Chapter 2 : kejanggalan

10 0 0
                                    

Garis polisi berwarna kuning nampak mengitari rumah Fauzan.
Pancaran Sinar Merah dan biru berkerlip dari sirine mobil polisi dan Ambulans.

Tubuh Kaku Fauzan dibawa kedalam mobil ambulans menggunakan tandu.

Gua dan 4 teman Gua menatap jenazah Fauzan yang entah dibawa kemana.
Mata gua menerawang keadaan sekitar, Orang orang masih berkerumun. Banyak dari mereka menyayangkan kematian Fauzan.

"Tam Gua bantu tenangin tante Nia dulu.." izin Erpan disusul Fahri dan Boweng.
Gua ngangguk tanpa kata, mulut ini terus mengigit kuku tanda berpikir.

Apa alasan Dia melakukan bunuh diri? Karena masalah kemarin? Nggak mungkin akh.
Aryo berhasil membuyarkan lamunan ketika ia menepuk bahu Gua.

"Apa yang sekarang Luh pikirin Tam?" Gua masih diam dengan tatapan kosong sambil mempertahankan posisi berdiri menggigit kuku.

"Entah, gua ngerasa mati otak. Gak bisa berpikir apa apa..."

Jujur, jika emang Fauzan bunuh diri karena masalah kemarin Gua akan benar benar Merasa bersalah banget.
Coba deh pikir, jika karena Hal itu, pasti dia akan bunuh diri jauh jauh hari. Lha kenapa baru sekarang?

Gua yakin ini ada yang janggal, Pasti.
Eh bentar, di dalam rumah masih ada polisi kan?
Gua hendak masuk ke rumah Fauzan, namun sosok yang dicari muncul keluar.

Gua dan Aryo mendekati pak Imam, itu tertulis di seragam coklatnya.
"Permisi pak?" Tanya Gua. Seketika polisi itu menghentikan laju kakinya saat Gua dan Aryo menghampirinya.

"Iya mas?"

"Apa anda menemukan sesuatu didalam sana?"

Polisi itu menggeleng. "Kami sudah melakukan olah TKP namun tidak menemukan tanda tanda yang mencurigakan." Ujarnya. Gua diam.

"Trus jenazah Fauzan dibawa kemana?" Aryo bertanya tiba tiba.

"Jenazah beliau kami bawa untuk kepentingan Autopsi, dan penyelidikan ini akan terus berlanjut untuk memastikan apakah ini murni kasus bunuh diri atau ada yang main main.."

Main main? Maksudnya?

"Maksud bapak?"

"Jika kalian menemukan hal mencurigakan bisa hubungi saya..." Beliau merogoh saku celana dan mengeluarkan secarik kertas.

"Di kartu ini ada nomor telpon saya, kalian bisa hubungi no ini jika ada sesuatu yang terjadi."

Tunggu Kenapa beliau tidak menjawab pertanyaan Gua? Dan kenapa dia malah memberikan kartu nama? Apakah dia berpikir ada sesuatu yang akan terjadi? Kenapa...

"Kalau begitu saya permisi dulu..um siapa diantara kalian yang bernama Tambun?"

Wait? Kenapa dia nanyain nama gua?

"Saya pak!." Reaksi beliau cukup mencurigakan. Pak Imam lekat menatap Gua. Lalu tersenyum.

"Baiklah mas, saya permisi dulu." Polisi itu berlalu meninggalkan sejuta pertanyaan di benak Gua. Mungkin juga Aryo.

"Luh liat tatapannya?" Gua ngelirik Aryo, pemuda itu mengangguk.
Ada apa? Baiklah itu nggak penting. Sekarang gua harus masuk dan ikut menenangkan Tante Nia yang shock luar biasa.

Malam itu, menjadi waktu terkelam dalam hidup Gua.
Hening malam yang biasa kami bunuh dengan tawa para budak Kamvret kini akan menghilang.

Mungkin setelah ini, tidak akan ada lagi tawa seperti dulu. Untuk Fauzan, yang tenang disana. Gua udah maafin loh koq. :)

*****

Tok..tok..tok..

Ketukan pintu menyadarkan Gua dari mimpi, Siapa yang mengetuk pagi pagi begini?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Teror : Misteri Kematian FauzanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang