Dia yang Mereka Sebut Beruntung

13 1 0
                                    

Bening berlari tergesa-gesa ke arahku, menghempas semua yang menghalangi jalannya. Dia bukan tipe orang yang gampang marah tapi ia sedikit tak sabaran. Dari langkahnya pasti telah terjadi sesuatu.

“Dia adalah gadis yang beruntung.”
“Benar-benar beruntung. Aku berani seribu sumpah.” Nafasnya terengah-engah. Dengan tenang aku menyeruput Ice Americano yang sudah hampir habis. Aku tak tau sejak kapan aku menyukai Americano, seingatku Dia yang pertama kali membuatku minum Americano sebab Dia tau aku tidak suka manis.

Tapi kali ini, Americano milikku lebih terasa pahit saat Bening mengatakan kalimat-kalimatnya.

Dia. Sebenarnya Dia adalah gadis sepertiku, gadis biasa tapi tak seperti Bening yang sejak lahir sudah ada sendok emas di mulutnya.

Dibandingkan Dia, sebenarnya aku lebih berpikir Bening-lah yang lebih beruntung karena dengan hartanya ia bisa melakukan apapun, bisa membeli apapun, tas, ponsel, baju. Apapun itu. Bahkan tahun lalu ia membeli mobil kuno mirip punya Mr. Bean. Aku memang bodoh, tapi aku tau bahwa barang kuno selalu tinggi nilai harganya. Tapi Bening tak menganggap itu penting, ia tetap ngotot bahwa Dia-lah gadis paling beruntung di SMA ini. Dan aku tak mengerti mana yang mereka sebut beruntung.

“Hari ini Dia ditembak oleh wakil ketua osis. Siapa namanya? Duuh... aku lupa..”
Apakah itu yang mereka sebut beruntung? Bukankah beruntung itu saat kamu mampu menyelamatkan anak kucing yang sekarat? Selamat! Kamu masih punya hati.

Tapi sayangnya, anak remaja sekarang hanya peduli tentang disukai banyak lelaki. Ya! Itu hal hebat. Itu tandanya kamu cantik, kamu baik, dan kamu menarik. Tapi itu bukan intinya. Kamu tidak bisa mengatakan dia beruntung hanya karena dia disukai oleh banyak lelaki. Atau sebaliknya

Aku sendiri tidak tau definisi beruntung yang sebenarnya. Apakah beruntung itu menemukan sebuah lagu yang telah lama kita cari? Atau kita menemukan mainan yang sudah lama hilang? Bisa jadi menemukan uang satu koper. Mustahil.

“Padahal beberapa hari lalu Dia jalan dengan lelaki tampan entah siapa itu aku tidak tau. Tapi yang jelas dia bukan satu sekolah dengan kita dan yang paling penting... dia tampan.”
“Dia punya kakak.” Kataku singkat. Jadi mengapa jika Dia berjalan dengan lelaki tampan? Apakah ia tak berhak? Apakah jika ia sudah jalan dengan lelaki tampan itu harus pacarnya? Pikiran manusia terlalu varian.
“Dari mana kau tau?”
“Kau... Pacarnya kakaknya Dia, ya?” Matanya melotot.
“Seseorang... hanya satu.. tapi rahasia mereka bisa sampai seribu. Berani taruhan?”
“Aku bertaruh kau pasti pernah masturbasi sambil melihat film....” Cekatan tangannya yang wangi menyekap mulutku. Wangi itu menyeruak masuk ke dalam hidung kemudian menuju otak dan otak akan mengatakan dengan keras sebagai ingatan bahwa kasta kami berbeda. Aku dan Bening.

Aku pernah memergoki Bening sedang memainkan “Bunga Mekar” di antara selangkangannya. Itu tak kusengaja. Salah sendiri sedang begituan tidak mengunci pintu kamar. Setelah ketahuan, Bening memintaku agar tak bilang kepada siapapun terutama pada lelaki meskipun hanya sebagai candaan, ia orang yang tak berani maju terlalu jauh. Dia suka horny tapi tak ingin senjata laki-laki masuk merusak “Bunga Mekar”nya meskipun ia sering meracau memanggil nama lelaki yang ia sukai. Dan itu bukan hal baru bagiku, sungguh. Bening terlalu terbuka padaku, kukira.

“Aku punya lakban yang tidak akan terbuka sampai kau pergi ke nekara.”
“Bocah edan!”
“Aku benar, kan? Semua orang punya rahasia. Mengapa begitu terkejut saat Dia punya kakak yang tampan?”
“Kau sendiri bagaimana kau tau jika Dia punya kakak yang tampan?” Mata itu menatap dengan rasa keingintahuan yang penuh. Bening. Matanya, sebening namanya.

Bukan hanya itu, Ning. Aku tau banyak tentangnya.

Sahabatku ini bukan satu-satunya manusia yang menganggap Dia sebagai gadis yang paling beruntung. Aku menampung puluhan cerita yang mengatakan bahwa Dia adalah gadis yang beruntung. Hal itu malah membuatku ingin menangis. Bukan iri, bukan pula dengki. Tapi bukankah menuduh Dia menggunakan pelet adalah berlebihan? Aku (sekarang) memang tidak dekat dengan Dia, tapi aku mengenalnya dengan sangat baik.
**
Dia adalah gadis yang sedari Sekolah Dasar hingga SMA satu sekolah denganku. Seperti sebutannya sebagai Gadis Beruntung, banyak orang yang bilang Dia cantik, tak sedikit laki-laki yang tertarik padanya bahkan ada beberapa perusahaan model ingin merekrutnya. Tapi Dia menolak, ia suka melukis. Ia tak suka dipotret, ia suka memotret. Memotret kegelapan yang disembunyikan oleh alam. Katanya itu indah. Hanya matanya yang mampu melihat, orang lain tidak.

Dia yang Mereka Sebut BeruntungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang