6

7 1 0
                                    

Setelah cukup lama ngobrol sama Ayahnya Vanya, tiba - tiba Dila lantai atas lari - larian menuju ruang tengah di mana Ali, Ayah,dan Bunda Vanya kumpul.

“Dila, ada apa sih? Kok lari - larian gitu.” tanya Bunda

“Tadi waktu Dila mau ke kamar, Dila liat Kak Vanya keluar kamar.” ujar Dila yang ternyata Vanya sudah ada di bawah menuju ruang tengah.

Bunda kaget melihat Vanya turun dengan keadaan yang kacau dan ternyata Vanya masih mengenakan pakaian yang semalem, dengan rambut dan muka yang sudah berantakan sekali.

“Kamu kenapa Van?” tanya Bunda yang sangat khawatir

“Bundaaa” ujar Vanya dan langsung memeluk Bunda

“Sebenernya kamu kenapa Van? Kenapa kamu bisa kayak gini” tanya Ayah yang tidak habis pikir dengan penampilan anaknya itu

Vanya terdiam sebentar mendengan pertanyaan dari Ayahnya tersebut, dan setelah itu dia mengeluarkan kertas dari saku celananya yang langsung diberikan pada Ayahnya.

“Siapa yang ngasih ini ke kamu?” tanya Ayah dengan suara yang sedikit tinggi setelah melihat isi yang ada di kertas tersebut.

“Yah, tanyanya pelan - pelan dong. Biarin Vanya yang jelasin.” ujar Bunda “Van, kamu dapet kertas ini dari mana, sayang?” tanya Bunda

“Engga tau Bunda, kemarin waktu Vanya nganterin temen buat cari kado ada orang yang engga sengaja nabrak Vanya, terus pas Vanya sampe di rumah temen Vanya buat kerja kelompok Vanya liat kertas ini ada di tas Vanya. Seharusnya kemarin Vanya pulang sore Bun, tapi Vanya ke rumah omnya temen Vanya buat ngasih liat kertas ini, karena om nya temen Vanya ini bisa bantu buat nyelidikin makanya kemarin Vanya jadi pulang malem.” jelas Vanya

“Terus apa kata om nya temen kamu itu?” tanya Ayah

“Om nya bilang ‘di kertas ini engga ada sidik lain selain sidik jari kamu dan ponakan saya, di tambah juga ini tulisannya engga dibuat pake tulisan tangan jadi susah buat nemuinya, kalau tulisannya masih pake tulisan tangan bisa diselediki mulai dari teman - teman terdekat tapi ini susah’ gitu katanya Yah.” jelas Vanya

“Lalu semalem kamu kenapa engga telepon Bunda?” tanya Bunda. “Kamu malah telepon Ali.” lanjut Bunda

“Semalem aku takut Bun, makanya aku nelepon Ali.” jelas Vanya sambil melihat ke arah Ali dengan tatapan merasa bersalah

“Iya udah sekarang kamu bersihin badan kamu dulu, engga malu apa diliatin sama Ali kamu berantakan kayak gini?” tanya Bunda sambil senyum - senyum melihat ke arah Ali

“Iya Bun.” ujar Vanya sambil berjalan menuju kamarnya

“Iya udah, habis itu langsung makan ya.” ujar Bunda

Setelah Vanya pergi Ayah Vanya terlihat serius melihat kertas yang diberikan anaknya itu, sampai akhirnya suara Ali memcahkan suasana serius itu.

“Om, kalau gitu saya pamit pulang ya.” uajr Ali

“Bentar Li, kamu satu kampus engga sama Vanya?” tanya Ayah

“Engga om, saya beda kampus sama Vanya. Kenapa ya om?” tanya Ali

“Engga, tadinya kalau kamu ke sekampus dengan Vanya, om mau nitip Vanya ke kamu.” jelas Ayah

“Apa Ayah engga berlebihan kalau kayak gitu?” tanya Bunda

“Bun, ini engga bisa dianggap enteng, kalau udah kayak gini namanya udah masuk teror.” ujar Ayah. “Li, kalau Vanya lagi sama kamu om minta tolong ya buat jagain Vanya.” lanjut Ayah

“Iya om, saya usahakan untuk jaga Vanya.” ujar Ali “Kalau gitu saya pamit ya om, tante.” lanjut Ali

“Iya Li, hati - hati di jalan ya. Salam juga buat orang tua kamu.” ujar Bunda

“Iya tante nanti disampaikan” ujar Ali

---

Setelah kejadian itu sikap Vanya semakin tertutup dengan orang - orang disekitar termasuk Ali, saat itu setelah rapat selesai Ali menghampiri Vanya.

“Van, kamu mau langsung pulang?” tanya Ali

“Iya Li, aku mau langsung pulang. Kenapa?” tanya Vanya

“Aku anterin pulang ya.” ajak Ali

“Engga usah Li, aku dijemput sama Ayah kok, makasih tawarannya.” jelas Vanya

“Ya udah kalau gitu, tapi Van aku mau ngomong sama kamu.” ujar Ali mendadak serius

“Kalian masih ngobrol di sini?” tanya Kak Adam

“Iya kak, masih ada yang mau diomongin soalnya.” ujar Ali

“Iya udah kenapa engga ngobrol di dalem aja, dari pada di luar gini.” ujar Kak Adam

“Engga usah kak, soalnya bentar lagi aku dijemput, jadi sekalian nunggu di luar aja.” jelas Vanya

“Oiya Van, kenapa sekarang jadi sering banget di anterjemput sama Ayah. Biasanya juga kemana - mana sendiri.” ujar Kak Adam bingung, Kak Adam belum tau apa yang terjadi sama Vanya, dan Ali engga menceritakan ke anggota yang lain.

“Oh engga apa - apa kak, lebih enak aja kalau di anterjemput sama Ayah, sekarang kan Ayah lagi sering di rumah jadi sekalian aja.” jelas Vanya

“Iya udah atuh saya masuk dulu ke dalem ya.” ujar Kak Adam

“Iya udah kak, sana masuk aja.” ujar Ali sambil mendorong Kak Adam masuk “Van sebenernya…” ucapan Ali terpotong

“Li, maaf ya itu Ayah udah datang.” ujar Vanya sambil melihat ke arah parkiran “Nanti lanjut di chat aja atau engga telepon.” lanjut Vanya lalu meninggalkan Ali sendirian

Setelah melihat Vanya pergi akhirnya Ali masuk ke dalam lagi dan bergabung dengan anggoota yang lain.

“Gimana jadi engga lo ngomong ke Vanya?” tanya Ari penasaran

“Ngomong apaan kak?” tanya Alma

“Oh engga si Ali kayaknya mau menyatakan cinta deh, soalnya tadi pas gue lewat ketemu mereka, pas gue ikut nimbrung muka si Ali langsung bete gara - gara gue potong.” ujar Kak Adam sambil menahan tawanya.

“Kak Ali suka sama Kak Vanya? Susah dong kalau Kak Ali udah suka sama Kak Vanya. Apa aku mundur aja ya?” batin Alma

“Apaan sih kak, engga bukan masalah itu ada masalah yang lain yang engga mesti kalian taulah.” ujar Ali

“Lah masalah yang lu cerita ke gue belum selesai juga?” tanya Ari

“Belum Ri, gede masalahnya soalnya.” ujar Ali

“Permisi kak, maaf mau nanya.” ujar Ido

“Iya mau nanya apa Do?” tanya Sasa

“Kalau buat nanti foto studionya pake PDH yang mana ya?” tanya Ido

“Iya kak soalnya tadi cuma di bahas pake PDH aja.” lanjut Angga

“Oh kalau itu pake PDH yang warna army aja.” ujar Sasa

“Oiya kalau gitu sekalian kasih tau ke humas aja ya biar sekalian di sebarin sama humasnya.” ujar Kak Adam

bersambung....

Jangan lupa buat vote nya yaaa,

Terimakasiiiih....

Just Best FriendWhere stories live. Discover now