Sudah 2 jam yang lalu Tiesa baru saja pulang dari kegiatannya bersama Zayn untuk berkeliling kampus dan itu sangat melelahkan. Bagaimana tidak? Setelah selesai makan di restoran, Zayn meminta Tiesa untuk bercerita tentang semua hal-hal yang ada di Perth ketika mereka dalam perjalanan kembali ke kampus. Ya, ia tetap mengajak Tiesa pergi kesana untuk menjelaskan ruangan dan fasilitas yang ada di University of Perth, meskipun hujan belum berhenti.
Mengingatnya, membuat Tiesa jengkel sembari mengusap-usap cepat rambutnya yang masih basah dengan handuk yang kini berada di atas kepalanya.
“Tiesa? Darimana saja seharian?” Tanya seseorang tiba-tiba yang membuat Tiesa terkejut.
“Irish, bisa tidak untuk mengetuk pintu terlebih dahulu?” Sungut Tiesa kesal.
“Darimana saja seharian?” Ulangnya lagi tanpa mengubah nada bicaranya. Tiesa berdecak dan memilih tidak menjawab pertanyaan Irish.
Irish mendengus kesal seraya menghampiri Tiesa dan duduk di sebelahnya. “Kenapa?”
“Irish, kau tahu, aku bertemu dengannya lagi.” Ungkap Tiesa to the point, membuat Irish mengernyit tak mengerti. Hampir saja membuka mulut untuk bertanya, Tiesa melanjutkan, “Orang yang mobilnya aku tabrak di depan Ellie’s Cafe waktu itu. Ingat tidak? Aku bertemu dengannya di kampus. Dia akan menjadi salah satu dosen seni rupa di kampus kita, kau tahu?”
“Lalu?” tanya Irish meminta Tiesa untuk melanjutkan.
“Dan... Aku diminta Mr. Troy –yang diwakili Mr. Fred untuk mendampinginya selama mengajar disini. Bisa dikatakan aku akan menjadi asisten/partner-nya. Alasan mengapa aku dipanggil Mr. Fred ke ruangannya.”
“Lalu? Apa masalahnya?” respon Irish datar. Sepertinya ia tidak begitu menganggap hal itu merupakan hal yang besar.
Mendengar respon Irish yang biasa-biasa saja, membuat Tiesa mengepalkan tangannya gemas, “Itu berarti, aku akan bertemu dengannya setiap hari. Itu sama saja aku tidak bisa melarikan diri darinya. Apalagi, Mr. Fred memberikan nomor ponselku dan juga ayah yang dapat dihubungi pihak kampus pada dosen itu, Irish!” terang Tiesa penuh kekesalan, membuat Irish mengulum bibirnya menahan tawa.
“Poor you,Tiesa.” Kata Irish dengan nada mengejek yang terdengar menjengkelkan di telinga Tiesa. “Tapi, kenapa kau baru saja pulang? Bukankah kau dipanggil Mr. Fred ketika kita baru saja datang ke kampus tadi pagi? Kemana saja seharian?” Cecar Irish yang baru ingat akan pertanyaannya pada awal ia memasuki kamar Tiesa. Matanya menyipit menatap Tiesa.
“Mr. Fred memintaku untuk menemuinya dan ternyata dosen itu memintaku untuk menemaninya kemanapun ia pergi dengan alasan ia adalah orang baru disini dan ia tidak mau tersesat. Menyebalkan sekali!”
Mata Irish semakin menatap tajam Tiesa berusaha mencari kebohongan di mata Tiesa, namun disana tidak ditemukannya kebohongan itu, “Baik, aku percaya padamu.” Ucapnya kemudian seraya menjauhkan wajahnya dari wajah Tiesa.
Tiesa yang mendengarnya hanya memutar mata malas, “Tentu saja, kau harus percaya.”
Irish hanya mengedikkan bahunya acuh, namun tiba-tiba bibirnya tersenyum menyeringai dan ia menoleh pada Tiesa yang sedang menatapnya aneh, “Mendengar ceritamu dan menurut pemikiranku sendiri, aku yakin kau tidak akan berhasil menjalankan niatanmu untuk kabur.
***
Zayn menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur sambil memejamkan mata. Sudah sekitar 9 hari ini, ia menempati sebuah apartemen mewah di kawasan Howard St., meninggalkan keluarganya di California, sementara. Jadwalnya akan dimulai besok, menjadi dosen seni rupa sementara di University of Perth. Membosankan dan menyenangkan memang selalu satu paket ketika ia menjadi dosen.
KAMU SEDANG MEMBACA
●Me & My Partner●
Fanfic"We don't make mistakes, and we just happy little accidents. Right?" "No." "What do you mean?" "You'll know it. Later." Created by Nimas Mardhatilla © 2014