Beranjak Dewasa

46 7 1
                                    

Pada akhirnya ini semua
Hanyalah permulaan
Pada akhirnya kami semua
Berkawan dengan sebentar

Berbaring tersentak tertawa
Tertawa dengan air mata
Mengingat bodohnya dunia
Dan kita yang masih saja
Berusaha

Kita beranjak dewasa
Jauh terburu seharusnya
Bagai bintang yang jatuh
Jauh terburu waktu
Mati lebih cepat

Kita beranjak dewasa
Jauh terburu seharusnya
Bagai bintang yang jatuh
Jauh terburu waktu
Mati lebih cepat
Mati lebih cepat

Pada akhirnya
Tirai tertutup
Pemeran harus menunduk
Pada akhirnya
Aku berdoa
Namaku akan kau bawa
Berbaring tersentak tertawa
Tertawa dengan air mata
Mengingat bodohnya dunia
Dan kita yang masih saja
Berusaha

Kita beranjak dewasa
Jauh terburu seharusnya
Bagai bintang yang jatuh
Jauh terburu waktu
Mati lebih cepat
Mati lebih cepat

Kita beranjak dewasa
Jauh terburu seharusnya
Bagai bintang yang jatuh
Jauh terburu waktu
Mati lebih cepat
Mati lebih cepat

Kita beranjak dewasa
Jauh terburu seharusnya
Oh, oh-oh-oh-oh, oh
Oh, oh
Oh, oh

Pada akhirnya ini semua
Hanyalah permulaan

— Nadin Amizah, Beranjak Dewasa

****

Zahra gadis kecil yang lucu. Orang-orang di sekelilingnya mencintainya. Beberapa kadang mengungkapkannya dengan kue dan cokelat, membuatnya menjadi seorang anak kecil yang berisi. Jika gadis cilik itu berbicara, alam semesta seolah sengaja mengheningkan diri agar suara Zahra bisa terdengar hingga dinding rumah tetangga. Lain hal jika ia menangis, maka bumi akan meniupkan anginnya untuk menjemput bunga terindah di surga demi sang gadis kesayangannya. Tawa Zahra tertuai, maka bahagialah kedua orang tuanya dan adik di dalam kandungan ibunya.

Permulaan hidup gadis cilik ini begitu indah. Seumpama tinggal di dalam dongeng dan ia lah pemeran utamanya. Dia dan hidup berkawan dengan sangat baik. Terkadang, Zahra akan memberikan sepotong cokelat kesukaannya— hadiah dari si Paman Gondrong— kepada hidup, dan hidup akan melukiskan langit untuknya.

"Kau bahagia?" tanya sang kakak sepupu yang di tugaskan menjaga Zahra.

"Tentu saja, Ibu dan Ayah menyayangiku, dan sebentar lagi adikku lahir." Zahra tersenyum lebar.

"Tunggu lah 10 tahun lagi. Apa ia akan mati lebih cepat, atau sebaliknya."

Zahra tidak mengerti apa yang kakak sepupu itu maksudkan. Lagipula, siapa yang di maksud dengan ia?

Waktu berlalu dan tak terasa adiknya telah lahir, bertepatan dengan hari pertama Zahra menginjak sekolah dasar.

"Kau itu bintang, Zahra. Bintang di dalam hidup Ibu dan Ayah. Tumbuh lah dengan baik agar kelak adik dapat mengikutimu," sang Ibu berkata kepadanya setelah adik laki-lakinya lahir.

"Bintang di langit?" Zahra mengerutkan kening, "tapi bintang di langit akan jatuh, Ibu. Zahra tidak mau jatuh."

"Setidaknya kau tetap bintang. Bukankah lebih baik menjadi bintang yang jatuh daripada batu di puncak gunung?"

Seperti baju kesayangannya yang memudar, Zahra mulai merasa bahwa hidup mulai menunjukkan punggungnya. Tidak banyak, hanya sekilas, tapi efeknya sangat besar. Saat ia berbicara, semesta akan terus berjalan tidak seperti biasa. Saat ia menangis, angin hanya menetap untuk membelai. Saat ia menangis, ibunya mulai mengajarkan agar tidak bersedih untuk hal yang tidak berguna.

"Air mata hanya di gunakan untuk hal yang disayangi," seru ibunya.

Zahra berhenti menangis sejak saat itu. Ia mulai menyimpan air matanya. Ada banyak yang disayangi gadis kecil itu.

Cerita Di Balik LaguWhere stories live. Discover now