PART 1 - Kembali

49 5 0
                                    

"Takdir itu aneh. Ia membawa pergi ketika harapan, keberanian, dan kekuatan untuk menghadapi masih cukup tersedia. Namun, tiba-tiba membawa kembali ketika segala harapan, keberanian, dan kekuatan untuk menghadapi tak lagi bisa dibilang cukup tersedia."
-Raina

Ada kalanya, di mana takdir tidak berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan dan direncanakan. Terkadang takdir datang tanpa diduga, tanpa dikira, dan berujung mengubah segalanya yang sebelumnya sudah susah payah ditata.

Inginnya tak kembali selamanya, namun sepertinya kehidupan lagi-lagi tak memihak padanya. Setelah 3 tahun berlalu, ia harus pasrah akan takdir yang menyeretnya kembali ke tempat semula. Tempat di mana semuanya berawal, tempat yang menjadi kanvas para pelukis untuk mengukir luka dalam jiwa yang tak bersalah sesuka hati, atau bahkan tempat di mana para pembuat film menyiksa pemeran utamanya tanpa nurani.

Jakarta, di sinilah ia tiba. Masih dengan membawa luka yang sama, belum mengering sempurna, dan perihnya pun masih begitu terasa. Waktu 3 tahun hanyalah waktu yang terlalu singkat untuk kembali. Jangankan kembali, waktu selama itu pun tak cukup mampu untuk sedikit saja meredakan luka yang tengah meradang.

Siang ini, tepat di pukul 14.00, ia beserta kedua orang tuanya telah sampai di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Netranya menatap sekeliling, tak ada yang berubah terlalu banyak. Kota kelahirannya itu tetap dengan keramaian manusia yang seringkali membuatnya merasa tenggelam.

Ia masih diam, dengan hati yang mulai tak tenang. Ia gelisah, napasnya mulai tak beraturan. Ia bahkan masih berada  di bandara, namun sekelibat kenangan-kenangan kelam itu sudah mulai datang menyerangnya. Situasi yang begitu ia benci tiap kali terjadi, ketika ia hanya bisa menerima dan tak berdaya untuk menepis kenangan buruk yang datang dalam pikirannya seperti potongan-potongan adegan dalam film. Percayalah, itu begitu menyakitkan dan menyiksa.

"Rain, ayo jalan! Kok diem?" celetuk sang ibu.

Ujaran sang ibu, membuat lamunannya terbuyarkan begitu saja. Gadis itu seketika mengubah ekspresinya, mengubah gerak-gerik ketakutan dan cemasnya, berusaha terlihat seakan tak terjadi apa-apa.

"Iya, Ma."

Ia memaksa kakinya untuk melangkah maju sekalipun pelan, ia hanya sedang dilingkupi ketakutan dan ragu. Entah ke mana takdir membawanya maju sekarang, ia tak kan sekalipun percaya jika itu adalah hal yang akan mudah dilalui nantinya.

•••••

Setelah menempuh beberapa menit perjalanan, ia dan ke dua orang tuanya akhirnya sampai di rumah. Masih dengan rumah yang sama seperti 3 tahun lalu. Sekalipun mereka pindah ke luar kota, rumah ini tetap diurus dengan baik oleh seseorang yang mereka utus untuk merawatnya.

Gadis itu masih termenung, tak berniat sekalipun untuk turun dari mobilnya. Hanya menatap kosong ke arah depan, hingga lupa memedulikan yang lainnya. Bahkan, sepertinya ia tak sadar jika mobilnya telah sampai di tujuan.

Tapi untung saja itu tak terjadi lebih lama lagi, teguran dari sang ayah membuyarkan semuanya. Netranya melirik sekitar, akhirnya sadar jika sekarang ia telah kembali sampai di rumahnya. Ini bukan sekedar mimpi buruk, ini kenyataan.

"Rain, berhenti ngelamun. Ayo turun!" tegur sang ayah.

Gadis itu melirik ayahnya sekilas, sedikit menghela napas karena renungannya tiba-tiba terbuyarkan. Sejenak memejamkan mata, bersiap untuk menuruni mobil dan masuk ke dalam rumahnya.

"Ini kunci rumah, bawa koper kamu dulu ke dalam, ya? Mama sama Papa mau ngurusin barang-barang dulu," perintah sang ayah seraya memberikan kunci rumah beserta koper pada putrinya tersebut.

RAINA (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang