Jaemin dan Renjun telah bertaruh bahwa nyonya Strich akan mengomel perihal keterlambatan mereka saat sampai di gerbang sekolah. Mereka sudah telat dari waktu yang ditentukan dan mantra Yuzicro(*) mungkin sudah menanti di depan mata. Namun Jaemin tidak bisa merasa lebih senang saat menyadari nyonya Strich tidak merasa keberatan, justru lebih menginginkan semua orang untuk segera masuk ke aula karena acara penyambutan awal bulan akan segera dimulai. Di sepanjang jalan, Renjun lantas tidak berhenti menggerutu perihal kekalahannya bertaruh dengan sang teman.
(*) Mantra yang membuat mulut seseorang kepedasan
“Ingat, Renjun, satu kotak penuh permen Flufo(**).” Renjun spontan mengumpat. “Dasar gila.”
(**) Permen yang sangat sangat sangat manis
Jaemin tidak menanggapi lebih lanjut. Pria itu sudah kebal dengan segala pandangan perihal dirinya yang tidak memiliki rasa sedang dalam hal memilih makanan. Jika itu pedas, maka akan sangat pedas. Jika itu pahit, maka akan sangat pahit. Jika itu manis, maka akan sangat manis. Mungkin yang terpikirkan pertama kali adalah pola makan yang buruk, tetapi percayalah, lambung Jaemin telah melewati semuanya dalam enam belas tahun hidupnya.
“Pssst, teman – teman.”
Begitu keduanya sampai di aula, Chenle memanggil mereka untuk segera bergabung bersama yang lain. Semuanya sontak saling sikut saat menyadari Renjun dan Jaemin terlihat baik – baik saja. Jisung bahkan dengan polos mengatakan bahwa mereka tidak mungkin bisa menurunkan ego masing – masing dalam waktu yang singkat. Akan tetapi Renjun berada di sana, mendengar lalu memukul ringan pundak yang termuda. “Yurzyopthius(***) terasa sangat manis di lidah, Jisung.”
(***) Mantra yang membuat seseorang mual dan memuntahkan hewan kecil seperti kadal
“Aih, hyung tidak seru. Apa – apaan mengancam dengan mantra seperti itu?”
Sebelum keduanya semakin larut dalam perdebatan, langit ruang aula tiba - tiba dipenuhi oleh bola cahaya dengan berbagai variasi warna. Bukan tanpa alasan, melainkan sebuah kode yang telah menjadi rahasia umum bahwa seluruh anggota sekolah telah datang dan siap membuka secara resmi kegiatan pembelajaran untuk bulan ini. Tepat setelah cahaya berakhir, panggung bagian depan seketika telah dipenuhi oleh beragam warna bunga mawar yang tengah melayang. Di tengah podium terdapat mimbar kayu besar yang tampak kuno sekaligus elegan. Setiap pahatan yang tertera pada badan kayu merupakan rangkaian sejarah yang telah dilalui oleh para petinggi sekolah Adicty. Di belakang mimbar, masing – masing sisi panggung terdapat kursi khusus yang hanya boleh diduduki oleh para pengajar. Ada yang ukurannya besar, ada yang ukurannya kecil, tergantung seberapa lama pengajar itu telah mengabdi pada sekolah.
Kemudian dalam satu sapuan hilir angin, semua kursi lantas telah terisi penuh. Suara terkesiap para murid kelas satu nyaris mendominasi setiap pertunjukan yang ada. Beberapa kakak kelas bahkan terlihat tidak bisa menahan tawa mereka. Namun, kemunculan semua pengajar dengan senyuman lebar bersama kepala sekolah mereka yang terhormat, tuan Ron Soladova, cukup membuat suasana kembali berubah kondusif.
“Salam anak – anakku tercinta, selamat datang di sekolah sihir Adicty!”
Gemuruh tepuk tangan seketika memenuhi setiap rongga kosong di aula.
Jaemin, masih bertepuk tangan, tidak bisa menyembunyikan kekagumannya setiap kali kalimat pembuka yang dikatakan tuan Ron berhasil menghantarkan perasaan hangat yang sulit diartikan. Ini sudah tahun ketiga ia bersekolah dan pria itu masih tidak habis pikir dengan wajah tuan Ron yang selalu bahagia sekalipun dengan keriput yang perlahan menyelimuti beberapa bagian kulitnya.
“Perkenalkan namaku Ron Soladova, kepala sekolah kalian, lalu dari samping kiri..,”
Jaemin melirik Renjun, memperhatikan bagaimana sahabatnya itu dengan tenang mendengarkan tuan Ron yang memperkenalkan setiap pengajar. Tidak seperti dirinya, sudah mulai jengah karena harus melalui fase ini setiap bulan. Lagi pula Jaemin tidak mengerti, bagaimana para murid tingkat pertama terus bertambah setiap bulannya. Memangnya kastil tua ini dapat menampung semuanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Trigger The Fever [NA JAEMIN]
Teen Fiction"Dan itu dirimu, penyihir dengan tameng kekuatan bola cahaya biru." Atas semua yang bertolak belakang terhadap dirinya, Jaemin justru merasa heran kala mendapati dirinya sendiri sebagai pusat dari semua hal ganjil yang terjadi di sekolah. ✨school li...