1

56.8K 4K 516
                                    

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

1

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

1

The Power Of Jeng Asih dan Anak Cucunya.

---

"Eh, iya jeng, denger-denger Adira naik jabatan lagi ya?"

"Eh Iya." 

Jeng Rosalina menanggapinya dengan senyum ringan yang kemudian menyesap teh di cangkirnya. Tingkahnya yang kalem seolah tidak ingin membesarkan hal itu, tapi sebenarnya, dalam hatinya sekarang sedang berpesta besar.

Terus jeng, terus... keluarkan semua pujiannya, batin Jeng Rosalina girang.

Sudah jadi rahasia umum kalau eksistensi sebenarnya dari arisan itu adalah ajang pamer dan hasil kocokan adalah urusan selanjutnya, tidak terlalu penting selama si pemegang uangnya tidak kabur. 

Tidak terlalu penting menang enggaknya kocokan, yang penting pulang dengan kuping kenyang pujian.

"Iya Jeng, anak saya juga kerja di sana. Katanya, Adira itu hebat sekali, project yang diambilnya selalu sukses. Orang-orang di kantor juga pada kagum. Kalau sedang membicarakan anak Jeng Rosa, anak saya itu selalu muji-muji mulu."

Senyum ringan masih menghiasi jeng Rosalina. Kemudian jeng-jeng yang lain mulai sahut menyahuti menyeruakan kekagumannya.

"Hebat ya."

"Iya."

"Masih muda sudah sukses."

"Ngomong-ngomong, sekarang Adira umurnya berapa jeng?"

Cangkir yang dipegang Jeng Rosalina mulai goyah. Ia mulai melihat awan hitam yang akan merusak musim seminya. Dengan enggan, jeng Rosalinya menjawab, "Sekarang mau nginjak dua puluh tujuh."

"Uwah... Hebat ya. Udah ada calon belum?"

"Eh iya, kok aku jarang lihat Adira jalan sama pria."

"Eh awas loh jeng, sekarang itu lagi marak ELGEBETE."

"N-Nggak kok anak saya normal." 

Padahal sebelumnya Jeng Rosalina serasa sedang berlayar di atas perahu dengan angin sepoi-sepoi dan pemandangan yang indah, tapi entah kenapa tahu-tahu sekarang ia kesusahan agar tidak tenggelam.

"Iya ih ibu-ibu ini apa-apaan sih." 

Ibu yang muji-muji di awal menyahut. Terlihat seperti pelangi yang mengusir hujan di mata Jeng Rosalina. 

"Mana mungkin Adira kaya gitu. Kalau kata anak saya, pria-pria di kantornya pada insekyur."

DUAR! Jeng Rosalina melihat petir menyambar-nyambar di atasnya. Petanda buruk nih.

"Jadi takut gitu ya jeng?" sahut ibu yang lain.

"Iya, merasa nggak sepadan gitu," jawab ibu itu.

"Serem juga ya? Anak jeng Asih di umur segitu sudah ngasih cucu."

"Eh Iya, udah lihat cucunya? Lucu banget."

Seketika, Jeng Rosalina sudah terlempar dari lingkaran. Semua prestasi yang diraih oleh anaknya kalah sama anak Jeng Asih yang cuma ngasih cucu? Entahlah, Jeng Rosalina rasanya ingin pulang saja.

Arisannya sudah tidak asik lagi.

Sampai detik terakhir, pernikahan, anak, dan cucu mendominasi percakapan. Semua ini gara-gara Jeng Asih dan Anak cucunya.

Awas loh jeng....

Kamu juga Adira.

Awas Kalian.

---

TBC

TBC

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

.

Follow akun di bawah untuk mendapatkan informasi lebih lanjut :

Instagram : enzvi_

Wattpad : enzvi_

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Set-OffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang