Aku Ingin Seperti Langit

12 2 0
                                    

"Dan orang lain itu adalah kamu, Fatih.
Aku selalu ingin bisa membahagiakanmu
Aku ingin selalu dipandang, dibicarakan, dan ditemani olehmu.
Aku ingin selalu dicintai... olehmu.”

Ku menggenggam rapat-rapat jemari yang kukira akan selamanya kugenggam. Aku tersenyum melihat wajahnya yang padahal hatiku sudah tidak ingin memberikan senyumannya pada dia. Ku mencoba untuk meninggalkannya, tapi aku kasihan. Ya, aku kasihan padanya. Kasihanku padanya membuatku tak kuasa berkata, "aku sudah tak mencintaimu."

Tapi, sejak pertama kali bertemu dengannya aku merasakan hangat. Kehangatan yang hanya bisa diberikan oleh dirinya. Wajahnya, kukira tidak ada yang bisa menandingi cantiknya. Suaranya, kukira tidak ada suara selembut dirinya. Pertama kali, semuanya terlihat sempurna bagiku. Saat itu, aku lupa. Bahwa segalanya yang disebut, "pertama" akan selalu ada "kedua"

Dulu, aku mencintainya. Begitu pun dia sangat mencintaiku. Mengukir nama masing-masing di hati serta mengucapkan kata cinta dan sayang setiap hari. Dengannya, seakan-akan dunia berputar lebih cepat. Dengannya, waktu pun terasa seperti anak panah yang melesat. Sampai aku berpikir mengapa waktu begitu jahat?

Tapi... aku tegaskan. Itu semua hanyalah dulu.

Sekarang, semua itu hanya sebatas kenangan yang hambar.

Apapun yang kukatakan dulu tentang kasih, sayang, cinta, rindu. Segalanya sudah pudar. Hanya tersisa sedikit yang tampak, itu pun jika dilihat dengan jeli. Bersama dengannya, duniaku kembali berputar seperti sedia kala, bahkan lebih lambat daripada itu. Waktu? Jangan ditanya, sekarang dia merangkak lambat.

~~~

Siang menjelang sore, sepulang sekolah aku pergi ke taman bersama seseorang yang biasa disebut "kekasih" . Atau lebih tepatnya, untuk kalangan anak muda disebut "pacar". Sekarang dia berada di sampingku. Kami berdua duduk di kursi taman. Banyak pemandangan indah yang bisa dinikmati di sini. Barisan bunga bermekaran yang warna-warni, beberapa pohon rindang yang daunnya berguguran menambah kesan seperti pada drama-drama korea, dan tidak lupa banyak orang yang berjalan-jalan sekedar lewat yang pulang dari pekerjaan, sekolah, bahkan mungkin ada yang sengaja bermain pula ke taman. Kami menikmatinya. Bukan, tapi lebih tepatnya hanya Salsa yang menikmatinya.

"Tau tidak?tadi pagi di halaman rumah, aku menemukan kupu-kupu. Warnanya lucu, warna biru. Kesukaanku. Kurasa sudah sangat lama aku tidak melihat kupu-kupu lucu seperti itu." Ucap Salsa yang dengan manjanya terus-menerus bercerita seraya menggenggam sebelah tanganku.

Aku tersenyum... pura-pura tersenyum.

"Oh, begitukah?kenapa kamu tidak tangkap kupu-kupu itu lalu berikan kepadaku?Oh iya, aku lupa. Tidak perlu kamu tangkap kupu-kupu itu pun pasti dia akan mendatangiku."

Salsa mengernyitkan dahinya. Pertanda heran.

"apakah bisa seperti itu?"

"Tentu saja bisa. Buktinya, dia sekarang berada di sampingku. Menggenggam tanganku dengan erat... sepertinya, kupu-kupu yang satu ini manja," ucapku seraya mencubit pipinya dengan lembut.

Salsa tersipu malu. Dia tidak menduga akan ucapan dan perlakuanku.

Jujur saja, sangat mudah membahagiakan hati dan menumbuhkan kepercayaan pada perempuan. Apa modalnya?hanya dengan ucapan dan perlakuanku yang manis. Itulah pengalamanku selama ini. Aku, bukan lelaki yang mapan. Aku bukan lelaki yang mempunyai fisik sempurna seperti para public figure yang menjadi idola kebanyakan perempuan. Aku... hanyalah lelaki yang mempunyai mulut yang licin. Begitu licinnya, sampai banyak hati yang terjatuh disebabkan oleh mulutku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Apalah Arti CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang