Word Count: 2272
"Eh? Ini baju siapa, bu?" Aku berseru sambil memegang sweater ungu pastel dan menunjukkannya kepada ibu.
Ibu sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk dan berkata padaku dengan tidak menoleh sama sekali, "Entahlah. Alvis yang mendapatkannya."
Aku mengerutkan alisku dan memandang sweater itu lagi. Semakin berjalannya hari, Alvis makin mencurigakan. Entah apakah memang itu sifatnya atau memang dia menyembunyikan sesuatu.
"Aku tahu dia aneh. Memang seperti itu dia. Pakailah bajunya nanti kamu kedinginan," Ujar ibuku menyadarkanku dari lamunanku.
Aku segera memakai sweater ungu itu. Ukurannya lebih besar dari tubuhku. Aku kelihatan sangat kecil di dalam baju ini. Ya, tubuhku memang kecil. Tapi memakai sweater ini aku seperti anak ayam memakai jubah superman.
"Ibu, ini terlalu besar," aku berkata sambil melebarkan tanganku dan menunjukkannya pada ibu.
Ibuku menyeringai sesaat setelah melihatnya. Dia menghampiriku dan menepuk puncak kepalaku.
"Pakai saja, kau terlihat imut di dalamnya," ujarnya.
Aku merasa kehangatan naik ke pipiku. Ibuku hanya tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan punggung tangannya.
"Sudahlah, ayo sarapan," ibu menepuk bahuku sambil mengajakku untuk sarapan.
Kami melewati lorong kamar dan menuju ke dapur. Aroma manis sudah mengisi setiap sudut rumah. Sudah lama sekali aku tidak makan makanan selain sayuran. Membayangkannya saja sudah membuatku lapar!
"Ya, aku sih melaksanakan saja. Kalau kamu ternyata akan menikah kan aku juga akan senang."
Seorang laki laki dewasa berambut hitam duduk di meja makan sambil memegang cangkir teh di tangan kanannya. Dia memiliki mata hijau terang yang sangat tajam. Dia tampak berbicara dengan Alvis walaupun terlihat seperti mengancam Alvis dengan tampangnya.
"Kau?! Kau masih hidup?!" Ibuku membentak sambil menunjuk orang itu.
"Bukankah aku yang seharusnya bertanya seperti itu?" Pria itu menjawab dengan meledek.
"Lupakan. Apa yang kau lakukan disini?"
"Tanyalah Alvis. Dia yang mengganggu tidurku untuk hal yang tidak penting," Pria itu menyeruput tehnya lagi.
Ibu meluncurkan tatapan tajam ke Alvis yang masih syok karena pria itu melontarkan semua tanggung jawabnya padanya.
"Ermm.. aku memanggil Darren kesini untuk meminta tolong kepadanya agar membawakan baju untukmu dan Lucie," jawab Alvis gelagapan.
"Kenapa harus dia?!"
"Karena dia punya banyak koneksi. Ayolah, kalian kan teman dulu," Alvis membela dirinya.
"Siapa yang ingin menjadi temannya," Darren menjawab dengan enteng sambil mengamati cangkir tehnya.
Ibuku menghadapnya sambil mengepalkan tangannya dan berkata, "Kau ini--"
Dan dengan itupun perang dimulai.
"Psstt!" Seseorang memanggilku dari sisi kiri dapur.
Joann sedang menata buah buahan di atas pancake yang telah ia buat. Di meja dapurpun terlihat sudah ada beberapa pancake ber topping blueberry dan madu. Dia melambaikan tangannya seolah memberi sinyal kepadaku agar menghampirinya.
Yah, daripada mengorbankan telingaku.
"Wah, pancake nya terlihat enak sekali," pujiku sebelum menjilat bibir bagian bawahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strangled to Life
FantasyFantasi x Aksi/Laga Lucie merupakan seorang gadis kecil yang dikurung selama hidupnya oleh sebuah organisasi. Selama ini dia menganggap siksaan yang dilakukan kepadanya merupakan hal yang wajar. Tidak setelah dia berhasil kabur bersama ibunya. Dia...