Ulang Tahun

15 1 0
                                    


Apa, sih, makna ulang tahun? Bagiku, itu disaat umurku bertambah satu sekaligus panjang umurku berkurang satu tahun.

Hari ulang tahun yang berkesan menurutku, cukup dirayakan sederhana bersama keluarga, tidak perlu ada kue atau makan enak, atau jalan-jalan. Dirumah saja cukup, dengan senyum hangat dari keluarga yang tidak bisa kutemukan dimanapun. Semiskin apapun, sekaya apapun, di kota manapun, bersama mereka dan senyum hangat mereka, sudah lebih dari cukup. Aku bahagia lahir di keluarga yang hebat ini, keluarga yang sederhana dan sangat, sangat hebat. Kami menertawakan apa saja, saling meneriaki, marah, dan menjadi diri sendiri bersama.

Aku yang gila dan berisik, aku yang bebas, aku yang banyak ekspresi, ada diantara mereka. Rangkulan hangat dan senyum hangat mereka, mengisi hari-hariku yang masih abu-abu.

***

"PAGI HYUNG!!!" Seruku pada kucing yang tadi pagi menatapku polos tepat di depan wajahku. Ya, tepat di depan wajahku. Saat ini ia sedang hilir mudik di dapur menunggu Ibu membuka jendela agar ia bisa jalan-jalan, kebiasaannya tiap pagi. Aku sendiri tidak pernah memusingkan kemana hyung akan pergi setiap pagi, tapi ayahku yang sering memikirkanya.

Baiklah, ini bukan cerita soal kucing yang terlalu pintar itu.

Sebenarnya aku masih mengantuk dan hari ini aku hanya ada kuliah siang nanti. Tapi rutinitas mengurus kedua adikku berangkat sekolah. Untungnya pagi ini Har-adik pertamaku- mau membuat sarapannya sendiri tanpa rewel seperti biasa.

Ah, tidak lupa kebiasaanku untuk menyalakan radio berbentuk teropong besar, dengan volume sedikit keras tentunya. Aku tidak rela kalau orang yang membangunkanku justru bisa tidur lagi. Suara penyiar radio frekuensi kesukaanku terdengar.

"Yaa... ayo kanca muda! Request tiga lagu favoritmu di SULIS, susun playlist!......" Seruan riang penyiar radio membuatku langsung meraih handphone dan ikut request lagu. Benda balok itu kubiarkan stand by dengan nada dering aktif. Aku punya feeling bagus pagi ini.

Tak lama kemudian handphone-ku berbunyi. Aku tersenyum senang, tebakanku benar!

"Halo, kak! Iya..... " aku sedikit menjauh agar bisa menelepon lebih tenang.

Yap! Aku diajak interaksi on air oleh penyiar radio tersebut! Awal yang bagus untuk hari yang panjang.

Masih di pagi hari, ketika aku hendak mencari barang milik Nay, adik keduaku, ayahku tiba-tiba mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Aku masih bingung.

"Emang sekarang tanggal berapa?" Tanyaku bingung. Kelihatannya bukan hanya melupakan tanggal lahir orang lain, aku juga melupakan tanggal lahirku.

Masih dalam posisi cipika-cipiki, maksudku, tahulah kalian kebiasaan kalau mengucapkan selamat. Ayahku menjawab, "Tanggal 9. Itu uangnya untuk traktir makan adik-adikmu, ya."

Aku mengucapkan terimakasih dan kembali melanjutkan aktivitasku mencari barang milik adikku. Ah, hariku jadi bertambah indah. Kedua adikku mengucapkan ulang tahun setelahnya, lalu yang terakhir ibuku. Aku tahu meskipun bibir mereka tidak mngucapkan banyak harapan dan doa, tapi mereka selalu mengucapkannya dalam hati. Aamiin...

Rencanaku untuk ke bank hari ini gagal. Akhirnya jam duabelas siang aku sudah berangkat ke kampus padahal awalnya aku ingin berangkat jam satu siang nanti. Yaah, tidak apa-apa. Aku jadi punya banyak waktu untuk nonton drama dengan wifi kampus.

Sekitar jam satu siang, Gin, temanku, menghampiriku dan ikut bergabung denganku. Kebetulan nanti kami sekelas dan masih ada waktu sekitar dua jam. Setelah jajan dan nonton drama, aku bosan dan Gin juga bosan.

Tapi ada sesuatu yang membuat kami punya ide untuk mengisi waktu.

"Permisi, nak, ruang kajian kurikulum di sebelah mana, ya?" Tanya seorang wanita dengan pakaian rapi bersama seorang pria. Aku tidak tahu, Gin juga tidak tahu.

