Tetesan demi tetesan air mata terus mengalir
Isakan tangis bak anak kecil kehilangan ibundanya
Langkahmu melamban menjauh, sambil sesekali menahan cegukan suara tangis
Derapan langkah kakimu terdengar jelas di gendang telingaku
Kadang terdengar suara seretan alas kaki, kadang terdengar hentakan keras ke tanah
Dan kadang tak terdengar sama sekali,
Hanya hembusan angin yang silih berganti
Kulihat darah segar mengalir pada kaki muliamu
Menyisakan bercak darah yang menyengat setiap hidung
Menyatu bergumpal dengan tanah, dikerumunan semut yang lahap menjilatinya
Sayang, hidup tak melulu soal kesenangan dan kebahagiaan
Kadang menyisakan luka yang mendalam disetiap pertemuan
Namun aku yakin, semua kan indah pada waktu yang ditakdirkan tuhan
Majulah terus sayang, apakah kau tak lihat setitik cahaya didepan matamu?
Apa kau tak mencium aroma segar dibalik hidung manismu?
Lihatlah sayang, cahaya itu terlalu terang, Menyinari setiap sudut waktu yang tak pernah hilang
Memberi petunjuk kepada sang musafir akan arah dan tujuan
memberi kehangatan pada tubuh yang kian lama menggigil kedinginan
sayang, jaga diri kamu selama di perjalanan
jangan biarkan fikiran-fikiran kotor melumurimu dengan lumpur basah
membuatmu kaku kering dalam balutannya
sayang, perhatikan langkahmu di tiap sudut jalannya
jangan lepaskan genggaman tanganmu, raih dan pegang erat-erat tali kekangmu itu
akan ku tunggu kamu disana, ya ....
di setitik cahaya terang itu