prologue

41 1 0
                                    

Mata sayunya menjadi tanda tidak ada kepimilikan hidup di dalamnya. Dia selalu berlagak angkuh, padahal seyogyanya tidak ada yang spesial darinya. Dia hidup sebatang kara, bukan karena tidak memiliki keluarga, akan tetapi pola berpikirnya saja yang sedikit kurang wajar. Dia selalu bertanya dalam lubuk hatinya―wajibkah bergaul dengan lingkungan ?  Sehingga hal yang menurutnya tabu menuntun dirinya luput bagimana berinteraksi.

"Ah, iyaa perkenalkan. Dia adalah Den, seorang pencerita, seorang kakak yang hidup bersama keluarga. Dia yang pertama. Memiliki dua adik dari tiga bersaudara. Yang kedua cantik dan yang ketiga imut,
Mereka semua ialah penyemangatnya untuk bercerita. Karena itu dia akan meceritakan kehidupannya. Mengenai imajinasinya. Mengenai semuanya pada saat itu."

●●●

Jum'at, 12 Februari 2021

Di pinggir jendela berselambu putih berdiri bocah SMP―berbadan kerdil suka dengan keramaian.

"Dik, apa yang sedang kau lihat dari balik putih yang berdebu itu?" sapa Den dari jauh sambil meletakkan tas berisi batu bata, katanya.
"Kuliah hanyalah wawasan selusin buku bak batu bata. Tidak pernah pun sekali terundang untuk kembali memegangnya."

"Bukan apa-apa kak, aku hanya rindu dengan mereka. Kapan ya wabah ini berakhir? Apa perlu kita panggil alien-alien yang kita miliki kak?"

"Sudahlah aku tidak mau memikirkan itu. Barusaja aku kembali dari perang, namun aku tidak sanggup dan sehingga aku kabur. Begitupula cara kita bertahan hidup."

"Huh, dengan Cherrymu itu? Pantas saja sekawanan pengacau susah menembusnya, ya? Apa kau sudah lengkapi dia dengan peluru?" tanya adiknya dengan menggerakkan tangan yang mungil.
Berpose layaknya tentara yang tengah menembak-nembak tawanan, "Cyuu cyuu.. hahahaa.."

Tersenyum dan lalu melampiaskan pandangan untuk adiknya dari pelupuk mata. Bukan semakin kecil, melainkan pandangan yang sama, saling bertatap.

"Udah. Ah, kau kembali saja tuh mengheningkan cipta disana!  Hihihi" kerap kantong amarah yang kembang-kempis meliputi jiwanya ketika itu semakin stabil dengan hanya bertemu di rumah bersama adiknya.

"Emangnya kakak mau ngapain?" tanya si kecil antara lugu atau tidak mengenal kebiasaannya setiap kali pulang dari kuliah.

Celotehan unik khas adiknya menjadikan orang yang diajak berbicara marah namun tidak bisa melampiaskannya, "Ah, kau ini, Kayak orang yang tidak pernah tinggal di istana megah saja."

Pergi dan meninggalkan adiknya. berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas karena terlamunkan oleh suasana. Hati kecilnya terkadang memiliki ranah yang berbeda dengan perbuatannya. Segala hal yang dia lakukan lantas seolah-olah hati sajalah yang bertindak tanpa kesadaran.
Lamunannya terbuyar seketika mengambil wear set bagian atas milik adik perempuannya. Dengan raut muka yang menyebabkan kelopak mata terbuka lebar, selebar-lebarnya. Segera meletakkannya kembali lalu meninggalkannya, sebelum adik perempuannya mengira bahwa Den adalah orang yang mesum

Kesadaran Den kembali pulih. Dia Ingin memasuki kamar mandi  lalu mengambil sekatong air untuk meraup muka. Lalu membersihkan seluruh kotoran, dari sisa-sisa perjalanan diluar rumah. Mengambil kotak wangi berwarna merah jambu, mengayun-ayunkan benda tersebut ke sekijur tubuh yang Den miliki. Karena bersemangat pula ingin lepas tidur setelah mandi, dia menciptakan bunyi yang keras dari percikan air sebagai penandanya

"Byuur.. byuur.."

"Kak, jangan lupa sisakan aku air hangat! Immortalty-ku akan bertambah untuk melawan virus-virus itu." teriakan adiknya dari balik pintu yang tertutup rapat.

Secret Messages Soul : The StorytellerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang