Dan benar saja, harga pisau-pisau itu tidaklah begitu mahal. Sangat sesuai dengan kualitas yang dimilikinya, standar. Tapi Zhao Huwang cukup puas, ia senang dengan perhatian dan kehangatan yang ditunjukkan gurunya.
"Setelah ini aku akan mengajakmu ke Pondok Bambu untuk mendaftarkan dirimu sebagai murid resmiku, serta mengambil seragam sekte."
"Iya guru," ucap Zhao Huwang.
Setelahnya mereka beranjak dari tempat itu setelah Liu Huolang menyelesaikan pembayaran.
Sepasang guru dan murid itu kembali berjalan beriringan. Tanpa sengaja mereka kembali bertemu dengan Gu Changyi, pria itu menyapa duluan.
"Siang, kalian hendak kemana?"
"Hn, pondok Bambu," jawab Liu Huolang singkat.
"Siang paman." Zhao Huwang tersenyum menjawab sapaan pria itu.
Mendengar itu Gu Changyi nampak merengut, "Bukankah sudah pernah kukatakan, panggil saja aku kakak."
"Eh? I-iya Changyi gege," ucap Zhao Huwang canggung. Ia lupa bahwa Gu Changyi pernah mengatakan untuk ia memanggilnya dengan sebutan kakak.
"Ck, kau ini."
Liu Huolang jengah dengan sikap sahabatnya itu, tidak pernah berubah dari dulu. Selalu saja bertindak konyol, apa masalahnya dengan sebutan Paman?
Kata Paman tidak lebih buruk daripada Zhao Huwang memanggilnya dengan sebutan Bibi, dan Liu Huolang yakin muridnya itu tidak akan melakukannya.
"Apa ada masalah denganmu hm?" tanya Changyi yang ia tujukan pada Huolang.
"Tentu. Kau ini kekanakan, tidak seharusnya kau mempermasalahkan hal sepele seperti itu."
"Sepele?" ulang Changyi meniru perkataan Huolang.
"Mungkin menurutmu itu sepele, tapi tidak bagiku." tambahnya.
"Ck, terserah kau saja."
"Bagus, itu lebih baik daripada kau terus mengurusi hidupku."
Liu Huolang hanya diam tidak bermaksud memperpanjang masalah, ia sudah sangat mengenal Gu Changyi bahkan sejak mereka masih sama-sama berada dalam gendongan ibu mereka. Jika Liu Huolang terus menanggapinya, maka itu tidak akan pernah selesai dan akan terus berlanjut.
Dari dulu sikapnya masih sama, tidak banyak yang berubah darinya. Tapi entah mengapa Liu Huolang justru nyaman dan tertarik untuk menjadikan Gu Changyi sebagai sahabat. Padahal sifat dan karakter mereka berlainan.
"Huwang'er apa kau tidak jenuh berada disamping pria kaku itu? Lihat saja wajah datarnya, sangat menjengkelkan."
Dalam pertanyaannya tersebut, terlihat jelas bahwa Gu Changyi tengah mengejek Huolang.
"Em, tidak Changyi gege, guru sangat baik." senyum bocah itu merekah.
"Kau yakin tidak dalam paksaan mengatakan itu?"
"Sudah abaikan saja pria gila itu." sahut Liu Huolang membawa muridnya pergi dari situ.
"Hei! Nanti malam aku akan berkunjung ke rumahmu!" teriak Gu Changyi yang masih dapat didengar oleh telinga tajam Liu Huolang.
"Ck, terserah." decaknya.
Zhao Huwang hanya mampu menahan tawa, sudah dari tadi ia merasa geli melihat tingkah gurunya yang terlihat jengah di dekat Gu Changyi.
***
Beberapa saat kemudian mereka tiba di bangunan yang kemarin sempat mereka datangi saat baru saja tiba di sekte.
Liu Huolang membawa Zhao Huwang ke sebuah meja yang terlihat sepi antrian, seorang gadis muda yang terlihat seumuran dengan Liu Huolang lah yang tengah berjaga dibalik meja panjang itu.
"Selamat siang saudara Liu," sapanya ramah yang dibalas anggukan dan senyum tipis dari Liu Huolang.
"Em, dan adik kecil ini bolehkah bibi tau siapa namamu?"
Gadis itu menyunggingkan senyum manisnya, menatap Zhao Huwang yang berdiri di samping Liu Huolang.
"Namaku Zhao Huwang bibi."
"Nama yang bagus," gumam gadis itu mendengar nama Zhao Huwang.
"Aku Li Wei," ucapnya memperkenalkan diri.
Gadis itu kembali mengarahkan pandangannya pada Liu Huolang, seakan menanyakan maksud kedatangan Liu Huolang ke tempat itu.
"Aku ingin mendaftarkan muridku sebagai murid resmi dari sekte dan membuatkan tanda pengenal untuknya."
"Oh, baik tunggu sebentar."
Setelah mengisi beberapa keperluan dan menunggu beberapa saat akhirnya gadis itu kembali buka suara.
"Ini tanda pengenalmu Huwang'er, simpan baik-baik atau kau akan mendapat masalah."
"Em," Zhao Huwang menggangguk mengerti saat menerimanya kemudian menyimpannya dengan baik di dalam pakaian yang ia kenakan.
"Mengenai seragam sekte dan sumber daya yang menjadi bagian Huwang'er, nanti akan ada seseorang yang mengantarnya ke kediaman Liu." ucap gadis itu ditujukan pada Liu Huolang.
"Hn, terima kasih saudari Li kami pergi dulu." pamit Liu Huolang.
"Sampai jumpa bibi," ucap Zhao Huwang sebelum berbalik dan meninggalkan tempat itu.
Gadis yang dipanggil saudari Li itu tersenyum menanggapinya.
Zhao Huwang menghela napas, ia merasa senang hari ini. Hari yang panjang namun menggembirakan, padahal masih siang tapi ia sudah banyak berjalan dan berkeliling sejak pagi tadi.
Menghabiskan paginya bersama guru yang baru ia kenal kemarin, bahkan sebelumnya Zhao Huwang tidak pernah berfikir akan menjadi bagian dari sekte besar beraliran putih itu. Hari ini ia telah resmi menjadi bagian dari sekte tersebut.
"Huwang'er, setelah ini kau bisa bermain dan mencari teman agar tidak merasa bosan berada di kediaman sepanjang hari."
"Iya guru, terima kasih banyak atas kebaikan anda." Zhao Huwang membungkukan tubuhnya sedikit di depan gurunya.
Liu Huolang tersenyum tipis.
Sesampainya di kediaman, Huolang melihat Liu Yuexing yang tengah bermain bersama Xiuhuan.
Lantas Zhao Huwang menghampirinya, ia sangat gemas melihat tingkah bocah kecil itu.
"Huan'er kau selalu berhasil membuatku tidak bisa menahan diri untuk tidak mencubitmu gemas."
Bocah laki-laki itu mencubit pipi Xiuhuan pelan, tidak ingin menyakiti balita itu.
Liu Yuexing senang melihat interaksi antara putranya dengan Zhao Huwang, bahkan anaknya itu nampak sama sekali tidak keberatan saat Zhao Huwang mencubit pipinya.
Balita itu malah tertawa saat melihat kedatangan Zhao Huwang hingga sukses mengalihkan perhatian Zhao Huwang padanya.
"Huwang'er, apakah acara berkeliling sekte bersama Lang'er tadi menyenangkan?"
"Iya bibi, aku sangat senang saat guru membawaku berkeliling sekte. Ternyata tempat ini sangat luas dan mengagumkan, bahkan jauh dari yang aku pikirkan sebelumnya."
"Coba ceritakan! Sepertinya ceritamu akan sangat menarik untuk kudengar."
Ntah sejak kapan hubungan Zhao Huwang dan Liu Yuexing menjadi demikian dekat, seakan mereka telah lama saling mengenal.
Zhao Huwang menceritakan semuanya dengan penuh semangat, seperti energinya meluap-lupa saat bercerita.
Sedangkan Liu Yuexing mendengarkan dengan seksama, ia bahkan tidak menyela perkataan Zhao Huwang barang satu kata pun.
Xiuhuan juga seakan mengerti dengan keadaan, anak itu bermain sendiri di pangkuan Liu Yuexing tanpa mengganggu aktivitasnya mendengarkan cerita Zhao Huwang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harimau Penakluk
FantasyZhao Huwang seorang bocah berusia 7 tahun yang sudah harus hidup sendiri sejak orangtuanya meninggal di saat dia baru memasuki usia ke 6 tahun. Saat itu desanya di serang oleh sebuah wabah penyakit menular dan sangat mematikan. Zhao Huwang kecil ada...