Part 3

15 1 2
                                    

“Gak” Cetus Nadia lalu mempercepat langkahnya. “Kenapa sih? Lo kayaknya punya dendam sama gue.” “Lo bisa gak? Gausah ganggu gue dan jalanin aja lomba itu. Pak Rijal udah milih lo kan? Itu artinya dia percaya sama kemampuan lo!.” Arka kaget kenapa Nadia bersikap seperti itu padanya, tapi yang diucap Nadia ada benarnya juga. Seharusnya ia bersyukur Pak Rijal memilihnya itu artinya Pak Rijal percaya pada kemampuannya. “Gue gaada maksud ganggu lo kok Nad, maaf” Ucap Arka lirih. Entah kenapa mendengar Arka berbicara lirih justru membuat rasa bersalah tumbuh dihati Nadia. “Maaf, gue gaada maksud bentak lo. Gue duluan.” Arka menatap punggung Nadia yang semakin jauh, tapi tidak lama dari itu Arka mengejar kembali Nadia. “Bareng aja” Ucap Arka. Nadia mengangguk tapi sembari memalingkan mukanya. “Kalau kayak gini terus, copot jantung gue.” Gumam Nadia yang sialnya masih bisa Arka dengar tapi samar-samar. “Hah? Kenapa Nad?.” “Eh gapapa kok. Arka mngernyit “Aneh.” “Heh?! Siapa yang aneh?” Ucap Nadia tidak terima. “Enggak, itu kursi aneh kenapa disimpen disitu, ngalangin meja aja” ucap Arka mencoba mengalihkan perhatian Nadia dari Ucapannya. Nadia menggigit bibir bawahnya berusaha menahan tawanya yang hampir meledak. Tanpa mereka sadari, sesuatu mulai tumbuh pada hati mereka.

Karena ini waktu jam pelajaran jadi mereka tiba dikantin dengan keadaan kantin yang kosong melompong. “Mau beli apa?” Tanya Arka. “Hm, seblak aja deh” Jawab Nadia. “Eh gaboleh” Cegah Arka. “Lah kenapa? Ko lo larang-larang gue? Suka-suka gue lah mau beli apa.” Arka memutar bola mata malas “profesional dong, lo kan lagi ikut lomba vokal. Lo harus jauhin makanan-makanan yang bisa ngerusak pita suara lo.” Nadia terdiam untuk beberapa detik. “Pinter kan gue” Ucap Arka tersenyum sembari menaik-turunkan alisnya. “Apaan sih, biasa aja” jawab Nadia datar. Nadia kemudian mengambil air mineral dan roti rasa coklat. Arka tersenyum melihatnya karena wanita ini menuruti apa maunya. Nadia menoleh mendapati Arka yang sedang menatapnya teduh. Nadia memalingkan wajahnya malu “Kok malah liatin gue sih, cepetan lo mau beli apa.” Arka tersadar dari lamunannya. “Oh iya bentar” ucap Arka sembari memesan satu mangkuk mie yamin pedas kesukaan Nadia. “Licik” cetus Nadia. Arka menoleh “Siapa?.” “Ya lo lah, siapa lagi” jawab Nadia mendelik. “Kan gue main gitar Nad, tangan gue ini yang main bukan tenggorokan.” Nadia diam tidak membalas perkataan Arka tapi bibirnya mengerucut karena kali ini dia tidak bisa makan makanan pedas seperti biasanya. Arka tersenyum geli melihat tingkah Nadia yang begitu menggemaskan baginya. “Nanti kalau lombanya selesai, lo bisa makan ini lagi kok” Ucap Arka meyakinkan. Nadia mengangguk mengerti dengan kondisinya saat ini. Saat sedang menunggu pesanan Arka siap, tiba-tiba segerombolan siswa yang terlihat baru selesai olahraga berjalan menuju kantin. Ada 1 kelompok siswa yang berjalan rusuh ke arah mereka, “Nad awas!” Arka reflek menarik Nadia kearahnya. Itu membuat posisi mereka menjadi dekat sekali. Wajah Nadia sejajar dengan dada bidang Arka dan hidungnya yang otomatis menghirum wangi tubuh Arka sangat pekat yang entah kenapa rasanya nyaman sekali. Begitupun dengan Arka, tubuh mungil Nadia yang saat ini dekat sekali dengannya membuatnya bisa menghirup wangi rambut Nadia yang entah mengapa sopan sekali masuk ke dalam hidungnya. “Kak maaf ya, tadi gak sengaja” Ucap siswa yang tadi hampir menabrak Nadia. “Eh iya gapapa” Ucap Nadia gugup sembari membenarkan posisinya. Tanpa nadia sadari, pipinya sudah memerah sejak tadi. “Nad? Lo yakin gapapa” Ucap Arka cemas. “Hah enggak kok gapapa.” “Itu pipi lo merah gitu, lo ga demam kan?.” “Ah enggak ko, ini mungkin karena panas” Ucap Nadia salah tingkah. “Yaudah kita balik lagi ke ruangan takutnya lo kenapa-kenapa.” Arka mengambil pesanannya dan mereka melangkah menjauh dari kantin, tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang mengamati mereka sejak tadi dari jauh.

Mereka sampai diruangan biasa dimana mereka sering latihan. Dilihatnya Nadia celingak-celinguk tampak mencari sesuatu “Eh ko Pak Rijal gaada?” Tanya Nadia. “Belum nyampe kali Nad, atau nya mungkin masih ngajar.” Beberapa menit kemudian ponsel Nadia bergetar tanda ada pesan baru. “Kalian latihan saja dulu berdua, bapak sedang ada rapat di kantor. Setelah rapat selesai bapak segera menyusul.” Nadia mengernyitkan dahinya. Arka yang melihat perubahan ekspresi Nadia, langsung bertanya “Kenapa Nad?.” “Lo baca sendiri.” Nadia menyerahkan ponselnya pada Arka. “Oh yaudah latihan aja dulu.” Nadia semakin mengernyitkan dahinya mendengar respon Arka. “Maksud lo? Latihan berdua? Disini? Berdua sama lo?.” Arka mengangguk. “Mending gue ke kelas, setelah rapatnya selesai gue balik lagi. Lo kalau masih mau disini, ya disini aja dulu.” Nadia melangkah ke kelas tapi langkahnya tertahan karena Arka menahan tangannya. Nadia yang kaget, tubuhnya otomatis bergerak menepis tangannya dari tangan Arka membawanya kebelakang lalu melipatnya seperti adegan pembelaan diri di film-film. Arka meringis kesakitan tapi Nadia menghiraukannya. “Jangan mentang-mentang gue cewe dan gue sendiri disini lo bisa macem-macem sama gue!.” Nadia menarik lengan Arka semakin kuat. “Aw! nad sakit, gue gaada maksud jahat ke lo, gue cuman mau lo disini. Kalau lo balik ke kelas, ntar apa kata anak kelas gue, lo balik sementara gue enggak.” Nadia mulai melonggarkan tarikan tangannya “Oh ngomong dong.” Nadia melepaskan tangan Arka tapi setelah itu Arka malah menjaga jarak padanya. “Kenapa lo?.” “Serem.” “Oh gitu? Yaudah gue balik ke kelas aja kalau gitu.” “Eh jangan. Kita latihan aja, nyanyi biasa.” Nadia mengangkat bahunya dan kembali pada posisinya. “Oke. Lagunya?.” Arka berpikir sejenak mencoba menentukan lagu apa yang bisa ia bawakan. “Just say you wont let go?.” Nadia mengangguk setuju. Arka mengambil gitarnya dan mulai memetik gitarnya. Alunan indah diiringi suara Nadia yang lembut membuat aura ruangan itu terasa lebih damai. Meski ini ketidaksengajaan dan profesional, tapi mereka tetap menikmati waktu mereka berdua. “Suara lo bagus juga” Puji Arka setelah instrumennya habis. “Terimakasih.” Nadia tersenyum cukup puas dengan suaranya. Arka mulai melupakan siapa yang sedang ia perjuangkan dan Nadia mulai melupakan siapa orang yang sedang memperjuangkan. Mereka hanya saling tersenyum dalam suasana yang canggung sampai tiba-tiba ada yang berdehem cukup kuat membuat mereka berdua cukup kaget.

....
🤗🤗

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang