PART 4

6 0 0
                                    

"Eh pak" sapa Arka gugup. "Anteng banget kayaknya" ucap pak Rijal menggoda keduanya yang tiba-tiba canggung saat mendapati kedatangannya. Nadia hanya tersenyum gugup mendengar godaan pak Rijal. Mereka latihan seperti biasanya sampai ketika pak Rijal sedang mengajari Arka beberapa Chord gitar baru. Tiba-tiba Arka mengaduh kesakitan. Tangannya tiba-tiba kaku untuk digerakkan. Mereka semua panik dan membawa Arka ke UKS. "Yang mana yang sakit?" tanya salah satu siswi yang piket UKS. Arka menunjuk kebeagian siku dan pergelangan tangannya. "Aduh apa jangan-jangan tadi gue kekencengan ya" gumam Nadia gelisah. Mengingat kejadian tadi di ruangan latihan Nadia memang agak sedikit kasar, mungkin bukan sedikit, memang kasar. Siswi itu langsung membuat pijatan-pijatan kecil ditangan Arka. Nadia bingung harus bagaimana, karena takut disalahkan Nadia akhirnya memutuskan untuk kembali ke kelas. Ia mau pamit pada Arka tapi saat dilihatnya Arka sedang sibuk kesakitan karena tangannya. "Maaf ya Ka, gue gak bisa nemenin lo disini." Nadia melangkah keluar dari UKS tapi tiba-tiba ada yang membuka pintu secara kasar. Nadia kaget tapi kagetnya hilang saat tau siapa yang membuka pintu itu, Dila. Wajahnnya cemas tak karuan, Dila hanya tersenyum sekilas pada Nadia dan langsung menemui Arka. Nadia mengangkat bahunya tidak peduli lalu melanjutkan langkahnya menuju kelas.
...

Arka & Dila POV

"Ca, lo gapapa kan. Ko bisa sampe keseleo gitu sih tangan lo, lo main gitarnya gimana sih? Lo banting atau apa itu gitar?." Dila memang memanggil Arka dengan sebutan Aca dan Arka sering memanggil Dila dengan sebutan Didil. "Gapapa kok dil, sakit dikit. Gatau tiba-tiba aja tadi sakit banget gitu, gue main gitar ya kayak biasanya...." Arka tiba-tiba teringat sesuatu "Oh iya! Wah ini pasti karena kelakuan itu cewek." Arka ingat sekali bagaimana tangannya dilipat paksa oleh Nadia. "Cewek? Siapa?" ucap Dila bingung karena setaunya teman wanita yang dekat dengan Arka hanya dirinya saja. "Nadia! Gue akhir-akhir ini latihan sama dia, terus tadi tangan gue, ini gara-gara dia Dil." "Kok bisa?" tanya dila bingung. Arka menceritakan semua yang terjadi di ruangan tadi. Dila hanya mengangguk pelan sembari mendengar Arka bercerita. "Iya pokoknya gitu Dil, ini tangan gue sakit pasti karena ulah Nadia tadi" ucap Arka yang kepalanya sudah celingak-celinguk kesana kemari seperti sedang mencari sesuatu. "Cari apa sih ca?." "Lo tadi pas kesini lihat Nadia ga?." Dila yang tadinya cemas memikirkan keadaan Arka kini malah merasa dihantam petir karena pertanyaan Arka yang tiba-tiba itu. Banyak pertanyaan didalam kepalanya tapi ia lebih memilih diam. "Oh tadi sih kayaknya balik ke kelas Ca." "Bener-bener ya itu orang udah bikin gue kayak gini bukannya tanggung jawab malah kabur, lihat aja besok!" Ucap Arka tegas ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak memberi ampun pada Nadia. Arka menghela nafas kasar, bagaimana dengan lombanya jika kondisi tangannya seperti ini? Matanya kembali beralih pada Dila. Dila tampak melamun dengan ekspresi yang sulit sekali diartikan. Arka berpikir keras, Apa ia salah bicara? Apa Dila sedang sakit?. "Dil? Hey?." Dila terlihat kaget namun berusaha terlihat baik-baik saja. "Yaudah Ca, balik kelas mending yuk. Bentar lagi bel pulang kok, atau lo mau tunggu disini aja biar gue yang ambil tas lo." Bukannya menjawab, Arka malah bertanya balik pada Dila. "Lo gak papa kan Dil? Gue kenal lo udah lama. Gak biasanya lo kayak gini." Dila masih diam, ia bingung. Jujur atau mungkin ia harus memendam semuanya seperti biasanya. Dia dan Arka memang saling suka, tapi jika ia harus jujur pada perasaannya lalu memilih berpacaran dengan Arka. Bagaimana kalau suatu saat nanti mereka harus putus dan pertemanan yang selama ini mereka jalani juga harus ikut putus?. Dila tidak mau hal itu sampai terjadi. Dan pada akhirnya, seperti biasanya ia lebih memilih memendam semuanya. "Nggak papa kok Ca, yaudah lo tunggu sini ya. Gue ambil tas lo dulu dikelas." Dila tersenyum semu sambil melangkah keluar. Senyum itu terus tampil dimukanya sampai keluar ruangan, senyumnya memang masih ada tapi dengan mata yang berbinar-binar. Dila menghela nafas panjang, ia harus baik-baik saja didepan Arka.

...
Nadia & Rara POV

Nadia melangkahkan kakinya menuju kelas sambil berpikir. "Kenapa gak jadian aja sih mereka" cetus Nadia. "Siapa yang harus jadian Nad?" ucap seseorang dibelakangnya. Nadia kaget bukan main, bukankah tadi ia berjalan sendirian?. "Nad!" kata orang itu sambil menepuk pundaknya. Nadia menengok lalu membuang nafas lega karena ternyata itu Rara. "Gausah bikin kaget bisa ga sih?" ucap Nadia jengkel. Rara tersenyum sambari menyamakan langkahnya dengan Nadia. "Siapa sih emangnya?" tanya Rara. "Nggak." "Oh lo mau main rahasia-rahasiaan sama gue? Oke kalau gitu" ucap Rara tak terima. Nadia diam tak menggubris. "Mau gitu aja Nad? Oh oke." Nadia menghela nafas "Iya Ra gue cerita ini." "Nah gitu dong, baru ini bff gue." Nadia mendelik pasalnya suasana hatinya saat ini sedang tak baik tapi demi sahabatnya itu ia terpaksa harus menceritakan semuanya. "Jadi tangan Arka keseleo gara-gara lo Nad?! Astaga lo bener-bener ya. Terus sekarang keadaannya gimana?." Nadia mengangkat bahu "Ya mana gue tau." Rara hanya bisa menggelengkan kepala mengetahui sifat sahabatnya tak berubah sama sekali. "Harusnya lo temenin Arka dulu Nad." "Kenapa harus gue? Lagian disana udah ada Dila juga kan. Mending pulang, yuk!." Rara hanya bisa menuruti keputusan sahabatnya itu tanpa banyak mengkomentari, karena percuma saja jika ia harus berdebat dengan Nadia. "Yaudah gue tunggu disini." Nadia kemudian masuk ke kelas untuk mengambil tasnya.
"Besok weekend kemana Ra?" Ucap Nadia usai mengambil tasnya dikelas. "Hm gimana kalau jogging?." "Oke, gue juga udah lama ga olahraga." Nadia mengangguk setuju. "Lo gamau lihat kondisi Arkad ulu Nad?" tanya Rara. Sebenarnya Nadia khawatir dengan kondisi Arka tapi ia terpaksa terlihat tidak peduli agar Rara tidak curiga kalau sebenarnya ia mulai menyukai lelaki itu. "Ya elah Ra, kan udah ada Dila jadi ada yang ngurusin dia juga kan. Rara mengangkat bahunya "Yaudah terserah lo aja." Mereka melanjutkan perjalanan pulangnya. Nadia melambaikan tangannya mencoba memberhenitikan salah satu angkutan umum.
Nadia sampai dirumahnya lalu menggganti segala atribut sekolahnya. Ia mengecek beberapa buku pelajaran lalu mengerjakan beberapa pekerjaan rumahnya. Ibu Nadia sedang bekerja jadi ia hanya sendirian dirumah. Setelah semua selesai dikerjakan, Nadia beristirahat sejenak. Setelah beberapa menit bersantai tiba-tiba Nadia merasakan ada sesuatu yang mengganjal dihatinya. Ia mencemaskan Arka. Apa dia baik-baik saja?. Bagaimana kalau kondisinya makin memburuk?. Ia mengutuk dirinya sendiri mengapa ia tidak menjenguk saja tadi, setidaknya ia tidak akan merasa bimbang seperti ini. "Apa gue chatt aja ya? Tapi entar gimana kalau dia mikir yang aneh-aneh." Setelah otak dan hatinya berdiskusi untuk beberapa menit, Nadia merendahkan ego nya. Ia mengambil nafas panjang "Bismillah." Dibukanya ponsel lalu mengetik beberapa kata dan menghapusnya. Mengetik lagi dan menghapusnya lagi. "Gimana cara memulai obrolan gusti" ucap Nadia kebingungan memilih kalimat yang pantas. Tidak over juga tidak terlalu simple. Akhirnya "Arka? Ini gue, Nadia. Gimana kondisi lo sekarang?." "Oke, kirim." Ia membuang nafas lega, akhirnya tugasnya selesai juga. Ia melempar ponsel sembarang dan merebahkan badannya. "hadeuh ngechatt orang aja capek banget rasanya" Gumam Nadia. Ia memejamkan matanya sejenak tapi malah Arka yang muncul dalam pikirannya. Mengingat apa yang terjadi hari ini, membuat hati Nadia menghangat. Kenapa rasanya nyaman sekali. Sudah hampir setengah jam tapi Arka masih belum membalas pesannya. Apa kondisinya seburuk itu? Sampai-sampai Arka tidak bisa membalas pesannya?
..

hadeuh, kira-kira gimana ya kondisi arka?:( jadi ikut overthinking nih wkwk

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang