Part 3 (Belajar gombal?)

24 1 0
                                    

Sekarang sudah malam. Gak lama lagi jam 7. Itu artinya, gue harus berangkat ke rumahnya Ardi buat ngerjain tugas di rumahnya.

Gaya gue sudah rapi. Siap berangkat ke rumahnya. Gue turun ke lantai bawah karena kamar gue letaknya di lantai dua. Jadi di atas. Sore tadi, gue sudah pamit sama Mama dan Papa dan mereka iyain.

Pas gue buka pintu, what? Ada Ardian di depan sudah kayak mau bunyiin bel rumah. Dengan pakaian rapih dia ke rumah. Sa ... Ardi makin ganteng. Gak bisa gue pungkiri itu.

Gue mangap lihat dia. Sudah berdiri di sana dengan sedikit terlihat kaku. Baru saja mau berangkat ke rumahnya.

"Kenapa ke sini?" tanya gue lihat dia heran.

"Saya sudah bilang akan ke rumahmu," sahutnya sedikit kebingungan. Kayak anak cewek yang mau dilamar saja.

"Kenapa gak bilang-bilang?" tanya gue lagi. Kami berdua masih berdiri di depan pintu.

"Saya menelfon nomormu, tetapi kamu tidak mengangkatnya,"

"Masa?" Gue ngangkat alis satu. Masih bingung sebenarnya sama dia. Gue ngedarin pandangan lihat ke depan rumah. Kali saja ada Kiana. Dia kan sekelompok sama Irgi. Siapa tahu Irgi ikutin Ardi ke sini.

"Kamu mencari apa?" tanya Ardi. Emang sih, dari tadi Ardi lihat gue bingung juga.

"Kiana," sahut gue tanpa melihat ke arahnya.

"Kiana atau Irgi?" tanyanya lagi yang buat gue malas sebenarnya. Dia sebenarnya juga suka ledek gue sih. Selain kaku, dia juga suka ngeledek. Aneh 'kan? Iya, aneh.

"Kenapa lu bilang, Irgi? Orang gue nyari Kiana. Kali aja dia ikut Irgi ke sini sama lu," sahut gue dengan kesal. Belum gue persilakan dia masuk.

"Saya mengira kamu mencari, Irgi. Kamu dan dia jika bertemu selalu saja bertengkar," ujar Ardi. Dia lagi bercanda atau gimana? Muka dia terlihat santai.

"Jadi lu bilang gue suka sama Irgi gitu?!" tanya gue dengan nada tinggi karena sudah mulai kesal.

"Tidak, Sa. Kamu orangnya terlalu sensitif," sahutnya.

"Gue gak suka sama Irgi. Banyak cowok modelan kek dia. Kalau kayak Ardian Pradipta baru jarang-jarang,"

"Limited edition?" tanyanya. Kayanya ngikutin alur gue lagi bercanda. Mana mungkin gue suka sama Ardi.

"Pria kaku limited edition," sahut gue anggukin kepala berkali-kali.

"Cewek yang modelan kayak kamu juga banyak, Sa. Banyak yang cerewet,"

"Tapi yang gombal cowok baru jarang,"

"Saya lihat kamu hanya gombal saya. Lelaki lain tidak,"

"Gue bilang tadi pria kaku limited edition,"

"Terserah kamu saja, Sa,"

Kami berdua masih berdiri di depan pintu. Perasaan dari tadi gak masuk-masuk. Dia juga gak ngomong mau masuk.

"Kita belajar di dalam, yuk," ajak gue persilakan dia masuk.

Ardi mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Duduk, tanpa tersenyum ke arah gue. Senyum dikit kek, Ardi.

"Mau minuman apa? Minuman rasa cinta gue mau kagak?" tanya gue naik-naikin alis ke arahnya.

Dia mengernyit. Kebingungan lagi nih anak. Dia diam, gak mau jawab pertanyaan gue gitu?

"Saya tidak ingin minum apa-apa,"

"Jus mau gak? Atau kopi? Atau minuman yang lain? Atau sekalian sama makanan juga?" tanya gue bertuntun. Dia malah lihatin gue diam mulu.

"Ardi!" Gue mulai kesal sebenarnya.

"Saya tidak ingin minum apa pun, Sa. Melihat wajahmu saja haus saya hilang," ujarnya tanpa senyuman tetapi kelihatan kaku.

Oh my god! Demi apa gue mau teriak? Lebay kalau teriak. Gue mangap, heran, bingung, semuanya. Tumben Ardian Pradipta bisa gombal. Jangan-jangan waktu jalan ke sini kesurupan setan di jalan.

"Ardi! Kesurupan setan apa lu, hah?!" teriak gue histreris. Teriakan gue gak bisa disimpan nanti. Bertahun-tahun gue gombal nih anak, baru ini dia ikutan ngegombal juga.

Dengan cepat gue duduk di dekatnya mandangin wajahnya merah apa kagak?

"Siapa yang ajarin?"

"A--apa?" Dia gugup, gue malah ketawa.

"Tadi ke sini kesurupan setan di mana?" tanya gue lagi antusias.

"Setan cinta," sahutnya. Gue lihat nahan tawa lihat gue histeris.

Saking kaget dan histersinya gue akhirnya pria kaku bisa gombal juga, gue goyang-goyang badannya kesenangan.

"Kamu kenapa?" tanya Ardi bingung. Nih anak mulai lagi polosnya.

"Tadi kan lu habis ngegombal," sahut gue. Dia ngangguk-ngangguk.

"Saya sering melihat Irgi menggoda wanita jika sedang jalan bersama. Saya pikir, jika mencobanya denganmu apakah sama dengan wanita lain dan menjadi salah tingkah? Ternyata tidak. Kamu malah histeris," ujarnya polos.

Denger itu, gue pengin gampar nih anak sekarang juga. Gue kirain gombalan dari otaknya sendiri. Ternyata gara-gara lihat kutu kupret.

"Kenapa lu gak gombal cewek yang digombal Irgi juga?" tanya gue mulai kesal.

"Tidak mungkin saya menggoda wanita yang digoda Irgi juga. Jadi sa--" Dengan cepat gue potong ucapannya sebelum gue makin kesal dengan kekakuan dan kepolosannya.

"Gue mau ambil minum," ujar gue berjalan pergi meninggalkan dia.

Setelah sampai di dapur, gue jadi bingung sendiri. Kenapa gue kesal dengar Ardi ternyata ngegombal bukan dari dia sendiri? Gue kan gak suka dia. Sekedar bercanda doang. Kali saja dia jadi belajar deketin cewek juga.

Minuman sudah gue siapkan. Dengan segera gue bawa ke ruang tamu mau suguhin ke Ardi biar dia minum. Sekalian sama gelasnya dimakan juga.

"Minum," ujar gue sambil taruh minuman itu dimeja.

"Nanti saja." Dia malah sibuk main hp. Ngapain sih? Gue diam lihat dia. Gak penting juga sebenarnya.

"Mana pr-nya?" tanya gue.

"Sudah selesai semuanya," sahutnya sembari naruh ponsel di atas meja.

"Selesai? Kapan lu kerjainnya?" tanya gue lagi. Kebiasaan nih anak.

"Tadi sore,"

"Terus ngapain ke sini?"

"Mau belajar gombal,"

Bersambung ....

Dia Pria KakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang