when i still with you pt.1

406 26 0
                                    






"Kalau ga ada orang baik yang baik ke kamu, berarti kamu harus baik ke diri kamu sendiri dan orang lain."









•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selepas bekerja, seperti biasanya Haekal akan menjemput Jian dengan berjalan kaki karena jarak tempat bekerjanya dengan milik Jian dekat. Namun hari ini hujan deras, Haekal hanya memiliki satu payung dan Jian tak membawa payung.

"Gapapa, bagi aja berdua. Jangan egois buat ngasih payungnya ke aku. Itu payung ukurannya lumayan besar, ya!" peringat Jian pada Haekal.

Yang diperingati hanya terkekeh dan menganggukkan kepalanya. Ia melepaskan jaketnya dan mengenakannya pada Jian. Tambahan agar tasnya tak basah.

Haekal mengaitkan tangan mereka. "Lari ya, Ji?"

Jian menganggukkan kepalanya. Mereka berlari ke arah halte dengan cepat. Jian tidak menyadari bahwa sedari tadi Haekal memberikan payung itu sepenuhnya pada Jian. Sesampainya di halte, Jian baru menyadarinya.

"Kamu nih!!"

"Tas kamu banyak dokumen, kertas, ada laptop sama ada iPadnya. Aku takut itu semua rusak," ujar Haekal dengan senyuman, "Duduk, gih. Ada tempat kosong itu."

Jian hanya menggumam dan mendudukkan dirinya. Haekal memperhatikan sekelilingnya. Pemuda itu melihat seorang ibu yang tengah mengandung dan seorang anak di pelukannya tengah menghangatkan satu sama lain dengan jaket mereka yang basah. Haekal menatap Jian dan Jian menatap Haekal sinis.

Haekal tersenyum dan berbisik, "Aku minta jaket ini sama sweater yang kemarin yang ada di tas kamu, boleh?"

"Buat apa?"

"Boleh apa enggak?"

Jian mendengus dan memberikan jaket serta sweater pada sang pemilik. Haekal tersenyum lebar.

"Makasih, cantikkk."

Haekal berjalan mendekati kedua orang itu dengan jaket dan sweaternya. "Permisi, Ibu, jaket sama sweaternya adiknya di lepas aja... pakai punya saya saja, Bu," ujar Haekal menyodorkan jaket serta sweater tersebut.

Ibu tersebut menoleh pada Haekal. "Eh, gak usah, Mas... gapapa, kok ini..."

"Saya juga gapapa, kok, Bu... kasian adiknya kedinginan. Dipakai aja, Bu, di bus nanti dingin banget kalau Ibu sama adiknya basah kuyup..." Haekal kembali menawarkan dengan senyuman.

Ibu tersebut menimbangkan tawaran Haekal. Ia melihat anak perempuannya yang sudah bergetar kedinginan. "Makasih, Mas..." Ibu tersebut akhirnya menerima tawarannya.

"Iya, Bu... sama-sama..."

Haekal kembali pada Jian yang sedari tadi memperhatikannya. Jian memberikan senyuman penuh ketulusan pada Haekal.

"Ji, kamu gak kedinginan atau kebasahan, 'kan?" tanya Haekal pada Jian.

Jian menggelengkan kepalanya. Ibu yang tadi Haekal beri jaket dan sweater melihat keduanya, menggeser duduknya dan meminta agar Jian bergeser supaya tidak kebasahan.

"Geseran, Ji," pinta Haekal. Jian menganggukkan kepalanya, tersenyum dan mengucapkan terimakasih pada Ibu tersebut.

Kedua wanita tersebut akhirnya bercengkrama. Haekal kembali melihat sekelilingnya dan menemukan seorang pria disabilitas yang berusaha mencapai halte dengan tergesa-gesa. Haikal dengan sigap mengambil payungnya dan membantu pria tersebut. Memayunginya dan menyuruhnya untuk duduk di samping Jian.

Ibu dan Jian yang melihat Haekal tersenyum lebar. "Pacarnya baik banget, Mbak," ujar Ibu tersebut.

Jian terkekeh dan bersikap rendah hati. "Iya, Bu, tapi dia jahilnya kebangetan. Anaknya banyak tingkah," balas Jian.

"Biasalah, laki-laki... ehhh, ngomong-ngomong, nama Mbak sama Masnya siapa?"

"Saya Jian, Bu, kalau dia Haekal."

"Ibunya udah berapa bulan??"

"Oalah... Saya udah 8 bulan, Mbak... bentar lagi masuk 9 bulan, tapi masih bingung sama nama anak saya... suami saya lagi hectic bangettt! Saya tiba-tiba kepikiran mau ngasih nama kayak nama Masnya soalnya anak saya sekarang cowok..."

"Wahh!!! Bentar lagi, ya, Bu?? Coba tanya ke Haekalnya sendiri, Bu. Pastinya gak akan dia tolak, sih, Bu! Anaknya bakal seneng banget!"

Sang Ibu terkekeh. "Boleh, nih?"

"Boleh, dong, Bu..." Jian tersenyum manis, "Haekal sini bentar!"

Haekal menoleh pada Jian. "Dipegang sebentar ya, Pak... pacar saya manggil," ujar Haekal pada bapaknya dan memberikan payungnya agar tak basah karena cipratan air.

"Kenapa?" tanya Haekal.

"Ibunya nanya, boleh enggak beliau pakai nama kamu buat anaknya yang lagi dikandung sekarang?" ujar Jian.

Mata Haekal bersinar, ia menganggukkan kepalanya. "Boleh banget, Bu! Tapi, gapapa, Bu?"

"Kalau Masnya gapapa, saya malah seneng banget..."

"Nama saya Haekal Matahari Zachery, Bu."

"Namanya bagus banget, Mas..."

"Makasih, Bu, dikasih sama Ibu saya dulu soalnya beliau pas itu lagi seneng banget sama matahari."

"Orang tua Masnya pasti seneng banget punya anak kayak, Mas," ujar Ibu tersebut.

Haekal hanya tersenyum tipis, begitupun Jian.

Bus datang, Jian membantu Ibu dan anaknya sedangkan Haekal membantu pria disabilitas tadi untuk berjalan menaiki tangga bus.

Jian dan Haekal duduk di kursi dekat pintu. Jian melihat Haekal yang setengah dari badannya kebasahan.

"Kamu kedinginan gak, Ji?" tanya Haekal.

Jian menggelengkan kepalanya. "Harusnya aku yang tanya gitu!" Jian berujar kesal, "Kamu kedinginan gak?!"

Haekal tertawa. "Sedikit," ujarnya dengan senyuman, "Tapi gapapa, udah biasa."

Jian menghela nafas pelan melihat wajah pucat Haekal. Wanita itu memeluk Haekal dari samping agar kekasihnya tak kedinginan.

Dalam hati, Jian berharap agar kekasihnya tersebut tidak akan sakit esok. Ya, Jian berharap agar Haekal terus diberi kesehatan dan umur panjang.

Hallo, mungkin buat pembaca yang udah follow aku dari lama, lama, lamaaa banget dan inget pasti tau buku ini sebelumnya apa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hallo, mungkin buat pembaca yang udah follow aku dari lama, lama, lamaaa banget dan inget pasti tau buku ini sebelumnya apa.

Happy reading dan happy holiday buat kalian semua!!! Selamat bertemu kembali dengan aku!!

Loving You.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang