Aku hanya tokoh, dan tugasku hanya memainkan peran.
***
Rabu, hari dimana kelas IPA 2 mendapat jatah jam olah raga, yaitu kelas Chelsea.
Para anak cewek berganti pakaian di toilet sedangkan anak cowok didalam kelas, yah jadi cowok enak tinggal copot settt setttt selesai, tidak seperti cewek harus buka ini itu, belum lagi jika rambutnya berantakan harus dirapikan dulu harus ini dan itu, yah mahluk paling ribet sejagat raya.
Sebenarnya Chelsea paling malas jika jam olah raga, mungkin bukan hanya dirinya tapi juga anak cewek-cewek lainnya.
"Pengen dikelas aja ih. Males banget gue olah raga."
"Iya ni, mana mataharinya terik banget, bisa gosong kulit gue."
"Bolos aja yuk."
"Tapi kalau rame-rame ntar ketahuan."
Chelsea bisa mendengar itu dari dalam bilik kamar mandi, teman-temannya sedang mengeluh. Ada yang takut panas, ada yang tak suka berkeringat dan masih banyak lagi yang mereka keluhkan.
Berbeda dengan teman-temannya, Chelsea justru tidak menyukai pelajaran olah raga karna itu membebaninya.
Menjadi anak dari pelatih bola terkenal membuat para anak cowok sering kali menghampirinya, menanyakan perihal bola atau tentang bimo, namun jika dilihat dari sudut pandang orang lain Chelsea lebih terlihat seperti cewek gampangan yang mau didekati sana sini, padahal bukan seperti itu kebenarannya, yah mereka terlalu memandang sebelah mata dan hanya percaya dengan apa yang mereka lihat.
Mereka sering sekali membicarakannya mengguncingkannya bahkan menyindirnya secara terang-terangan.
Gosip dirinya sebagai perebut pacar dari mira juga menyebar, padahal kabar itu belum terbukti kebenarannya, namun karna mulut satu pindah ke mulut yang lain layaknya seperti api jika ditambah minyak pasti akan membesar.
Setelah mengganti pakaian Chelsea berjalan menuju lapangan. Banyak tatapan sinis tertuju padanya, ia sudah biasa.
Tepukan dari amin guru olahraganya mengintruksi untuk berkumpul.
"Hari ini kita akan lari estafet satu kelompok terdiri dari tiga orang dan kelompok bapak bagi sesuai nomor absen."
Meskipun banyak yang mengeluh tapi semua murid akhirnya bergerombol sesuai kelompok masing-masing.
"Gimana si pak Amin, bagi kelompoknya ga adil banget." Keluh Clara sembari melirik Chelsea.
"Iya ni, masak iya si kita sekelompok sama tukang caper " imbuh Citra.
Meskipun tidak langsung menyebutkan nama, Chelsea tau jika yang dimaksud adalah dirinya, ia tidak perlu memikirkan omongan itu, ia hanya perlu mengabaikannya menganggap angin lalu.
Kini semua bersiap sesuai dengan barisan masing-masing. Kelompoknya mendapat ronde pertama dan dirinya berada digaris terakhir.
Setelah peluit ditiup semua berlari, entah hanya perasaannya atau memang benar, Clara dan citra seperti tidak berniat berlari, bisa dibilang hanya lari kecil.
"Buruan cit." Seru Chelsea, timnya sudah ketinggalan jauh.
Akhirnya stik sampai ditangannya namun meskipun begitu timnya tetap kalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHELSEA
Teen FictionKarna semua orang hanya melihat apa yang mereka ingin lihat dan mendengar apa yang mereka ingin dengar. mereka tidak perduli, mereka hanya ingin tau bukan ingin mengerti.