Bayu.
"Mungkin lo bisa bikin podcast, Bang."
Gue yang lagi kalem nulis di jurnal jadi berhenti nulis. "Tiba-tiba?"
"Yaa, gak tiba-tiba sih ini namanya." Aji selesai mengaduk kopinya (kopi gue sebenernya) dan bersandar pada tembok, menatap gue yang jadi lebih kecil dari dia karena lagi duduk, kebingungan. "Gak tau ini yang ke berapa kali lo curhat tentang menjadi gak produktif."
Gue diem. Dia bener. Belakangan ini gue mulai ngurangin kegiatan di luar kebutuhan akademis karena udah masuk semester enam, dan itu bikin gue agak suram karena gue gak terbiasa dengan suasana kelewat tenang begini. Aji yang entah kenapa hobi banget numpang makan di kos gue akhirnya jadi salah satu pelampiasan buat curhat. Kayaknya dia udah mulai bosen denger keluhan gue yang itu-itu aja.
"Kenapa podcast?"
"Karena," Aji mencomot sepotong kue pukis terakhir dari piring gue dan memandang gue serius, "karena lo hobi ngomong." Kali ini gue gak protes dia asal ngambil makanan gue. Soalnya idenya menarik. Nilai paling plus-nya adalah gue gak perlu pergi-pergi dan nyesuain jadwal sama orang lain. One man show.
"Oke, seandainya gue bikin, gue bisa bahas apa? Lo kan tau gue gak pinter-pinter amat."
"Yailah Bang. Emangnya Ruangguru. Jangan-jangan lo gak pernah dengerin podcast, ya?"
Gue geleng. Sekali-kalinya gue denger podcast itu punya dosen gue buat dukung kuliah online. Spotify juga cuma gue pake buat denger lagu.
"Podcast tuh bisa macem-macem. Kalo lo suka film, lo bisa bikin podcast film. Bisa juga buku, teori konspirasi, atau sesepele ngobrol-ngobrol sama temen. Bisa apa aja. Kira-kira apa yang lo suka?"
Gue mikir sejenak. "Lagu?"
"Lagu." Aji mengangguk, masalah terpecahkan. "Bisa mulai dari situ. No pressure, Bang. Lakuin aja senyaman lo. Gue rasa podcast juga bisa bantu lo gak ngerasa kesepian lagi."
Nah, ini makin menarik. "Kok bisa?"
"Karena ada orang-orang dia luar sana yang dengerin, mungkin orang-orang yang kesepian juga. Maap agak geli gimana gitu ya, tapi kata-kata lo beneran bisa bikin orang lain bangkit lagi, Bang. Contohnya gue." Aji nunjuk dirinya sendiri.
Gue ketawa. Lucu amat sih ini anak. Ngomong serius tapi gak serius. "Oh ya?"
"Beneran!" Dia mulai panik gue ketawain. "Serius, Bang. Kapan lagi lo bisa berkontribusi kepada dunia cuma dengan ngomong di rumah. Apa lagi lo emang jago ngomong."
"Kalau gak ada yang dengerin gimana, Ji?"
"Pesimis amat! Pasti ada yang dengerin. Pasti."
Gue jadi beneran mempertimbangkan ini. Emang bener Aji punya bakat mempengaruhi orang. Gue merhartiin jurnal harian gue yang makin hari makin penuh sama tulisan gue. Kebanyakan di antaranya adalah reminder buat diri sendiri. Daripada mereka diem aja di sana, mungkin mereka bisa lebih berguna kalau dilepas ke luar buat orang lain.
Siapa tau, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Bayu | Bangchan
FanfictionSometimes all we need is a little comfort from a stranger. Disclaimer: Karakter Bayu, Aji, dan podcast "Ruang Bayu" milik eskalokal (twitter).