II

5 1 0
                                    

"Inikan obat..."

"Racun tikus?!" Teriakkan Adam sampai kebawah. Adik-adiknya terkejut saat mendengar teriakkan Adam dari lantai atas.

"Bang! Kalau teriak liat-liat situasi dong! Kan si Ari jadinya muncrat makanannya!" Marahan Aminah dari bawah.

Sementara Adam mematung. Kenapa bisa ada obat racun tikus disini?! Fikirnya. Ia benar-benar tak peduli dengan omelan adiknya dan langsung mencoba membangunkan ibunya.

"Bu, bisa denger adam, kan?" Tanyanya dengan suara yang sedikit lebih keras dibandingkan sebelumnya.

"Bu, bangun. Ini obat ga ibu minum, kan?!" Tanyanya lagi dengan suara yang lebih tinggi lagi dari sebelumnya.

Ia masih takut. Dan karena dia anak Sains yang pekerjaannya adalah meneliti, ia langsung pergi ke lab saat detik itu juga. Ya, karena ia takut apakah ibunya meminum ini atau tidak.

Ia mengambil teh yang sudah dingin di tangan ibunya. Ia yakin, pasti teh ini juga akan mengandung setidaknya sedikit dari obat racun tersebut bila memang ibunya meminumnya. Tapi tetap, ia tidak ingin.

Ia langsung berlari dari lantai ketiga ke lantai dasar. Ia tak peduli dengan kata-kata adiknya. Ia hanya fokus untuk pergi ke lab sekarang. Dan Adam juga hampir menitikkan air matanya karena takut. Apa yang ia duga adalah kebenaran. Itulah yang ia cemaskan.

"Loh? Eh? Kak! Makan dulu!!" Teriak Aminah dari dalam rumah.

"Bunda belum dibangunin kah, bang?" Teriak Aisyah dari meja makan.

"Ya udah, paling abangmu ada kerjaan. Kakak aja yang bangunin bunda tunggu sebentar ya, dek" Kata Aminah ke adik-adiknya yang sedang makan.

Aminah naik ke lantai tiga yang terdapat balkon. Saat ia melihat kesamping, ternyata ada Radit yang sedang meminum kopi disana. Ia pun langsung sapa dan bertanya.

"Adit!" Teriak yang tak terlalu keras Aminah membubarkan lamunan Radit.

"Eh? Amin? Hai" Kata Radit beserta lambaian tangannya dan senyumnya.

"Udah berapa lama kamu disitu?" Tanya Aminah.

"Hmm, baru aja keluar, kok. Kenapa emang, Min?" Tanya Radit.

"Nggak, aku ngerasa aneh aja sama ibu aku" Kata Aminah.

"Kenapa emangnya ibu kamu?" Tanya Radit.

"Entahlah. Dia nggak ada bangun selama sejam. Aku agak khawatir" Kata Aminah sambil memegang tangan dingin bundanya. Dan menahan tangisnya disamping sahabatnya, Radit.

"Ya sudah, jangan nangis. Aku kesitu, ya" kata Radit yang diberi anggukan oleh Aminah. Aminah benar-benar sedih dan mempunyai firasat buruk. Tapi ia tak menanggapinya.

"Hei" Kata Radit yang terlihat sudah masuk kerumah Aminah.

"Ah, maaf. Aku merepotkanmu ya?" Kata Aminah.

"Tidak. Oh, iya. Assalamualaikum tante" Kata Radit.

Radit merasa ada yang salah. Kenapa sepertinya, Bundanya Aminah tak bergerak sedikitpun. Ia mulai agak risau dengan bundanya. Sebab, daritadi Radit memperhatikan tubuh bundanya Aminah, Azkia. Bunda Azkia terlihat seperti.. Tidak bernafas..

Ya, itu fikirannya Radit. Sampai Aminah membubarkan lamunannya dan mereka hanya mengobrol diruang santai di lantai paling atas. Sampai hampir maghrib, Radit masih disana. Ya, masih bermain bersama adik-adik Aminah. Tapi tetap, Radit mencurigai bundanya Aminah. kenapa nggak bergerak?, Fikirnya.

Karena ia baru pertama kali melihat bunda Azkia seperti ini. Biasanya sangat ramah. dibuatkan teh. Atau tidak susu. Kadang-kadang dibuatkan kopi oleh bundanya Aminah, Azkia. Sampai akhirnya, Radit buka suara tentang ia mengawasi bunda Azkia daritadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Misteri Rumah 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang