{6}

45 4 0
                                    

Dia menutup WAnya. Sudah 10 menit lebih ia menunggu reply-an dari Wooyoung. Tapi dengan santainya Wooyoung mengatakan,

"Btw, gue ada acara. Sori y"

Jangankan Wooyoung, San dan Yeosang saja tidak bisa ia ganggu. Yeosang memang tidak bisa diganggu gugat karena dia mengikuti segala jenis les. Definisi siswa ambis yang selalu menjadi ekspektasi siswa kebanyakan. Saat ia berhasil mencegat temannya itu di depan gerbang,

"Sori bray, w uda minta tambahan fisika begitu tahu pulang awal."

San? Sudah ia spam dengan WA dan telpon tapi tidak diangkat juga. Dan sekalinya diangkat dia njawabnya kayak gitu. Ia jadi curiga misal Wooyoung sudah berani menembak San dan mereka sedang kencan sekarang. Tapi pilihan waktu untuk kencannya tidak mengenakkan sekali,bagi dirinya setidaknya.

"Sori mbak e, ada acara."

-

"Sora sori sora sori, gue santet lu pada di sori-in dosen kedepannya!"

Disakunya hapenya itu. Ia mendengus, dari kejauhan terdengar Yeosang menyamakannya dengan banteng. Dia pikir kalau pulang lebih cepat teman-temannya banyak yang free. Setidaknya San sama Wooyoung lah, biar bisa dia barengin. Dia sendiri belum boleh naik motor atau mobil sendiri ke sekolah. Sedih dia kadang-kadang kalau begini situasinya.

Dia harus berangkat sama siapa buat memberi proposal ke sponsor? Masa iya dia harus naik ojol kemana-mana, yang biasanya dikasih uang buat bensin itu anak sie transport atau yang ikut mbantungantar-antar doang. Menangis dia di depan gerbang sekolah, mewek sendiri nglihatin hape kayak anak hilang. Dia bimbang mau menekan tombol pesan ojol ijo di hapenya itu.

"Hiks. Be je ge sekali kalian kawan-kawan laknat."

"Eh? Kamu-"

Tiba-tiba bahunya kerasa berat, tapi masih beratnya manusia dong. Anjir. Suara yang ngebass bagai bassnya Pak Brian itu terdengar familiar olehnya. Seperti drama india dengan editan transisi ppt yang jamed dia memutar balik tubuhnya. Dan tampaklah sosok Song Mingi yang gedhe dhuwur bak tiang listrik.

"Weh? Mingi? Ngapain keluar jam segini?"

Dia merasa ngenes. Bisa-bisanya dia nanya itu walau tahu semua angkatan pada disuruh pulang lebih cepat karena guru-guru rapat. Braincellnya sudah menghilang entah kemana kalau berhadapan dengan Mingi memang.

"Yak, soalnya udah pulang?"

Mingi memiringkan kepalanya, kedua tangannya disaku. Ia terkekeh pelan. Dan tasnya menggelantung di salah satu bahunya. Ya gusti, rasanya ia ingin menggelepar di tempat bagai ikan lele di daratan. Terus dikasih garam. Iya, sampai segitunya. Tapi dia bertahan dengan internal screaming.

"Kamu ngapain juga mbawa file segitu banyaknya? Mau ke sponsor?"

"I- Iya..."

"Tapi deadline masih dua minggu lagi kan? Ambis banget."

Tanpa disadarinya Mingi mengambil file-filenya. Dilihatnya gebetannya mengernyit kearah tujuan alamat file-file tersebut.

"Oh, iya-", ia mengembalikan filenya, "kamu memang bareng siapa?"

"Eh- Weh!?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Trash text.    ||    Song MingiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang