Chapter 1

951 103 7
                                    




"Hhh..."

Lagi

Lagi-lagi pemuda menghela napas di menit yang sama. Bukan karena cuaca yang dingin, ia tak pernah membenci musim dingin, udara dingin, dan semua hal yang berhubungan dengan kata 'dingin'.

Namun karena ia meratapi kehidupannya.

Yah...hidup pemuda pirang itu memang sangat berat. Memikirkan masalah-masalah yang melandanya saja cukup untuk membuat semangat hidupnya menurun. Eits, tapi jangan salah paham, seberat apapun hidupnya, ia tak pernah berniat untuk mati. Belum, sampai meraih tujuan hidupnya.

Menyandarkan siku tangan pada pembatas jembatan. Besinya yang dingin terasa di pori-pori kulit yang hanya terbalut sweater tipis kumal yang dipakai. Menerawang pada langit malam kelam dihadapan. Yah, jika dibandingkan mungkin sama kelamnya dengan hidupnya. Dia meringis sinis karena terlalu mendramatisir keadaan. Tapi serius. Jalan kehidupannya selama dua puluh lima tahun ini memang tak selalu berjalan mulus.

Diliriknya seseorang yang beberapa meter berdiri di tempat yang sama di jembatan ini. Entah sejak kapan dan entah kenapa orang asing itu berada disini. Yah, tempat ini memang tempat yang sepi. Kendaraan-kendaraan pun juga jarang lewat. Hanya ada mereka berdua disini.

Karena sedikit tertarik dengan sosok itu, pemuda pirang kurus itu mulai memperhatikan orang diseberang. Hmm, pakaiannya terlihat bagus. Seperti seorang pebisnis kantoran. Rambut pirangnya digelung menyerupai sanggul di belakang kepalanya. Tapi mengapa wanita itu meletakkan tas dan melepas sepatu jinjitnya? Dilanjutkan dengan kedua kakinya yang memanjat ke sisi tepi luar pembatas jembatan.

'Mau apa dia ha? Dibawah jembatan ini ada batu-batuan besar lho. Ditambah ketinggian alat penyebrangan ini sekitar 88 meter. Serius mau bunuh diri di tempat ini? Kematian instan!' Pikir pemuda tan itu dengan heran.

Sontak ia memikirkan akan berlari langsung untuk mencapai wanita itu sambil berteriak untuk menghentikan aksi si wanita itu.

'Hmmmpphh, kalian pikir aku akan lakukan hal itu? Naif! Untuk apa aku melakukan hal itu? Itu bukan urusanku. Mau dia bunuh diri di depanku atau tidak, itu semua bukan urusanku. Karena semua orang memang boleh mengakhiri hidupnya sendiri bukan? Tak terkecuali wanita itu. Kalaupun ia merasa tak kuat menjalani hidup, lebih baik mati dan menjadi tenang tanpa ada beban yang harus ditanggung di alam sana. Baik sekali kan aku. Tidak menghalangi orang yang ingin tenang. Seharusnya wanita itu berterima kasih padaku. Dengan imbalan uang mungkin? Haha pikiranku selalu saja uang. Yah, aku memang mata duitan sih' Lelaki itu berusaha menekan tawa sarkasnya. Ia mengakui bahwa dirinya memang tidak sebaik itu.

Perlahan sosok wanita itu mulai menengok kearahnya dengan lemah. Seolah seluruh tulang lehernya akan remuk jika ia menggerakkannya dengan cepat. Matanya terlihat berkabut dan kosong. Ia tak menyadari terdapat pemuda asing yang berdiri agak jauh darinya. Matanya buram.

Lelaki pirang di seberang hanya diam. Tidak, bahkan membatu.

Apa yang ada di pikiran wanita itu, dia sama sekali tak bisa menebaknya.

Angin berhembus kencang. Menerbangkan helaian poni blondenya yang tak tertutup topi rajutan. Ombak kecil di bawah jembatan memecah kesunyian. Waktu pun terasa berhenti.

Dalam keremangan lampu jembatan ini, ia masih bisa menemukan tiga garis di pipi wanita itu.

Seketika mata sapphirenya terbelalak lebar. Mulunya menganga. Sosok itu...

Dirinya?

"Tung-"

Sebelum si pemuda sempat selesai berucap, perempuan itu kembali menengok depan. Dengan gurat wajah yang masih terlihat menanggung beban berat, perempuan itu...

Fukushu! Revenge from meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang