secangkir kopi dan sekotak peluru

19 0 1
                                    


Sang surya mulai terbit di ujung cakrawala semburat jingga membahana di langit timur menandakan hati yg akan ku lalui insyaallah akan cerah. Aku terjaga dari tidur ku yg bisa di bilang amat sangat singkat. Usai berjaga di perbatasan yg senantiasa sepi dari kecamuk perang kadang aku heran mengapa perbatasan yg sangat sepi ini harus betul2 di jaga apakah karna lokasi yg amat mudah di jangkau. Tidak pula bahkan perbatasan ini adalah sebuah lereng terjal berbatu yg amat sulit di jangkau. Dekat dengan tempat camp musuh , tidak juga bahkan musuh membuat camp sangat jauh dari perbatasan ini. Namun ada satu hal yg mungkin ku pahami di perbatasan ini merupakan jalur alternatif menuju negara tetangga dan dari jalur perbatasan ini pula sering kali rakyat sipil berbondong2 datang melewati perbatasan ini guna mencari tempat pengungsian yg lebih aman dari daerah yg kami jaga. Setelah berbulan hasil jerih payah kami berjuang siang malam membanting tulang menahan perih nya kecamuk pertempuran tak sedikit dari kami yg allah panggil menghadap kepadanya dengan waktu beberapa bulan tersebut. Ku rasa mungkin sekarang mereka sedang bercengkrama di balik bilik2 tenda dalam tembolok burung hijau di jannah sana mengobrol bernostalgia bersama yg lain nya. Mata ku merah menahan kantuk yg amat berat ku rasakan sesekali mataku terpejam dan ter angguk keatas kebawah seperti pemandangan masjid pesantren di subuh buta.
"Woi .......!rama bangun ente angguk2 gak jelas kek anak pondok yg habis begadang karna besok perpulangan aja!" Rengge mengejutkan ku sembari melayangkan pukulan yg amat kuat ke punggung ku. Aku kaget bukan main bahkan hampir terjungkang. Karna kaget nya.
"Ishhh.... ngacau aja kau itu pergi sana kau makan! Kasian allah lihat kau itu udah lah ceking jahil naudzubillah"
Kata ku kesal pada nya. Ia hanya tertawa sambil membetulkan kacamata nya kemudian duduk di samping ku dengan wajah jahil nya yg teramat sangat menjengkelkan. Untung nya ia membawa buah tangan dari dapur camp kami walau hanya dua cangkir kopi hitam yg amat pahit karna pasokan gula di camp ini mulai menipis jadi akhir ketua devisi memerintahkan pada semua pasukan agar mengurangi konsumsi gula. Yah inilah hasil nya kopi yg pahit buat sakit perut. Tak apalah tinggal bab aja ya kan.
"Nih minum biar melekan mata ente itu"
Rengge mengulurkan secangkir kopi pada ku. Slurp...... teguk demi teguk ku minum mata yg awal nya tak ber kompromi ini perlahan mulai hidup kembali entah karna cafein nya atau pahit nya kopi ini. Aku merasakan ada yg ganjal di saku rompi ku. Sejurus kemudian ku ambil dan ku letakan di meja kayu di hadapan ku. Itu hanya sekotak peluru senapan rifle dengan kaliber sekitaran 5,6 mm untuk senapan serbu m16 yg ku pakai buat berjaga.
"Masih di simpan aja tu benda atau lu ghulul ya dari ghonimah kemarin"
Tanya nya padaku.
"Ishh enak aja nih ketinggalan gara tadi malem ane jaga di perbatasan utara no" suudzon aja kau itu"
Jawab ku kesal pada nya
Hahahahaha tawa nya padaku.
"Iya tau aku gak mungkin org kayak ente mau ghulul ama yv beginian, apa lagi ente kan terkenal paling polos se camp ini"
"Diam lah kau itu"
Jawab ku dengan ketus.
" tapi tau gak antara kopi dan peluru rifle memiliki kesamaan"
"Apa persamaan nya boss q" rengge heran dengan perkataan ku.
"Kopi itu memang pahit sebagaimana kita berjuang dengan peluru ini namun jika kita rasa lebih dalam lagi kita resapi ada sebuah kenikmatan yg terletak dalam pahit nya kopi tersebut,begitupula perjuangan kita akan terasa sulit bahkan menyakitkan namun jika perhatikan dan resapi mengapa kita sampai sekarang masih bertahan.di situlah kita tau bahwa perjuangan ini begitu nikmat bagi mereka yg ikhlas menjalankan nya hingga berakhir dengan gemilang nya kemenangan atau bahagia di akhir usia dengan benda ini bersarang di tubuh kita"
Aku berkata sambil mengambil sebuah peluru.
"Iya benar itu sangat benar"raut wajah khas rengge berubah serius mungkin meresap i apa yg ku katakan tadi itulah perjuangan kawan itulah perjuangan. Angin utara berhembus menerbangkan dedaunan zaitun pagi itu kami dapati lagi arti dari makna kehidupan ini.

Bersambung insyaallah di lain kesempatan

Nb:cerita ini hanyalah karangan jika ada kesamaan nama atau alur cerita bukan tanggung jawab penulis.dan saya meminta maaf atas segala khilaf dan kesalahan atas penulisan cerita ini dan mohon agar sekiranya memberi kan saran dan masukan untuk saya kedepan nya.

sepenggal kisah dari garis depanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang