1

41 4 0
                                    

Haechan melenggang santai menuju area parkir dibelakang gedung sekolah. Tidak lebih dari enam sepeda motor yang masih nangkring manis menunggu pemiliknya. Ia mengeluarkan kunci sepeda motor matic dari saku depan ransel, memakai helm, lalu menyalakan mesin.

Ketika sudah mendekati pintu gerbang halaman belakang, Haechan mendengar mesin sepeda motor lain dibelakangnya, menyalipnya, dan tiba-tiba mengadang.

"Stop!!"

Haechan terkejut. Reflex ia mengerem kuat-kuat, bunyi decit ban memecah keheningan halaman belakang SMA Dream. Mendapati sosok berkacamata hitam tanpa helm dengan potongan rambut model comma hair diatas sepeda motor 250 cc itu, sudut mata Haechan berkedut dan wajahnya berubah masam.

"Minggir!" seru Haechan.

"Lama amat di lab. Ngapain aja sih?" Mark mematikan mesin sepeda motornya lalu menghampiri Haechan. "Gue sampe lumutan nih nungguin lo!"

"Siapa juga yang nyuruh lo buat nungguin gue?" Haechan membelokkan sepeda motornya untuk mengambil jalan lain, tetapi Mark lebih dulu mencekal lengan kirinya. "Heh! Ngapain lo pegang-pegang gue?!"

Mark melepaskan cekalannya. "Gue mau bicara sama lo."

"Sori, gue gaada waktu. Gue mau pulang sekarang."

Dengan gesit, Mark memutar anak kunci untuk mematikan mesin sepeda motor milik Haechan.

"Apaan sih lo, Mark! Gue mau pulang! Minggir deh lo!"

"Denger ya. Kita harus pacaran!"

"Apa?!" mendengar itu membuat sepeda motor matic Haechan nyaris oleng. Ia sampai harus menurunkan kaki satunya untuk menahannya.

"Mulai detik ini, lo pacar gue. Dan selama itu, lo gak boleh jalan sama cowok lain!"

Dalam kekagetan, Haechan menatap lawan bicaranya itu dengan mata yang membelalak. Tatapannya berusaha menembus kacamata hitam yang bertengger di hidung mancung Mark, agar langsung tertuju ke mata pria tampan tersebut. Tetapi, ia hanya mendapati bayangannya sendiri. Setelah menemukan akal sehatnya kembali, Haechan tersenyum miring.

"Heh! Lo kesurupan ya, Mark? Tiba-tiba aja lo ngomong aneh kek gini?!"

Mata Mark menyipit mendengar komentar lelaki manis yang ada didepannya ini. "Gue sadar seratus persen. Jadi, denger..."

Setelah mengambil kunci sepeda motor dari tangan Mark yang lengah, Haechan memasukkannya pada ignition, bermaksud untuk pergi meninggalkan pria yang telah menjadi musuh bebuyutannya selama yang dapat ia ingat.

"Sori, gue gak mau!" Haechan menjawabnya dengan angkuh.

Wajah Mark memerah, menahan amarah sekaligus malu. Gengsinya benar-benar dipertaruhkan disini. "Heh! Jangan ge-er dulu. Gue sebenernya juga gak mau kali pacaran sama lo. Tapi kali ini, mau gak mau, kita harus!"

Haechan menyalakan mesin sepeda motornya dan mengegas pelan seraya berkata dengan senyum mengejek, "MIMPI SANA LO!!"

"Daddy gue sama Mama lo bentar lagi nikah."

"APAA?!!!!"

Refleks, Haechan mengerem kuat-kuat, membuat sepeda motornya nyaris oleng. Untungnya dengan sigap, Mark menahannya. Dia melihat wajah manis Haechan memucat.

"Itu, maksud gue, kenapa kita harus pacaran."

Mark mematikan mesin lalu menatap Haechan, kali ini ganti ia yang melemparkan senyum mengejek.

"Bohong! Lo pasti bohong kan?!" sembur Haechan beberapa detik kemudian. Ia menepiskan tangan Mark dari setang motornya.

"Oh, ternyata mama lo belum ngasih tau, ya," Mark berkata dengan suara mendayu-dayu.

Perfect ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang