[ soukoku, slight! platonic odazai, world war!au, mermaid!au ]
.
.
.
Hari demi hari berlalu kembali. Sang duyung tidak pernah absen untuk mengunjungi Dazai, berceloteh hingga tanpa terasa fajar telah tiba. Hari-hari yang amat damai, jauh dari perang yang selalu terjadi di laut. Ia ingin Dazai merasa senang, melupakan segala hal menyakitkan yang pernah menimpa dirinya, termasuk perang dan alasan mengapa ia jatuh hingga membuat tubuhnya sendiri hampir kehilangan nyawa.
Malam ini sang duyung kembali berkunjung. Dazai sudah menunggu di atas batu karang, tersenyum menyambut. Ia tidak membawa ikan seperti biasa, melainkan seekor kepiting yang cukup besar. Si brunette menyambutnya terkejut.
"Bukankah kau bilang tidak mau menangkap kepiting?" lontar Dazai bingung.
"Kebetulan kepiting ini baik," sahut si jingga kemudian menaruh hasil tangkapan yang sudah diikat dengan sulur. Sebenarnya bukan baik dalam artian benar-benar baik-- seharian ini, sebelum berkunjung, duyung itu berenang ke sana kemari untuk menangkap kepiting. Ekornya tergores lagi, namun air laut membuatnya sembuh dengan cepat. Mungkin sekarang hanya ada bekas kecil yang tidak dapat Dazai lihat.
"Makanlah," ucap duyung itu lagi, "kau kan suka kepiting."
"Apa ekormu baik-baik saja?" Pertanyaan tadi membuat si jingga terdiam. "Kepiting ini tidak mencapit ekormu, kan?"
Sosok itu menelan ludah. "T-tidak," balasnya terbata, "makan saja."
Dazai tidak bisa menahan diri untuk tersenyum. Ia ingin mengatakan "terima kasih" lagi, tapi hatinya urung. Dalam benaknya terlintas bagaimana bila ia pergi nanti. Apakah pemuda itu akan merindukan saat-saat ini. Terdampar di pulau tak berpenghuni memang bukan sesuatu yang menyenangkan. Namun memiliki teman bukanlah sesuatu yang buruk.
"Apa yang akan kau lakukan ketika aku pergi?"
Tanpa sadar Dazai mengungkapkan pikirannya. Sang duyung menatap dalam diam, memperhatikan ekspresi tak karuan si brunette. Sejenak hening menyelimuti dua sosok itu.
Sampai akhirnya sang duyung bicara, "Aku belum pernah memikirkannya." Kedua manik biru sosok itu menatap dalam, seolah sedang mengharapkan sesuatu.
"Aku ingin selalu bisa melihatmu. Aku ingin mendengar suaramu setiap hari," ucapan itu terdengar sendu sama seperti air mukanya, "jika kau benar-benar pergi, aku pasti akan kehilanganmu."
Dazai menatap sang duyung. Entah bagaimana atmosfer di antara mereka menjadi sentimentil. Tapi si brunette tidak membencinya. Ia turun dari batu karang, berlutut untuk memangkas jarak. Iris biru sosok itu belum beranjak, malahan bertemu dengan sepasang manik cokelat dalam tatap, di batas pesisir.
Pemuda brunette bicara, dengan suara lembut yang selalu ingin duyung itu dengar, "Aku pasti juga akan merindukanmu."
Walaupun hanya sekejap, sosok berambut jingga itu merasa amat bahagia. Hanya dengan satu kalimat itu. Di dalam hatinya, ia berharap malam seperti ini akan terus berulang. Ia berharap Dazai tidak akan kembali.
.
.
.
Matahari sudah hampir berada di atas kepala. Terlepas terik, pemuda brunette masih berjalan menyusuri pasir putih, mengelilingi tanda "SOS" yang sudah ia benahi. Dazai kehilangan hitungan berapa lama ia berada di pulau ini. Namun bukan berarti ia ingin selamanya berada di sini.
![](https://img.wattpad.com/cover/231322799-288-k728862.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] BSD Angst Week 2020
Fanfiction7 hari untuk ber-angst-ria di fandom "Bungou Stray Dogs". » Day 1: Voice [ soukoku, slight! platonic odazai, world war! au, mermaid!au ] » Day 2 [ skip ] » Day 3: Liberosis [ nakajima atsushi, parenthood, words that are unsaid, non!au from ch 39, wa...