Bab 6: Berbohong - Kehilangan

85 34 8
                                    

"Mending lo sekarang kembali ke sekolah deh!" perintah Wilda kepadaku yang saat ini masih termenung di sampingnya.

"Hmm, gue bolos aja kali yah!" aku mengedipkan mata sambil tersenyum jahil.

Wilda refleks memukul punggungku.
"Gak boleh, cepat ke sekolah!"

Aku mengerucutkan bibir, dahiku juga ikut mengernyit kecut beberapa detik.

"Iya-iya ibu Wilda!"

"Btw, lo ke rumah gue sendiri Lin?" Wilda bertanya bingung.

"Marvin!" aku langsung tersentak, bisa-bisanya aku melupakan Marvin yang menunggu sendirian diluar.

"Lo bareng sama Marvin, kok bisa?" kini Wilda melipat kedua lengannya, wajahnya sudah seperti akan mengintrogasi.

Spontan aku menjawab "Iyalah, kan dia pacar gue!"

Sekarang mulut Wilda terbuka sempurna membentuk O. Melihat itu, aku baru tersadar dengan ucapanku.

"Mampus, gue kecoplosan!"

"Sejak kapan?" kini Wilda bertanya dengan senyum menggoda.

"Baru kemarin!" jawabku pelan sambil berusaha menutupi wajah malu.

"Yahh, jadi gak bisa lagi deh gue panggil lo jomblo!" ucap Wilda terkekeh sendiri.

"Udah ah, gue kembali ke sekolah dulu, ini aja gerbang pasti sudah ditutup." ucapku sambil memakai kembali sepatu.

"Jadi lo bakal dihukum lagi dong?"

"Tenang aja, satpam sekolah pak Ujang baik sama gue, karena pdkt-nya sama mbak Surti berhasil, hasil gue comblangin." jawab ku dengan bangganya.

"Ohh iya Wil, nanti malam kita jalan yah, semacam kencan ganda gitu."

"Emang Raka mau?" kini wajah Wilda kembali datar.

"Pastilah, kan dia yang ngajak."

Aku menelan saliva, Raka saja bahkan belum tahu kalau aku pacaran sama Marvin. Jadi mana mungkin.

"Maaf Wil karena berbohong!" batinku sambil berusaha memaksakan senyum. Aku hanya tak ingin Wilda semakin terpuruk.

🍁🍁🍁

Aku dan Marvin lari tergesah-gesah di koridor sekolah setelah mendapat izin dari pak Ujang. Benar saja, kini pak Ujang tidak lagi marah-marah gak jelas kalau aku terlambat. Kekuatan cinta memang luar biasa.

Untungnya guru yang mengajar di kelas kami saat itu sedang rapat dengan kepala sekolah. Sehingga aku dan Marvin bisa masuk kelas dengan leluasa tanpa harus diintrogasi dulu.

Aku melirik kearah Raka yang kini tengah membaca buku.

"Dasar manusia batu!" yap, itu kekesalanku yang tak bisa lagi kutahan.

Raka mendongak karena umpatanku barusan. Sepertinya dia sadar kalau aku berkata begitu untuknya.

"Nanti kita makan bareng ke kantin, ada yang mau gue omongin!" ucapku saat tak sengaja mata kami saling bersirobok.

Raka sama sekali tak memberikan jawaban, dia malah fokus kembali membaca buku. Aku membuang nafas berat karenanya.

Disaat yang bersamaan pak Hendra datang untuk memulai pelajaran, membuatku batal untuk berdiri menghampiri meja Raka.

"Kita tepat waktu Olin, untung kita sudah di kelas guru baru datang." Marvin berbisik kepadaku setelah mengeluarkan buku dari dalam tasnya.

To My YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang