar lirih dari kejauhan. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dan berbalik membelakangi pagar. Sejauh matanya memandang yang terlihat hanyalah bayangan pohon. Ia baru menyadari bahwa bangunan itu dikelilingi pohon-pohon tinggi, tidak ada cahaya kecuali sinar remang rembulan yang berhasil masuk melalui celah-celah ranting dan dahan pohon. Tidak heran jika lingkungan ini disebut Hutan Hitam.
Bunyi gemerisik dedaunan yang saling bergesakan kasar terdengar dari arah samping. Gadis itu menoleh ke asal suara dan berusaha menajamkan matanya. Ia terlonjak kaget ketika matanya menangkap siluet hitam merayap ke arah kanan. Ia lantas berbalik dan buru-buru merogoh saku mantelnya, mencari kunci gembok yang diberikan pamannya tadi siang.
"Henry, kau memang bajingan menyuruhku tinggal di tempat seperti ini!"
Dengan tangan gemetar, ia mencoba memasukkan ujung kunci ke dalam lubang gembok. Namun sial, tangannya seperti mati rasa. Kunci itu tak juga menyatu dengan gemboknya.
"Oh, c'mon!"
Gadis itu semakin panik dan terus mengumpat yang entah ditujukan pada gembok yang sedang ia genggam, pamannya yang menyuruhnya tinggal di tempat itu, atau malah dirinya sendiri yang terlalu bodoh dan penakut.
Di sudut lain yang gelap dan basah, tanpa gadis itu sadari, sesosok makhluk tengah menatapnya nyalang. Seringai menyeramkan terpatri di wajah pucatnya.
-TBC-