Namaku, Satria. Lebih tepatnya, Satria Alvano Reynaldo. Anak semata wayang, alias tunggal. Dari, Bunda Mutya Fitriana dan Ayah Reynaldo. Makanya, nama akhirku jadi namanya. Karena, jelas-jelas saat aku lahir yang memberikan namaku, Ayahku sendiri.
Aku punya sahabat, dan kita itu, punya geng. Nama gengnya, yaitu GENG ELANG. Aku bersekolah di SMA Harapan Indah. Entahlah, padahal harapanku tidak seindah itu, ketika bersekolah di sana. Aku paling resah, ketika bertemu dengan cewek-cewek di sekolah itu. Yah, begitu menyebalkan bagiku.
Menurut mereka, aku ganteng? Bagiku, biasa saja. Pokoknya segalanya yang mereka pikirkan tentangku. "Gue nggak peduli!" tegasku.
"Sat, Sat?" panggil seseorang sedikit berteriak di belakangku. Yah, saat ini aku sedang menyusuri koridor kelas. Tujuanku ke kantin. Ternyata, masih saja ada penghalang!
Aku menoleh seketika, dan menemukan sosok yang memiliki mata biru, kulit putih, rambut panjang, seperti hantu saja. Eh ... bukan, ini berbeda. Yah, ini sosok wanita yang menghampiriku. Dia, sepupuku. Tepatnya, anaknya Om aku, adik dari Ayahku. "Apa?" tanyaku padanya,
"Yaelah biasa aja kali Sat, lo kira gue siapa aja!" jawabnya nggak kalah santai.
Aku hanya mengangkat alis. "Lo ngapain, manggil-manggil gue?" tanyaku, to the point.
Sambil menepuk jidatnya, seperti orang kelupaan. "Oh, iya. Ntar siang pulang bareng, ya?" katanya.
Mataku melotot ke arahnya dan menatapnya. "Hah? Lo gila? Nggak ah, gue nggak mau." jawabku santai, walau sebelumnya sedikit kaget dengan permintaannya.
Yah, kenapa aku bisa kaget? Baru kali ini, aku diajak pulang bareng cewek? Oh, sungguh bukan seorang Satria banget buatku!
"Please ... Sat, Mama lagi sibuk di butik, Papa juga sibuk di kantor. Masa lo tega biarin gue pulang sendiri." pintanya sambil memohon padaku. Sebenarnya, aku nggak tega melihatnya seperti ini, tapi karena aku memang nggak peduli ya sudahlah, itu keputusanku.
"Adelia Putri Natalia, Gue bilang nggak, ya nggak!" tegasku, lalu meninggalkannya.
Entahlah, bagaimana ekspresinya ketika aku pergi. Tapi, aku memang selalu berpegang teguh pada keputusanku sendiri. Kalau aku bilang iya yah, iya. Kalau nggak, yah nggak lah. Tidak ada yang bisa mengubahnya. Karena, seorang Satria tidak bisa dilawan.
Saat aku sedang berjalan menuju kantin, tiba-tiba....
Brukkk
"Lo kalo jalan pake mata dong." kesal ku.
"Ma .. mm .. ma'af"
Aku tidak tahu bahkan tidak mengenalnya. Siapa gadis ini, untung dia yang jatuh, bukan aku. Tapi, apa aku harus menolongnya? Sepertinya, nggak perlu.
"Riana?" kaget seorang gadis lainnya yang datang menghampiri gadis yang terduduk di lantai itu.
"Syifa?" jawab gadis yang bernama Riana, kemudian mengangkat kepalanya yang tadi menunduk.
Aku seperti menonton bioskop. Menyaksikan dua gadis di depanku dengan aksi dramanya, lama-lama membuatku muak. Aku memutar bola mataku malas. Lalu, hendak melangkah meninggalkan dua gadis itu. Tapi ...
"Eh ... Lo mau kemana? Minta maaf sama Riana!" teriak gadis yang bernama Syifa. Membuat langkahku berhenti.
Aku menoleh dengan tatapan dingin. Siapa gadis ini? Berani-beraninya dia meneriaki Satria? Oh, sungguh dia tidak kenal denganku. Rasanya ingin sekali aku maju. tapi, aku juga mengerti. Dia itu, perempuan. Ngapain juga nyari masalah sama perempuan. Nggak gentle bagiku! Hufthh.
KAMU SEDANG MEMBACA
I DON'T CARE!
Teen FictionBersikap tidak peduli itu, memang sulit. Bukan sulit, ketika sedang melakukannya. Tapi, sulit menghadapi orang-orang yang beranggapan mengenai sikap itu sendiri. Bukan takut, tapi rasanya tidak tahan mendengar semua tanggapan itu. Membuat rasa bosan...