"Maaf, bu.. saya kurang tahu..." Kataku akhirnya. Kedua orang itu pun pamit pergi dan kami berdebat.

"Ya udah, Gin. Mending kita keliling aja, biar tahu letak-letak ruangannya." Kataku memutuskan. Masih ada sekitar 45 menit sebelum waktunya masuk.

"Ayo! Aku juga ngantuk." Kata Gin lalu berdiri. Aku sempat terkejut karena ide gila ini disetujui olehnya.

"Oke! Mulai dari mana?" tanyaku pada Gin. Sejujurnya, gedung Fakultas kami lumayan luas. Ada delapan prodi di dalamnya. Kami memutuskan untuk mulai dari ruangan yang berada di depan kami, PBSI.

Kami menemukan beberapa informasi disana, lumayan. Setelah itu dilanjutkan ke PBI lalu naik tangga ke lantai dua. Disana ada ada prodi PKK, PTM, PTK, PMAT, dan PFIS. Ruangannya agak memencar. Kami naik tangga lagi dan memasuki kompleks prodi PGSD.

Kenapa kusebut kompleks?

Karena PGSD yang memiliki ruangan paling banyak. Kami menaiki tangga lagi.

"Ini lantai 3 kan?" Tanyaku penasaran.

Gin menggeleng yakin lalu menjelaskan, "Kalau kata anak PGSD, ini masih lantai dua, Tar."

Langkah kami berhenti di persimpangan. Ada jalan ke kanan dan ke kiri. Kami bingung, aku memilih kanan dan Gin memilih kiri. Akhirnya kami sepakat memilih jalan ke kiri. Sampai diujung, ada tangga lagi ke atas dan kami naik.

Lantai tiga berarti. Itu sudah yang paling atas dan kami kelelahan. Kami duduk sebentar di salah satu bangku panjang disana, lalu mengamati sekitar. Hanya ada sedikit orang dan kebanyakan perempuan. Setelah istirahat, kami melanjutkan tur kecil kami dan turun lewat tangga sebelah kanan. Kami sudah sampai ke bagian PMAT dan turun, menyudahi tur kecil kami.

"Lain kali coba di kampus 4, Gin. Disana Cuma ke lantai 3 nya aja, kan?" Kataku mengusulkan ide gila lainnya.

"Itu lantai 2, Tar."

"Lantai 3, Gin. 'kan nomor ruangannya 307..."

"Oh iya, kah?"

"Iya. Eh, kampus 4 berapa lantai, ya?"

"3, to?"

Kami terus memperdebatkan hal tersebut sampai tiba di depan kelas kulaih nanti dan disana sudah ada beberapa teman lainnya.

"Kalian dari mana?" Tanya Sea membuat kami berhenti berdebat .

Aku menjawab dengan yakin, "jalan-jalan!"

"Hah?"

"Oh iya, Gin, jadi 4 lantai kan disana?" tanyaku ke Gin, mengabaikan Sea yang bingung.

Gin masih kukuh dengan jawabannya, "3, Tar."

Aku beralih ke Sea dan menanyakan hal yang sama.

"3 lantai." Jawab Sea. Aku mengangguk paham lalu kami berhenti berdebat.

Oh iya, mengenai hari ulang tahunku, tidak ada satupun yang mengucapkannya padaku. Bukan karena aku tidak punya teman. Buktinya, ada Gin dan Sea, juga Arni dan Dev. Masih ada yang lainnya juga. Tapi aku memang tidak terlalu merasa mereka harus tahu dan harus mengucapkannya padaku. Toh, mereka masih mau berteman denganku yang menyebalkan ini saja masih bagus.

Beberapa teman sekelasku mulai kasak-kusuk mengenai ketidakhadiran dosen. Tapi karena tidak ada info yang jelas mengenai itu, kami tetap masuk dan menunggu dosennya. Aku menonton drama sembari menunggu dosennya. Jam sudah menunjukkan pukul setengah empat dan masih tidak ada tanda-tanda dosen akan masuk. Akhirnya salah satu teman sekelasku inisiatif untuk menanyakannya ke tata usaha dan ternyata tidak ada dosennya. Sama seperti kemarin. Antara kesal dan biasa saja, aku masih menahan diri untuk tidak mengumpat. Tapi aku tidak tahan lagi dan akhirnya umpatan-umpatan itu terucap dari bibirku juga.

Oh iya, daritadi aku menyebut ulang tahun.

Jadi, perkenalkan. Aku Tarifa Keyna dan usiaku 17 tahun.

Ehehe... Tapi bohong.

Usiaku 20 tahun.

*****

Yuhuu

Sekali lagi, terimakasih! hehe

Sepenggal KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang