Bagian 1

68 3 3
                                    

Entah hari apa itu, aku tidak ingat. Silau. Terik matahari bersama semilir angin menerpa wajahku. Membuatku mengerjapkan mata. Aku yakin pemandangan di depanku mampu membuat semua orang takjub. Danau dengan air biru kehijauan sebening kaca. Bebatuan dan ikan-ikan kecil yang berkejaran tampak jelas di dasarnya.  Deretan perahu sampan tertambat di tepinya. Serta barisan rapat pepohonan dan perdu hijau mengungkung kami. Cerah dan menyegarkan. Eksotis.

Aku merasa seperti baru saja terlempar ke suatu kombinasi ruang dan waktu antah berantah dalam ingatanku. Semua terlihat sangat indah hingga terasa tidak nyata. Fana.

Tiba-tiba seseorang menarikku dari angan. Ternyata si Maul. Sahabatku sejak setahun yang lalu itu mengajak naik ke salah satu sampan. Kuiyakan saja ajakannya. Mungkin saja aku hanya melamun, pikirku santai. Kuabaikan perasaan aneh itu. Aku, Maul, dan seorang teman yang lain pun naik ke sampan secara bergantian.

Kupandangi satu persatu wajah yang berada di dekatku. Ternyata mereka kawan-kawanku semasa kuliah. Setelah kuperhatikan lagi, kami semua berada dalam satu organisasi yang sama.  Beberapa kelompok anak tiga-tiga sudah naik ke sampan dan mulai mendayung ke tengah. Ada pula gerombolan lelaki yang tidak tertarik bermain air dan memilih mengistirahatkan badan di tepian sembari menjaga tumpukan ransel.

Di antara mereka, ada yang menarik perhatianku. Siapa lagi kalau bukan dia. Kak Aidan, pria yang dengan sialnya menjadi labuhan hatiku, yang sampai kini masih selalu kuingkari.

Maul sampai menjawil tanganku agar mulai mendayung bersamaan agar sampan kami tidak oleng. Kubalas dengan cengiran kuda andalanku dan mengikuti perintahnya. Tapi tetap saja, sudut mataku masih merekam pria itu.

Anehnya, dalam keindahan itu aku merasakan aura suram dari sampan Kak Aidan. Ya, aku memang indigo, dan baru ketahuan 7 tahun yang lalu. Aku melihat sosok lelaki yang sama sekali tak kukenali berada di antara Kak Aidan dan temannya, Kak Ilham, dalam sampan mereka. Sudah kuobrak abrik laci memoriku, tapi tetap saja tidak ketemu. Sosok itu berambut hitam kusut masai yang menutup sebagian besar mukanya, menjuntai hingga bahunya, dan hanya memperlihatkan bibir gelap yang pecah-pecah dengan kulit pucat. Ia memakai kaus hitam polos, topi coklat lusuh, dan celana jins kumal.

Yang lebih aneh lagi adalah dia memegang dua dayung, sementara Kak Aidan dan temannya masing-masing sudah memegang satu. Padahal tiap sampan hanya disediakan dua dayung, begitu penjelasan bapak penyewa sampan tadi.

Aku yang merasa ganjil terus saja memperhatikan. Dan benar saja, terjadi hal tidak wajar selanjutnya. Sosok itu hanya mengarahkan kedua dayungnya itu ke sisi Kak Aidan saja. Tak berapa lama, sampan mereka pun oleng. Cepat sekali prosesnya. "Awas Dan, dayungnya pelan pelan saa...!!!" Teriakan Kak Ilham menarik perhatian semua orang. Belum selesai kalimatnya terucap, terdengar deburan air. BYUR! Sampan mereka pun terbalik. Ada momen hening sejenak dimana semuanya terkesima, dan baru semenit kemudian ada suara deburan air lagi dari arah tepi danau.

Teman-teman yang hanya duduk-duduk di tepi sangat siaga. Empat orang diantaranya langsung sigap melepas sepatu dam berenang menghampiri mereka. Tidak perlu waktu lama, berdua-dua, mereka menarik Kak Aidan dan Kak Ilham ke tepian. Teman yang lain berseru-seru mengajak kami yang berada di sampan untuk tetap tenang dan mulai mendayung ke tepi. Bapak penyewa sampan entah pergi kemana. Luput dari pengawasanku.

Walaupun kedua lelaki itu sudah diselamatkan, degup jantungku tidak lantas tenang. 'Kemana sosok aneh itu tadi? Kenapa tidak ikut diselamatkan?' batinku. Air yang jernih itu tidak membantuku menemukan sosok lelaki itu.

Lalu aku bertanya pada Maul, "Ul, kamu lihat cowo gondrong ngga tadi di sampan Kak Aidan?"
Maul menatapku dengan heran dan menjawab dengan yakin "Ngga tuh. Di sampan Kak Aidan cuma ada dua orang, dia dan sohibnya, Kak Ilham. Karena cowok yang mau naik sampan cuma mereka berdua, yang lain duduk berjaga."

Melihat raut wajahku yang belum puas, Maul kembali melanjutkan. "Lagipula, dari tadi berangkat sampai sekarang ini, aku tidak melihat ada lelaki gondrong dalam rombongan kita. Kan kemarin semua cowo potong pendek dalam aksi demo, ya kan El?" tanyanya ke Eliza.
"Iya benar Ul, kan yang ikut acara bonding ini cuma yang kemarin ikut aksi, jadi pasti semua rambutnya pendek." jawab Eliza menguatkan.

Masih tidak puas dengan jawaban mereka, kupastikan sekali lagi. "Kalian beneran ga lihat di sampan Kak Aidan ada tiga orang?" Maul menjawab dengan tenang, "Engga kok. Cuma dua. Kamu salah lihat kali Li. Teman-teman yang lain tadi sudah mengolok-olok mereka kayak lagi bulan madu. Masak kamu ga denger Li?"

Aku hanya menggeleng tapi batinku kembali bergolak 'Lalu sosok tadi itu siapa???'

Black NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang