Part 1

63 6 29
                                    

Hiroki—Hiro—baru saja putus seminggu yang lalu. Dan semenjak itu ia menjadi sedikit murung. Entah apa yang membuat mantan pacarnya ini spesial dihatinya, yang jelas sekarang, ia sakit hati.

Teruki—Teru—, disisi lain adalah sahabat sejati Hiro yang menemani Hiro bahkan saat mereka berdua masih bayi. Mereka memasuki SD, SMP bahkan SMA yang sama. Intinya dimana ada Teru disitu ada Hiro.

Teru merasa sedih karena sahabatnya yang sangat amat ceria dan pecicilan itu menjadi murung dan lebih banyak menyendiri. Bahkan sudah seminggu ini Hiro menghindarinya. Mungkin karena dulu Teru sempat mewanti-wanti Hiro karena mantannya itu playboy.

Teru sudah mencoba menghubungi Hiro berkali-kali namun panggilannya selalu di-reject. Pesan yang dia kirim tak jarang hanya dibaca atau dibalas singkat. Teru kan jadi sedih:(

Namun.

Malam ini.

Entah pencerahan darimana.

Ia mendapat ide brilian.

(Atau mungkin ide bodoh, entahlah Teru sendiri tidak tau)

Ia akan mengajak Hiro jalan-jalan seharian penuh. ia berjanji untuk membuat Hiro kembali ceria. Cowok Nishizawa itu melihat chatroom nya dengan Hiro. Ia menghela nafas sebentar. Karena tetap saja ia gugup. Hiro benar-benar tidak mau pergi kemanapun selama seminggu ini.

Teru menarik nafas dalam-dalam, lalu ia mengetik nomor yang akan ia hubungi. Teru menggigit bibir bawahnya. Hiro tidak kunjung membalas. Maka pada percobaan telepon yang pertama, Teru gagal.

Ia mencoba lagi, kembali menelpon nomor yang sama. Kali ini, Hiro langsung menolak panggilan telepon Teru.

Apakah Teru menyerah?

Oh tentu tidak. Ia kembali menelepon Hiro. Hiro kembali menolak panggilannya. Dan Teru tetap menelpon Hiro. Akhir panggilannya dibalas Hiro, dengan teriakan berapi-api.

"JANGAN GANGGU GUE NGERTI GAK?"

Hiro baru saja akan menutup panggilan telepon itu, tapi suara Teru menginterupsinya.

"Hiro, dengar. Gue tau lo patah hati atau apalah itu gue tidak tau—"

"Kalau lo hanya akan membahas itu gue—"

"Hiro, ayo kita hang out besok. Agar suasana hati lo menjadi lebih cera—"

"Menurut lo suasana hati gue suram begitu?!!"

Teru jadi ragu, sebenarnya Hiro itu patah hati atau sedang kedatangan bulan sih? Sabar Teru, sabar. Ingat sabar disayang Hiro— eh? Maksudnya Tuhan.

"Bukan itu maksudnya. Tapi, ayolah! Ayo kita keluar bareng, kita lakukan apapun. Makan, karaoke, apa saja! Seperti dulu."Teru menjelaskan langsung ke inti.

Teru terkejut saat ia malah mendengar isakan Hiro.

"Du-- dulu, di.. dia juga.. hiks, sering hiks me-meng-mengajak gue—"

"Eeh? Hiro jangan menangis! Hei! Hei! Baiklah-baiklah, gue hanya akan menyetir dan membawa lo keliling kota. Bagaimana? Urusan kita mau kemana belakangan."

Tangisan Hiro malah semakin kencang. Teru jadi bingung. Apakah rencananya akan gagal?

"Entahlah Teru."Hiro berkata pelan. Teru bahkan hampir tidak mendengarnya.

"Kita coba saja. Seharian penuh bersama gue. Gue jamin lo akan lebih baik!"

Lengang. Hiro tidak berkata apapun. Teru mengecek apakah mereka masih tersambung. Teru menjauhkan ponselnya dari telinganya. Masih. Teleponnya masih tersambung.

"Hiro?"

"Baiklah. Jemput gue pagi besok. Gue ngasih lo dua puluh empat jam penuh."Hiro memutus sambungannya kemudian.

Teru melompat kegirangan dikasurnya.

Dua puluh empat jam. Dan dalam waktu sepanjang sekaligus sesingkat itu, ia berjanji membuat Hiro melupakan si brengsek itu. Teru berjanji.



TBC

Part 2nya gatau mau di publish kapan.
Tapi secepatnya kok. Karena udah setengah jalan~

Paling lambat lusa (tapi gak janji ya)

Diriku sekolah online baru seminggu udah dapet tugas ini-itu huhuhu.

One Day With Teruki [TeRoki]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang