2

30 1 0
                                    

Haechan bergerak-gerak gelisah.

Kursi kayu dengan bantalan empuk bermotif bunga itu terasa sangat keras di pantatnya. Ia mengutuk adiknya yang lebih beruntung karena ada kegiatan sekolah di luar kota, sehingga ia tidak harus duduk di kursi panas ini untuk reuni dua keluarga.

Sejak Om Jaehyun dan Mark Jung memasuki pintu, Haechan merasa tidak nyaman. Perasaannya campur aduk ketika mendapati sikap mamanya yang berbeda—terlalu banyak senyum dan sangat ramah. Dan kini, untuk yang kedua kalinya semburat merah itu menghiasi pipi mamanya yang masih tampak mulus dan kencang. Belum lagi menu makan malam yang sudah seperti jamuan pernikahan. Juga peralatan makan kesayangan mamanya, yang biasanya hanya dikeluarkan setahun dua kali, yaitu saat perayaan Paskah dan Natal, sukses menambah keresahannya.

Yang jelas sikap Om Jaehyun malam ini juga berbeda saat dekat dengan Mamanya.

Jangan-jangan apa yang dikatakan Mark sialan Jung tadi itu benar?!

Meskipun menunduk, pura-pura berkonsentrasi dengan menu ayam goreng mentega dan capcay, Haechan bisa melihat mata Mark yang mengamatinya. Beberapa kali ia menegakkan kepala, mendapati pria dengan kaos polos berwarna hitam itu tersenyum penuh kemenangan, seakan-akan mengatakan,

'Bener kan apa yang gue bilang?!'

"Mark, ayo nambah lagi makannya."

Bibir Haechan mengerucut mendengar nada sayang dalam suara Mamanya.

"Thanks, Tante Ten. Saya sudah kenyang kok, hehe"

"Masa kamu makannya dikit doang. Ayo nambah lagi."

"Beneran, Tan. Saya udah kenyang kok. Liat tuh Haechan cuma geser-geser makanan di piring."

Haechan mendongakkan kepalanya menatap wajah Mark dengan wajah geram.

'Ohh..jadi si Mark sialan Jung ini ingin cari gara-gara?!'

Andai Mamanya mengizinkan, juga Om Jaehyun tidak sedang duduk dimeja makan ini, Haechan akan melemparkan piringnya tepat dimuka Mark. Tetapi, yang bisa ia lakukan hanyalah melemparkan tatapan membunuh pada pria sialan itu—menurut Haechan.

"Mark. Kalau bicara jangan sembarangan! Yang sopan!" tegur Om Jaehyun.

Sudut bibir Haechan terangkat. Bagus, Om Jaehyun membelanya. Mark melirik Daddynya, lalu menjawab acuh tak acuh. "Mark bicara apa adanya kok!"

Ketika Om Jaehyun hendak mengatakan sesuatu, mama Haechan lebih dulu menyela sambil tertawa kecil, "Nggak apa-apa kali, Jae. Mereka berdua kan emang udah biasa kek gitu, haha." Setelah itu, Mama Haechan menoleh kearah putranya itu dan mengedip. "Tadi sore, Haechan sudah makan pudding banyak, jadi sekarang kekenyangan keknya. Ya sudah, piringnya dibawa ke dapur saja kalau makanannya nggak habis."

Sebelah alis Haechan terangkat.

Nah, satu lagi yang membuatnya resah. Selama ini mamanya itu paling anti jika makanan anak-anaknya tidak habis. Apalagi jika makanan itu di ambil sendiri. Haechan menatap makanan di piringnya yang masih tiga perempat penuh. Paling tidak malam ini, Mamanya yang mengambilkan makan itu.

"Jae, kamu masih bisa makan pudding, kan?" Ten menatap Jaehyun.

"Masih dong."

Mama Haechan menoleh ke arah putranya itu. "Chan, tawarin Mark pudding buatan kamu, dong."

"Tadi Mark bilang udah kenyang, Maaaa," jawab Haechan cepat.

"Oh, Tante Ten, kalau pudding buatan Haechan, saya pasti mau kok, Tan. Pengen tau rasanya enak atau gak."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Perfect ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang