"Kenapa pake macet, sih? Sialan, bisa telat gue, nih." Rutuk Nadya.
Nadya melihat jam yang melingkar di tangannya. Sekarang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Bagaimana mungkin dia bisa sampai ke sekolah nya sebelum pukul setengah delapan kalau keadaannya macet parah seperti ini.
Gadis yang memakai ikat rambut berwarna pink itu tak henti-hentinya mengumpat. Tangannya terus-menerus membunyikan klakson mobil.
Berharap macet ini akan segera berakhir, tapi hasilnya nihil. Tidak ada satu kendaraanpun yang bergerak.
Ya Allah, dosa apa Nadya sampai dihadapkan dengan situasi yang seperti ini.
Setelah sekitar lima menit menunggu, perlahan-lahan seluruh kendaraan mulai melaju.
Nadya yang sudah tidak sabar lagi langsung mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Sambil shalawatan dalam hati agar tidak terjadi apa-apa.
Walaupun Nadya tidak memakai hijab, belum terlalu paham agama, tapi dia tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu. Walaupun hijab dan shalat lima waktu sama-sama kewajiban.
Bisa dibilang Nadya bukan perempuan baik-baik. Dia masih berani menjalani hubungan haram, yaitu pacaran. Berani bersentuhan dengan yang bukan mahramnya.
Apalagi teman Nadya hampir kebanyakan laki-laki. Pernah waktu itu, teman laki-lakinya merangkul Nadya di depan umum, tapi dia tidak marah. Ketika ada yang menegur, dengan mudahnya Nadya mengatakan bahwa dia cuma teman.
Memang benar, tapi tetap berdosa, bukan? Karena belum ada ikatan halal diantara mereka.
----------------------------***--------------------------
Suara ketukan pintu yang dibuat oleh Nadya membuat ibu Risa menoleh kearahnya.
"Masuk."
Nadya menunduk sepanjang perjalanan menuju ke arah bu Risa. Ia tidak berani mengangkat kepalanya. Karena bu Risa adalah guru terkiller sepanjang masa kejayaan SMP N 39 Medan.
"Kenapa kamu telat?" Tanya bu Risa dengan nada yang masih biasa saja.
Nadya menarik napas dalam-dalam. "Iya, bu, maaf, tadi macet total di jalan."
Bu Risa hanya menghela nafas. "Ya sudah, nih, kertas ujianmu, cepat sana kerjakan."
Nadya mengangguk. "Baik, bu, terima kasih."
Gadis itu mulai membaca soal dan mengerjakannya. Lembar pertama dijawab dengan mudah. Lembar kedua masih tidak ada kesulitan. Sampai dilembar terakhir, Nadya mengerjakannya tanpa ada keraguan.
Karena Nadya adalah murid yang paling pintar di kelas, bahkan di sekolah, jadi tak heran kalau gadis itu dengan mudah menjawab soal-soal itu. Nadya memegang juara umum selama dua tahun berturut-turut.
Sebenarnya Nadya itu bisa dibilang gadis sempurna. Bagaimana tidak, mempunyai paras yang cantik, pintar, rajin sedekah, lemah lembut, wah, perfect, deh. Tapi, masih ada satu kekurangannya, Nadya masih mengumbar-umbar auratnya.
----------------------------***--------------------------
"Wey, bangun-bangun, udah waktunya tahajjud, nih," ucap Rakra sambil menepuk pelan kaki teman-temannya agar terbangun.
Sekarang sudah pukul tiga pagi. Itu artinya mereka akan menjalankan rutinitas ibadah tahajjud seperti yang mereka lakukan setiap hari.
Begitulah enaknya tinggal di pesantren, selalu ada yang mengingatkan untuk beribadah.
Tapi, nggak enaknya lebih banyak, sih. Contohnya, mereka tidak boleh menggunakan handphone setiap waktu, kalau anak jaman sekarang paling nggak bisa jauh dari handphone, begitu, kan?
Menurut Rakra, itu bukan jadi masalah, sebab ummi dan abinya sudah membiasakannya untuk mondok. Ala bisa karena biasa.
"Rak, selesai shalat dengerin gue muraja'ah, ya?" Pinta Fikri, teman Rakra sedari kecil.
Rakra mengacungkan jempol. "Okey ,Fik."
