Sudah terlanjur basah, ya, mending mandi sekalian. Begitulah kira-kira Diana menggambarkan kondisinya saat ini. Ia terlanjur tak bisa menghindari Juna, jadi ia memutuskan untuk menikmati─tunggu bukan menikmati tapi membiasakan diri-untuk berinteraksi dengan Juna. Diana tak mau karena konflik personalnya lantas acara sekolahnya nanti jadi terganggu.
"Mau minum apa?" tanya Juna begitu keduanya tiba di coffee shop milik Juna. Padahal Diana sudah bersumpah untuk tidak mau datang ke sini lagi, tapi justru orang yang membuatnya bersumpahlah yang membawa Diana datang kembali.
"Apa aja. Bisa saya duduk duluan?" tanya Diana balik dan Juna mengangguk mempersilakan. Membiarkan gadis itu memilih kursinya sendiri.
Langkah Diana langsung menuju ke meja kosong di sudut ruangan. Membuang dirinya di atas kursi, Diana menghela napas pelan dan menundukkan kepalanya dengan mata terpejam. Kenapa dari sekian banyak orang yang punya nama Arjuna Kaisar harus dia sih orangnya? Diana masih saja belum bisa menerima hal itu.
"Saya nggak tahu selera kamu jadi saya buatkan minuman seperti pesananmu waktu itu."
Suara gelas yang diletakkan di atas meja, ditambah dengan suara berat Juna yang masuk ke indera pendengarannya membuat Diana mendongakkan kepala dan membuka mata menatap pria yang kini telah berdiri di hadapannya. Dia masih ingat minuman yang kupesan? gumam Diana dalam hati. Padahal sudah cukup lama waktu berlalu dari kali terakhir Diana ke tempat ini.
Diana menyandarkan punggungnya ke belakang kursi. Sambil melipat tangannya di depan dada, Diana tak melepaskan pandangannya dari Juna yang tengah mengatur letak gelas minum juga laptopnya di atas meja. "Kamu kenapa bisa tahu nama saya? Kayaknya saya belum menghubungi kamu, deh," ujar Diana.
Diana belum pikun. Diana ingat betul kalau ia memang belum menghubungi pria itu untuk memperkenalkan dirinya. Lalu jika bukan dari Diana sendiri, maka pria itu mengetahui identitas Diana dari mana? Hal itulah yang membuat Diana jadi penasaran.
Juna menarik kursi di hadapan Diana untuk kemudian dia duduki. "Itu namanya jodoh. Tanpa kamu hubungi saya duluan kita sudah saling terhubung."
Diana memutar bola matanya malas. Ditanya apa jawabnya malah yang lain, keluhnya dalam hati. "Mana ada jodoh segampang itu," cibir Diana sambil mengambil segelas ice avocado coffee miliknya dan mulai menyesapnya.
"Justru karena jodoh makanya dimudahkan, kalau sulit, ya, berarti bukan jodoh. Kenapa? Pernah menjalani hubungan yang rumit?"
Diana refleks berhenti menyesap minumannya. Cairan yang telah masuk ke dalam mulutnya tertahan selama sekian detik seiring dengan tatapan mata Diana yang perlahan menyejajarkan pandangannya dengan Juna.
Selama beberapa detik Diana terlena oleh dua bola mata hitam pekat itu. Lalu saat akhirnya Diana kembali tersadar, ia langsung menelan minumannya yang tertahan di rongga mulut dan kembali meletakkan gelasnya di meja. "Jadi, apa yang mau dibahas sama saya?" tanyanya balik tanpa mengindahkan pertanyaan Juna sebelumnya.
Juna tersenyum tipis. Ia kemudian membuka file dalam laptopnya yang memang sudah Juna persiapkan sebelumnya. Setelah file itu terbuka, Juna pun memutar laptopnya menghadap Diana.
"Ini file presentasi untuk materi seminar di sekolah kamu nanti. Jujur saya baru pertama mengisi seminar di sekolah. Saya lebih sering mengisi acara di kampus atau perusahaan. Mungkin bisa kamu lihat apa tampilan presentasinya apakah sudah cukup pas untuk anak SMA?"
![](https://img.wattpad.com/cover/227990936-288-k822697.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVERSITY [PROSES CETAK]
Roman d'amour[Sebagian part tidak lengkap karena dalam proses penerbitan] Seumur hidup Juna, baru pertama kalinya dia melihat cewek makan roti sama kertas-kertasnya, dan seumur hidup Diana, baru pertama kali dia bertemu cowok yang memgomentari cara duduknya. Sik...