Pukul 5;15 pagi di hari ke-8.
Juan melamun seorang diri di dipan belakang rumah adipati, melihat jauh ke depan kebun teh dan gunung seberang sana. Ia menjaga api yang menyambar - nyambar kayu dengan semangat di perapian.
Letak adipati yang ada tepat di sisi gunung dan atas rawa membuatnya memiliki view eksotis yang memanjakan mata. Rumah kanan kiri lebih jauh, tapi masih terlihat bilik - bilik rumah dengan lampu berwarna oranye. Maklum, daya listriknya saja hanya 5 watt.
Bertigabelas cukup beruntung mendapat rumah dengan pasokan listrik yang lebih baik, lampu dengan daya listrik lebih tinggi, sehingga cukup untuk sekadar memasang lampu yang lebih terang, dan dapat mencharge perlengkapan elektronik mereka, meski harus bergantian.
Pandangan Juan menyapu setiap bilik - bilik rumah yang tersebar dari lereng ke lereng. Jarak yang jauh antar rumah, menyebabkan banyak kebun dan lapangan kosong di sana. Hal itu terlihat indah jika siang atau sore hari, namun nampak menyeramkan saat hari masih gelap.
Rerumputan yang menjorok sana sini, pohon pisang yang mengantungkan dedaunan dan jantungnya yang menjulur, pohon Nanas yang terlihat menusuk dan tanaman lain yang terlihat bisa melahapmu saat malam. Agak ngeri.
Untuk kesekian kalinya, Juan menghela nafas beratnya.
Terduduk seorang diri seperti ini, di lereng gunung yang dingin dengan perapian menyala, membuat pikirannya berlari kesana kemari. Alih - alih merasa tenang, suasana pagi hari yang masih gelap gulita seperti ini terasa mencekam.
Matahari baru akan menyapa terang ketika sudah pukul 7 pagi, jadi masih cukup lama untuk melihat hari yang terang.
Lamunan Juan pun sampai pada beberapa hari lalu, saat Dirga berkata ingin menemuinya pukul 10 malam di tanah kosong depan adipati sana. Tepat di bawah pohon rambutan, yang membuatnya semakin gusar namun juga lega bersamaan.
Flashback
Juan dengan tenang berdiri di bawah pohon rambutan besar hanya dengan flash dari ponselnya. Sesekali melirik ke belakang, di mana adipati berjarak sekitar 100 meter jauhnya. Mereka dihalangi jalan sebesar satu mobil, dan tanah kosong yang dibiarkan tanpa tanaman kecuali pohon besar ini.
Tubuh Juan langsung bereaksi begitu menyadari ada langkah mendekat, matanya sedikit memicing memastikan siapa yang dibawa Dirga bersamanya.
"Reno bisa dipercaya," jelas Dirga mendapati tatapan curiga Juan. Giliran Dirga yang menatap tanya ketika melihat Kalla dengan sarung yang melingkupi tubuhnya menguap dan semakin maju mendekat ke arah mereka. Terlihat sekali tadi anak itu sempat tertidur duduk di kursi kayu bawah pohon.
"Kalla juga bisa dipercaya," ujar Juan. Kalla mengangguk - nganggukan kepalanya.
"Ayo duduk," ajak Juan. Mereka berempat lalu duduk berdempetan di atas kuris kayu.
Beruntung panjang kayu cukup menampung empat tubuh jangkung itu duduk berjejer. Dimulai dari Reno, Dirga, Juan dan Kalla.
"Lu bilang tahu sesuatu, apa?"
Dirga melirik Juan sekilas lalu membuang pandangan pada beberapa tanaman di depan sana. Catatan, bahwa mereka hanya bermodalkan flash dari ponsel Juan saat itu. Tak ada penerangan lain.
"Kaya apa yang lu bilang, kemungkinan penyusup datang dari kampus gue. Jadi gue meriksa dokument."
Tiga orang lainnya menatap Dirga, termasuk Kalla yang kembali menguap.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTIGABELAS | 47 Days With Them✔ [OPEN PO check IG allyoori]
General Fiction[B E R T I G A B E L A S] ▪︎selesai▪︎ • College but not about collegelife in campus • Semi-baku • Lokal AU 13 orang terpilih dari dua perguruan tinggi berbeda, untuk hidup bersama selama 47 hari kedepan dalam sebuah rumah yang terletak di dusun terp...