Para santri sudah berkumpul di dalam masjid. Bersiap untuk melakukan ibadah shalat malam yang paling istimewa.
Mereka sibuk dengan doa masing-masing. Karena, katanya ketika kita berdoa di waktu shalat tahajjud itu besar kemungkinan terkabulnya doa-doa.
Termasuk Rakra, dia meminta agar segera dipertemukan dengan jodohnya. Di usianya yang ke 22 tahun ini, ia merasa bahwa ia sudah siap untuk membangun rumah tangga. Memang niatnya dari dulu adalah menikah muda. Tapi, kalau jodohnya belum ada, dia bisa apa.
----------------------------***--------------------------
Nadya melihat sekeliling lapangan sekolah, berusaha mencari temannya yang paling centil.
Seorang gadis dengan rambut ikal yang terurai, mencuri perhatiannya.
"Nah, itu dia." Senyum Nadya mengembang. "Woy, Clara!"
Gadis yang bernama Clara itu menoleh, "Akhirnya, Nad, lo darimana aja, sih? Capek gue nungguin dari tadi. Tau nggak, gue udah laper banget ini."
Nadya nyengir, menunjukkan deretan giginya yang tersusun rapi. "Hehe, sorry, gue abis dari toilet. Hayuklah, mau makan di mana? Mall? Atau warung biasa aja?"
"Mall ajalah sekalian cuci mata. Eh, btw si Rizza mana? Dia nggak mau ikut?"
"Oh, gue lupa ngasih tau lo, dia nggak bisa ikut karena harus nemenin adiknya ke rumah sakit."
Raut wajah clara berubah sedih, "Hmm, adiknya belum sembuh juga, ya?"
Nadya hanya menggeleng. "Udah, yuk pergi, ntar kesorean kita pulang".
Kedua gadis itu berjalan menuju parkiran mobil yang berada di lapangan belakang sekolah.
"Nad, ntar lo mau lanjut SMA mana?" Tanya Clara yang tengah fokus memngemudi mobil.
"Masuk pesantren seru kali ya, Ra!" Jawab Nadya asal sambil sedikit tertawa.
"Orang kaya lo masuk pesantren yang ada nyusahin ustadz di situ aja, sih, tiap hari kabur mulu pasti." Celetuk Clara.
----------------------------***--------------------------
"Assalamu'alaikum, ustadz." Ucap seorang ibu-ibu yang berpakaian syar'i.
"Wa'alaikumussalam, eh, bu Salma. Mau ketemu sama nak Rakra ya?"
"Betul, Ustadz." Ummi Rakra tersenyum simpul.
"Baik, mohon tunggu sebentar ya, bu."
Ummi Rakra duduk di kursi yang di sediakan oleh pihak asrama untuk keluarga atau kerabat yang mau melihat anak atau saudara mereka.
"Ummi? Ma syaa Allah, ummi sendirian ke sini? Abi mana?" Ucap Rakra sambil mencium tangan ibunya.
Senyum di bibir Ummi Rakra mengembang. "Abi lagi ngobrol, tuh, sama temennya di depan. Kamu sehat kan, nak?"
"Alhamdulillah, sehat ummi. Ma syaa Allah, Rakra rindu banget sama ummi." Rakra tidak melepas genggaman tangannya dari sosok orang yang sangat ia sayangi.
"Ummi juga rindu sama nak Rakra." Ummi Rakra menatap lekat-lekat mata anak kandungnya itu.
Raut wajah Rakra tiba-tiba berubah serius. "Ummi, boleh nggak Rakra bicara sesuatu?"
"Apa itu, nak?" Tanya sang ibu antusias.
"Kalau misalnya Rakra mau nikah muda, ummi bakal izinin nggak?"
----------------------------***--------------------------
Assalamu'alaikum...
Semoga suka sama cerita aku yaaa
Dan ambil yang baik buang yang burukSyukron yang sudah mampir :)
..
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Dia, & Doa
Non-Fiction[BASED ON TRUE STORY] "Aku percaya kalau tujuan Allah hadirkan seseorang ke hidup kita itu cuma dua, kalau bukan kita yang merubah dia, maka dialah yang akan merubah kita. Terima kasih, Rakra, sudah mengubah hidupku dan aku menjadi lebih baik lagi...