Janji 'tuk Pulang

21 3 2
                                    

Sebelum membaca, Aku ingin kasih tahu kalau cerita ku ini pernah diikutsertakan dalam lomba meski tidak lolos. Meniru dalam bentuk apapun itu tidak diizinkan. 

Jangan lupa vote, komentar, dan kritik sarannya, kawan! 

Silahkan menikmati...

***

***

***


Aku tidak tahu kemana dia akan pergi, apa yang akan dilakukannya, atau bagaimana kehidupannya nanti. Punggung lebarnya seperti menyembunyikan semua hal itu. Dia akan pergi. Pergi meninggalkan semua hal di tempat ini yang memuakkan baginya, meninggalkanku.

"Tu..." Tanganku terulur, berusaha menahan kepergiannya meskipun kutahu itu sia-sia.

"Hei, sudahlah." katanya setelah berbalik. Aku senang dia masih sosok yang peka, seperti yang selama ini kukenal. Senyum tulusnya membuatku terdiam, menahan air mata yang susah payah kutahan, karena senyum itu akan hilang dari pandanganku. Sebuah usapan lembut di kepalaku membuatku mengangkat kepala dan menatapnya. "Apa yang akan terjadi padaku nanti, biarlah terjadi. Kau tahu, kan, aku orang yang kuat?"

Aku hanya mengangguk, rasanya semakin sulit menahan tangisku. "Kau akan pergi kemana?"

"Kemana saja, berkeliling dunia, menemukan hal baru, memperluas wawasan, semacam hal itu." jawabnya tenang membuatku sedikit bingung. Jadi dia benar-benar serius akan meninggalkanku dan tempat ini?

Aku tersentak ketika kedua tangannya menepuk bahuku. Tatapannya begitu serius dengan senyumnya yang merekah.

"Hei, aku tidak akan meninggalkan apapun dan siapapun. Aku hanya mencoba keluar dari zona nyamanku. Semua hal yang kupelajari disini, ditempat kelahiranku ini, tidak akan kutinggalkan. Kebiasaan, tradisi, semua hal itu akan kubawa terus kemanapun aku pergi."

Kepalaku kembali tertunduk. Aku tahu itu, tapi hatiku tetap saja meragu. Dia kembali mengangkat kepalaku. Aku bisa melihat keteguhan hatinya dari matanya. Lagi, dia tersenyum tulus, ekspresinya hangat, hal-hal yang selalu kusukai darinya.

"Ingat juga hal ini, aku akan kembali. Aku pasti akan kembali jika waktu mengijinkan, entah kapan itu. Percayalah, langkahku akan berpulang ke tempat ini, rangkulanku akan berpulang padamu." Satu jarinya menghentikan air mata yang tanpa aku sendiri sadari, telah lolos. Tapi wajahku tersenyum. Aku percaya dia akan mempertanggungjawabkan ucapannya.

Dia memelukku sejenak, sedikit menenangkanku sebelum benar-benar pergi. Sekali lagi, dengan senyum tulus, ekspresi hangat, dan aura menenangkan itu, dia pamit tanpa mengucapkan apapun lagi. Mataku kembali mendapati punggung lebar yang kokoh itu, berjalan semakin menjauh dan menjauh.

***

Sudah bertahun-tahun dia pergi dan aku tetap berada di tempat ini. Perlahan, aku mengerti kejenuhannya pada tempat ini, meskipun dia tidak mengatakannya secara langsung.

Langkahku terseret. Saat itu jam istirahat. Aku bergegas menuju warung makan langgananku karena aku belum makan apapun dari pagi. Pikiranku sedang suntuk. Aku segera memesan makanan dan ibu warung segera menyiapkan.

Tiba-tiba, indera pendengaranku menangkap suara yang sangat kukenal. Itu suaranya. Aku langsung menoleh ke kiri dan mendapati sosoknya. Alka, sosok yang sudah kuyakini tidak akan pernah kembali karena sudah bertahun-tahun, aku tidak tahu tepatnya. Memang pada awalnya aku masih mencoba untuk terus percaya kalau dia akan kembali, tapi waktu terus berjalan dan pikiranku ikut berubah.

Aku mencubit tanganku keras untuk membuktikan kalau aku sedang tidak berhalusinasi. Tapi mataku jelas-jelas melihatnya disana, sedang mengobrol dengan ibu warung, membicarakan hal-hal yang terjadi belakangan ini. Sesekali dia tertawa, membuatku tertegun.

Sepenggal KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang