Kaivan Fazaira Mahatma

20 4 0
                                    

Tidak pernah sekalipun terpikir untuk mengikuti ekstrakurikuler musik, Kaivan benci sesuatu hal yang membuat jam bermainya berkurang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak pernah sekalipun terpikir untuk mengikuti ekstrakurikuler musik, Kaivan benci sesuatu hal yang membuat jam bermainya berkurang. Kaivan Fazaira Mahatma, atau yang biasa di panggil Kaivan sangat menyukai kebebasan.

Kedua orang tuanya menuntut Kaivan untuk mempunyai nilai di bidang non akademik, bebas memilih ekstrakurikuler apapun yang diminati Kaivan. Pilihannya jatuh pada ekstrakurikuler musik, mungkin karena ekstrakurikuler musik hanya berkumpul dua kali pertemuan dalam seminggu.

Tapi, tetap saja Kaivan malas.

Sekarang ia disuruh keruang musik, untuk membuat satu grup musik yang berisi lima orang. Entah siapa saja—karena sudah di tentukan, yang penting Kaivan bisa mendapat nilai non akademik.

“Sayang nanti pulang sekolah jalan-jalan yuk,” ajak Sesza—pacar Kaivan yang ke 4 dalam satu bulan ini.

Ah, iya Kaivan satu-satu fakboy di SMA Terang Bulan, mantanya bertebaran di mana saja. Semua wanita cantik di SMA Terang Bulan sudah ia pacari, hanya beberapa saja yang tersisa. Kaivan sangat senang mempermainkan perasaan perempuan, seperti mendapatkan kesenangan tersendiri jika melihat perempuan menangis karena dirinya.

“Lo atur sendiri jamnya,” kata Kaivan jengah. Tinggal menunggu waktu dua hari lagi, Kaivan akan memutuskan Sesza. Lelaki itu berpacaran dengan Sesza karena taruhan yang ia lakukan dengan teman-temannya. Jika ia bisa memacari Seza selama delapan hari maka ia akan mendapat uang satu juta dari teman seper-taruhanya.

“Oke deh!” Sesza terus memeluk lengan Kaivan sesekali bersandar pada bahu lelaki itu.

Sekarang ini Kaivan sedang berjalan ke ruangan musik, dengan ditemani Sesza. Ia sebenarnya tidak mau di temani Sesza tapi perempuan itu memaksa, akhirnya Kaivan mengiyakan dengan terpaksa.

“Sayang aku ke toilet bentar ya, kamu tunggu di sini dulu.”

Kaivan mengangguk pelan, lelaki itu menunggu di depan toilet wanita. Mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana abu, banyak notifikasi pesan dari grup eskul musik. Isinya hanya menyuruh cepat-cepat berkumpul karena ingin membahas lagu yang akan di bawakan saat perform HUT SMA Terang Bulan.

“Yuk!”

Sesza kembali memeluk lengan Kaivan manja. Lelaki itu kembali memasukan ponselnya ke dalam saku celana.

Saat di persimpangan tiba-tiba ada yang menabrak bahu Kaivan, sangat keras. Untung saja Kaivan tidak jatuh, namun seseorang yang menabrak bahu jatuh dan terpental.

“Sialan! Pantat gue sakit banget!” keluh perempuan itu, seraya berdiri dan mengusap pantatnya.

“Jalan liat-liat makanya!” sentak Kaivan.

“Lo yang ngalang-ngalangin jalan!” Tania—perempuan yang sekarang sedang beradu mulut dengan Kaivan, baru berkenalan dengannya, cewek itu sudah berani-beraninya berulah padanya. Ada dua cewek di dalam kelompok musiknya, Tani termasuk cewek yang mempunyai tingkah laku barbar. Tania maju lalu mendorong bahu Kaivan, sampai lelaki itu mundur satu langkah. Tenaga Tania memang tidak bisa di ragukan.

“Heh gadis urakan! Nggak usah ya lo bentak cowok gue!” Sesza balas membentak Tania. Juga mendorong bahu Tania. “Yang salah lo, malah nyalahin Kaivan.”

“Minta maaf sama gue!” sentak Kaivan.

“Ogah bener, gue yang jatuh. Harusnya lo yang minta maaf!” Tania juga tidak mau kalah membentak Kaivan.

Kaivan melepaskan tangan Sesza yang memeluk lengannya, maju selangkah agar berhadapan dengan Tania. “Lo yang salah, lo yang ngegas!” tuduh Kaivan.

Gadis di hadapan Kaivan menengok ke arah belakang, nampak begitu waspada. Lalu kembali menatap Kaivan dengan mata melotot. “Serah lo!!” Tania mendorong dada Kaivan lalu segera berlari menjauh.

Sesza kembali memeluk lengan Kaivan, mengajaknya untuk melanjutkan perjalanannya menuju ruang musik.

Sesampainya di depan rungan musik Sesza melepaskan pelukanya pada lengan Kaivan, menatap lelaki itu lurus-lurus. “Aku pengin pulang sekolah nanti, kamu samperin aku ke kelas ya,” titah Sesza.

Tanpa Sesza sadari, Kaivan merotasikan bola matanya. “Biasanya juga gitu!” kata Kaivan agak ngegas.

Gadis itu berjinjit, dengan gerakan secepat kilat ia mencium pipi Kaivan. Lelaki itu bukannya senang di cium malah jijik, sesegera mungkin mundur.

“Daaah aku duluan sayang!”

Setelah Sesza pergi, Kaivan mengusap pipinya yang bekas di cium Sesza berkali-kali. “Jijik banget sialan. Pulang sekolah nanti gue bakal mandi kembang tujuh rupa,” gumam Kaivan seraya memasuki ruangan eskul musik.

Ruang musik sudah ramai di penuhi anak-anak yang lainnya. Kaivan berjalan menuju kelompoknya. Lalu duduk di samping Pembaca Al-quran, lelaki itu terus fokus pada komik animenya. Sedangkan yang lain juga nampak tak acuh saja.

“Jadi latian apa nggak?” tanya Kaivan pada yang lainnya.

“Yang satu minggat,” jawab Qari singkat tanpa mengalihkan tatapannya pada komik-nya.

Kaivan mengedarkan pandangannya pada anggota kelompoknya. Memang hanya ada empat orang, berarti tadi Tani kabur dong?!

'Nambah-nambai beban mulu,' Kaivan mengatakan di dalam batin.

“Gue cari Tania dulu,” pamit Kaivan pada Qari yang hanya di dengar sekilas saja.

Lelaki itu berjalan menuju koridor, tempat yang tadi Tania menabrak dirinya. Mungkin gadis itu belum terlalu jauh dari tempat tadi, atau bahkan bersembunyi.

“Nyusahin!” gerutu Kaivan.

* * *

Jangan lupa sapa aku di akun yellow-bubble

(Ship)mate LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang