Tatiana. Begitu nama yang tertera pada tanda pengenal yang menggantung di lehernya. Sejak atasannya memberi perintah untuk menjemput seseorang di bandara, dia tidak berhenti menggerutu. Dia sama sekali bukan wanita penggerutu, tetapi hari ini berbeda. Dia melakukannya terus-menerus sampai kerongkongannya sakit. Dari banyaknya karyawan di bawah pria itu, kenapa harus dia yang menjemput? Setidaknya begitu pertanyaan yang terus berkumandang di kepalanya.
Tiana tidak siap, bahkan tidak akan pernah siap bertemu dengan orang itu lagi. Tidak setelah apa yang Tiana lakukan telah melukai perasaannya. Hari ini mereka akan bertemu, setelah satu tahun tidak bertemu, tanpa ada saling berbagi kabar. Tiana melewati masa-masa yang berat dan penuh penyesalan.
Jantungnya berdebar kencang sampai suaranya memenuhi telinga. Jelas itu bukan karena dia menantikan pertemuan dengannya, tetapi karena tidak tahu bagaimana harus bersikap, apakah seakrab seperti kejadian itu tidak pernah terjadi, atau seperti dua orang yang tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Dua-duanya akan terasa sangat canggung. Tiana sudah begitu frustrasi memikirkan menemui satu orang saja.
Namun, yang datang adalah dua orang. Yang satu adalah seseorang yang sudah memorakporandakan perasaannya satu tahun lalu, dan yang satu lagi adalah seseorang yang menjadi bukti bahwa dirinya sudah tergantikan. Kalau boleh, Tiana tidak perlu mengenal wanita yang datang bersama pria itu.
Sayangnya, ini adalah situasi yang membuatnya tidak lagi bisa melangkah mundur. Bahkan Tiana begitu tegar menghadirkan senyum yang manis di wajahnya.
"Senang bertemu denganmu, aku Tiana." Ya, Tiana memperkenalkan dirinya lebih dulu setelah satu obrolan canggung bersama pria yang seharusnya dijemput hari ini.
Tiana enggan sebenarnya, tetapi otaknya bagaikan kehilangan kendali setelah melihat senyum pria itu lagi. Uluran tangan Tiana seolah-olah sedang berharap agar segera dijabat oleh wanita yang kehadirannya tidak cukup membuatnya senang.
"Halo, Tiana, aku Jihan Amira. Panggil saja Jihan. Adrian pernah bercerita tentangmu, aku yakin kita akan bekerja sama dengan baik." Wanita itu tidak hanya memiliki paras yang menawan, tetapi juga punya kulit yang begitu halus.
Selama ini Tiana selalu bangga dengan hidung bangirnya, tetapi bentuk hidung wanita di hadapannya membuatnya minder. Ini bukan saatnya untuk mengagumi fisik orang lain, tetapi tidak akan ada yang bisa berpaling dari matanya yang berkilau.
Tiana benar-benar kacau begitu melihat tangan si pria merangkul bahu Jihan dengan posesif. Tubuh mereka bersisian tanpa canggung. Bahu mereka menempel seperti dua magnet yang menyatu. Padahal Tiana ingat, dulu tidak pernah merasa tenang berdekatan dengan pria itu. Sekarang, setelah menyadari kalau ia juga menyukai Adrian, rasa ingin berdekatan dengan pria itu makin besar. Seharusnya dia yang berada di posisi wanita itu sekarang.
Sekali lagi, Tiana tertampar oleh fakta bahwa semuanya sudah terlambat. Mungkin terlalu cepat menyimpulkan, tetapi ia tahu Adrian tidak akan sembarangan berdekatan dengan wanita jika bukan siapa-siapanya.
Cukup sudah, Tiana harus segera mengakhiri situasi ini. Setelah tiba di kantor, ia berjanji akan menghindari mereka, tidak akan pernah terlibat dalam urusan apa pun juga dengan mereka.
Dia berdeham, menyingkirkan kecanggungan yang dia rasakan sendiri. "Ayo, kita harus segera kembali ke kantor."
Tiana tidak menunggu mereka dan melangkah lebih dulu. Ia bahkan tidak repot-repot memeriksa apakah mereka langsung mengikutinya atau tidak.
Setibanya di parkiran, Tiana membuka bagasi belakang mobil dan menunggu mereka memasukkan barang-barang. Ia terlalu sibuk memperhatikan bagaimana Adrian membantu Jihan mengangkat koper yang berat, sampai-sampai tidak sedikit pun muncul niat untuk membantu. Mereka membicarakan sesuatu dengan suara pelan, hingga kemudian tertawa bersama. Mereka bertiga bahkan belum berada di mobil, tetapi Tiana sudah merasa tertekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
After (I Love You)
ChickLit[Buku kedua dari Before (I Love You)] [Before (I Love You) bisa dibaca di Cabaca.id] Adrian kembali, tetapi tidak sendirian. Ada seorang wanita yang datang bersamanya, Jihan. Satu tahun mungkin waktu yang lebih dari cukup untuk pria itu melupakan Ti...