Your Stares

436 54 18
                                    

Tiffany kecil masih berlari mengelilingi danau ini yang entah kenapa tampak sangat sepi. Ini tidak seperti hari-hari biasanya. Dia akan menemukan beberapa pasangan atau keluarga kecil akan berada di tepi danau dan menikmati sore. Tetapi tidak hari ini. Namun, dalam hati kecilnya dia merasa sedikit bersyukur, karna jika ramai, kadang dia tidak bisa bermain dengan angsa-angasa itu karena harus bersaing dengan anak-anak lain untuk bermain. Ini sudah belasan tahun lamanya dia tinggal di perumahan yang dulu, hanya ada segelintir orang yang menempati setiap bangunan. Namun, saat ia beranjak remaja, mulai banyak yang mulai tertarik pada daerah ini karena fasilitasnya yang lengkap juga lingkungan yang sangat indah. Bagaimana tidak, perumahan ini di lengkapi dengan danau, taman bunga favoritnya. Juga bangunan-bangunan seperti cafe dan lainnya. Membuatnya hampir setiap hari selalu mengunjungi tempat terbuka untuk sekedar bermain sepulang sekolah.

Dia adalah gadis kecil yang begitu ceria di setiap harinya. Tidak pernah mengeluh, bahkan jika kondisi dan situasi keluarganya tak selalu berjalan seperti dongeng-dongeng yang di bacanya setiap malam. Tetapi, ia tau, bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali bunga-bunga yang selalu bermekaran di taman favoritnya. Dia begitu tergila-gila akan itu. Bahkan, orang tuanya tau dimana mereka harus mencari gadis kecilnya sepulang sekolah. Karena, hampir setiap hari gadis itu akan berada di salah satu bangku taman, atau di atas perahu di danau. Atau di tengah-tengah hamparan bunga yang luas disana. Dia selalu menyukai bagaimana bunga-bunga itu akan bermekaran, merekah indah seiring musim terus berganti. Tak jarang dia akan melukai jemarinya karena menyentuh bunga-bunga itu yang berduri. Tetapi, Tiffany tetaplah Tiffany. Dia tidak akan merasa jera, karna kecintaannya pada bunga sudah terlalu dalam, dalam sekali.

Dia tidak terlalu mempunyai banyak teman. Itu sebabnya dia sangat suka menyendiri dan menghabiskan waktunya untuk menggambar bunga-bunga yang menarik perhatiannya. Dia sangat menyukai bagaimana indah warna-warni yang selalu terbentang di hadapannya. Dia hanya tidak bisa menghentikan dirinya untuk jatuh cinta pada pemandangan yang selalu saja masuk melalui kepalanya, lalu turun kehatinya. Jika dia bisa memilih, Ia hanya ingin waktu berhenti di setiap kali dia berada di bawah langit jingga, di tengah ribuan bunga yang tengah berdiri teduh menatapnya seorang.

Langkahnya sempat terhenti ketika satu kakinya tersandung batu besar, "Aw!"Dia meringis kesakitan sembari mencoba meraba pergelangan kakinya yang terasa perih.

"Kau baik-baik saja?"Tiffany mendongak setelah melihat satu tangan yang kini di ulurkan kepadanya. Pandangannya agak kabur karena sinar matahari sore yang ikut menghiasi wajah itu. Detik selanjutnya dia bisa melihat papan muka itu dengan sangat jelas ketika dia menutupi sinarnya.

Di dapatinya wajah khawatir seorang gadis seumurannya yang kini terlihat sangat-sangat menawan baginya. Kedua bola matanya coklat madu, rambutnya panjang coklat dan berponi. Membuatnya menjadi sangat lucu namun anggun di saat yang bersamaan.

Dia merasa sedikit ceroboh karena terjatuh dari sepedanya.

"Kau terluka,"Sosok itu kini berjongkok di hadapannya. Suaranya sangat lembut, menenangkan. Membuatnya sedikit lupa akan rasa sakit yang kini di rasakannya.

Dia merasa begitu bodoh karena dia bahkan sekarang lupa bagaimana cara untuk berkedip.

Gadis itu agak terheran karena mendapati sosok Tiffany yang justru kini hanya terdiam kaku. "Hey,"Katanya sembari melambaikan tangan di depan wajahnya.

"Oh..."Tukas Tiffany lalu tersadar dari lamunannya. Dia kembali menemui dua bola mata itu.

"Kau bisa berdiri?"Tanya sosok itu lagi kini berhasil mendaratkan satu tangannya di lengan kiri Tiffany. Membuat gadis kecil itu sedikit tersentak. Ini aneh, ketika teman-teman yang lainnya menyentuhnya, ia tidak pernah merasakan sengatan listrik itu di tubuhnya.

Little ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang