00

23 5 7
                                    

Suara orang-orang yang sedang berbincang terasa memenuhi isi penjuru kafe siang itu meninggalkan jejak bising di telinga Amin. Padahal sudah semalaman ia merencanakan acara makan siang yang tenang setelah rapat yang melelahkan bersama temannya yang lain guna mengurusi penyambutan mahasiswa serta mahasiswi baru nanti.

Sayang sekali rencananya akan gagal.

Amin berulangkali menarik serta membuang napas dengan kasar. Ia sangat kesal. Sebenarnya bisa saja ia mencari kafe lain yang lebih sepi untuk mengisi perutnya siang ini. Hanya saja Amin itu tipe setia, yang kalau sudah satu ya satu saja. Dari jaman masih piyik, Amin sudah terbiasa menghabiskan waktu makan siangnya di kafe taria–kafe tercintanya ini. Seingatnya, dulu kafe ini masih sangat sepi karena awal buka. Ada rasa sesal yang mencuat pada hati Amin. Andai saja ia tidak pernah mengajak kawan sepermainannya yang bobrok kesini, maka basecamp sebagus ini tidak akan sebegitu ramainya seperti sekarang.

"Nih nasi rawon sama es kosong punya ente. Udah buru dimakan. Bengong mulu entar kesambet setan arab baru nyaho sia!" ucap Sofyan sambil memberikan menu pesanan Amin.

"Iya, setan arabnya kan elu!"

Amin terkekeh geli ketika sahabatnya itu mengumpat kesal berkat sindirannya barusan. Bagaimana tidak, darah keturunan Arab-Betawi memang mengalir dalam nadi Sofyan. Makanya tak heran jika logat bicaranya acap kali berubah dari syekh menjadi ngejeplak.

"Eh, Min! Jadi gimana? Lu maukan gantiin ane di hari pertama OSPEK? Ane beneran ada urusan pas hari itu."

Amin menghela napas pasrah. Sudah sejak rapat—sebelum rapat Sofyan terus saja membujuknya untuk menggantikannya sebagai pengawas di hari pertama penerimaan mahasiswa baru. Sebenarnya jadwalnya kosong pada hari itu. Amin juga akan jadi pengawas di hari keempat. Jadi bisa saja dengan mudah ia mengiyakan permintaan sahabatnya itu, hanya saja perasaan malasnya lebih kuat ketimbang dari apapun. Kecuali...

"PS-4 gue bawa sebulan!" Tukas Amin semangat.

"Ente majnun! Tiga hari ya?" Sofyan menawar sedikit memelas.

"Yaudah kalo gamau." Amin meneruskan kegiatannya menyeruput kuah rawon seolah acuh dengan permohonan Sofyan.

"Na'am. Dua minggu?"

"Deal!" Amin tersenyum puas. Sementara Sofyan melemas sekaligus bersyukur bersamaan. Lemas sebab PS-4 yang baru saja ia beli seminggu yang lalu, masih sangat baru—bahkan ia saja belum sempat membuka lapisan plastik dalamnya harus terpaksa membiarkan sahabatnya itu mencobanya untuk yang pertama kali. Namun di satu sisi Sofyan merasa bersyukur sebab jadwal ia berjumpa dengan kekasihnya tidak jadi berantakan.

"Abis ini gue jemput ke rumah tuh PS." ucap Amin semangat dibalas anggukan Sofyan. Amin sudah sangat menduga Sofyan akan kalah darinya.

Siapapun, sekali lagi, siapapun jangan pernah coba tawar menawar dengan Benjamin Adnan kalau tidak mau rugi. Apalagi kalau sampai ia tahu kelemahanmu. Percayalah, jangan mencobanya bahkan untuk berpikir akan mencoba pun jangan. Amin memang laknat!

———

Seorang gadis menghentakkan kakinya berulang kali dengan kesal di atas trotoar. Seluruh amarah rasanya sedang membuncah di ujung ubun-ubun kepalanya.

Terlihat bagaimana ia sesekali mengusap bagian baju putihnya yang kotor sebab terkena cipratan dari genangan air saat ada motor melaju kencang tepat di sampingnya.

"Liat aja ya motor BUK4114T1U. Gue inget nomor BK lu sampe mampus. Kalo ketemu, bocor ban gue bikin!" ranum merah gadis itu mengeluarkan banyak umpatan pada sang empunya motor.

Bunyi dering ponsel sejenak menghentikan umpatan kasar gadis itu. Tampak nama Anggun tertera di layarnya sedang melakukan panggilan suara. Dengan pelan ia menggerakkan jarinya di atas layar membuat panggilan itu terhubung dengan Anggun di seberang saluran.

"Adin! Lu dimana? Buruan ini semua orang dah pada ngumpul di lapangan, kalo telat entar kena hukum!"

"Ya. Ini gue di jalan ke kampus. Tapi mau pulang lagi  bentar ganti baju."

"Baju lu ngapa?"

"Kotor."

"Duh, udah gada wak–ayo semua kumpul dalam satu menit bikin tiga barisan rapi!"

Tut.

Suara panggilan ditutup. "Aish!"

Alamat terlambat plus kena hukum sudah menunggu gadis bersurai cokelat yang dipanggil Adin itu.

———

Kamus dadakan:
1. Majnun: Gila.
2. Na'am: Oke/iya.
3. Ngejeplak: gaya bicara spontan khas beberapa suku.

Kupon Teman Gratis CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang