Kedua mata yang sempat terpejam, kini terbuka perlahan. Rasa nyeri dan perih bercampur aduk. Iris biru mengedipkan kedua matanya secara perlahan, mencoba menetralkan kedua matanya dari sinar matahari. Kepala menoleh ke kanan dan kiri, ia bisa menemukan jasad junior-junior dan rekan seperjuangannya yang tergeletak di atas tanah, ia juga bisa melihat rekan seperjuangannya yang sudah pergi dengan damai. Lihat saja, di parasnya dihiasi senyum bahagia seolah mengetahui bahwa mereka menang. Ada juga yang masih hidup dan sedang diobati oleh para kakushi.
Hingga ia sadar akan sesuatu yang belum ia lihat semenjak membuka mata.
Tanjirou!
Ekspresi yang tadinya berwajah teflon, kini memperlihatkan kecemasan luar biasa. Tubuhnya yang sakit dan terasa remuk dipaksakan bergerak. Dia harus mencari Tanjirou. Setidaknya, ia ingin melihat bahwa mataharinya, orang terkasihnya baik-baik saja. Tuhan, ku mohon. Katakan padaku bahwa dia baik-baik saja.
"Tomioka-san!" salah satu kakushi di sebelah kiri menahan pergerakan Giyuu untuk tidak bangkit. Lukanya sudah sangat parah, belum lagi Giyuu sempat kehilangan banyak darah lantaran salah satu tangannya terputus kala berkelahi dengan Akaza bersama Tanjirou. "Tolong, jangan bergerak dulu!"
Giyuu tidak mendengarkan. Dia bersikeras untuk membuat tubuhnya bangkit dan menemui Tanjirou. Terlihat jelas wajahnya penuh ke khawatiran.
"Di mana Tanjirou?!" teriaknya. Suaranya begitu bergetar, menahan sakit tubuh yang bercampur dengan rasa khawatir dalam dirinya. Ia merasakan sesuatu yang sakit di dadanya. Firasatnya mulai buruk soal Tanjirou. "Apa dia selamat?"
Salah satu kakushi yang berada di kanan mencoba menghalangi pandangan Giyuu dengan tujuan mengalihkan perhatian Giyuu dari Tanjirou yang tidak sadarkan diri. Bahkan, Giyuu bisa melihat tangisan dari para kakushi, entah itu tangis kesedihan atau senang. Giyuu belum bisa membedakannya. Hingga ketika pandangannya melihat celah untuk melihat bagian belakang kakushi yang menghalangi pandangannya. Giyuu melihatnya. Ia melihat matahari-nya, orang terkasihnya di sana.
Kedua iris biru itu membulat sempurna. Firasat buruk dan rasa sakit dibagian dada yang sempat ia rasakan terjawab. Di tempatnya berada, Giyuu bisa melihat Tanjirou duduk bersimpuh dengan kepala menunduk. Salah satu tangannya terputus lebih parah darinya. Tak hanya itu, dua kakushi yang ada di samping Tanjirou seperti berupaya untuk menyadarkan anak sulung Kamado itu.
Giyuu masih terdiam. Masih terkejut dengan apa yang dilihatnya.
"Dia..." salah satu kakushi di samping kiri Giyuu menjeda sejenak kalimatnya dengan suara bergetar. Dia menangis. "Dia tidak benafas, kita bahkan tidak bisa merasakan nadinya. Tanjirou..."
Ia tak sanggup melanjutkan kata-katanya dan berakhir menangis. Kakushi yang di samping kanan Giyuu membantunya berjalan mendekati tubuh Tanjirou.
Setelah ini apa yang akan dia lakukan?
Karena ia tahu, tidak akan ada lagi senyuman bodoh dan riang Tanjirou.
Karena ia tahu, tidak akan ada lagi nada ramah dan lembut ketika sedang berbicara.
Karena ia tahu, tidak akan ada lagi suara lembut dan riang yang akan memanggil namanya.
Karena ia tahu, tidak akan ada lagi pelukan hangat dari Tanjirou setelah ini setiap pulang dari misi.
Hingga tak terasa, Giyuu meneteskan air matanya cukup deras. Suaranya tertahan di tenggorokann. Hal itu membuatnya sakit. Sangat sakit. Secara perlahan, tubuhnya bergerak mendekati tubuh Tanjirou yang sudah tidak bergerak itu. Giyuu mendudukkan diri di hadapan Tanjirou. Giyuu bisa melihat bagaimana tangan Tanjirou yang masih itu tetap menggenggam dengan gagah dan kuat nichirin yang sempat dia pakai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALWAYS [GiyuuTan: ONESHOT]
Aléatoire⚠️ Warning! Spoiler chapter 200 inside. ⚠️ Demon Slayer Belongs to Koyoharu Gotouge. Cover © Ruttika Raphisuwan. ーーーーーーーーーーーーーーーー [ AU ] Akan dilahir berapa kalipun, bereinkarnasi berapa kalipun, di manapun mereka berada. Bahkan jika saling melupaka...