Aku terdiam melihat mereka tiga, ku tatap wajah dua wanita yang bersama Arif. Mereka tersenyum kepadaku, kubalas senyuman mereka berdua, pikiranku menerawang jauh.
Apakah Arif mempuyai istri dua, kupersilakan mereka tiga masuk.
"Duduk dulu ya Rif, aku panggil Mas Tio dulu," ucapku. Lalu berlalu meninggalkan mereka bertiga.
Mas Tio dan Danu, sedang sibuk bermain ponselnya masing- masing.
Ku dekati suamiku."Mas, ada Arif," kataku.
"Hah Arif, ngpain?" Mas Tio terlihat kaget.
Aku dan mas Tio berjalan berdampingan menuju ruang tamu, ku lihat wanita yang bersama dengan Arif. Sedang asik berselfi di sofa.
Wanita itu nampak mengetahui kehadiranku.
Secepat kilat ia memasukan ponselnya kedalam tas, sementara wanita yang satu sibuk memoles lipstik ke bibirnya."Hai Arif," sapa mas Tio.
"Hai Tio," Arif beranjak dari sofa lalu memeluk mas Tio.
"Duduk Rif, mau minum apa Bro?"
"Enggak usah repot- repot Yo."
"Aku teh hijau ya Mas," ucap wanita yang sedari tadi selvi.
"Kalau aku lemon tea," ucap wanita berambut pirang.
Aku melirik ke arah kedua wanita itu, baru kali ini ada seorang tamu datang kerumah.
Memesan minuman layaknya minuman di restaurant.Mas Tio menyuruhku membuat minuman untuk mereka bertiga, aku mengiyakan permintaan mas Tio.
Lalu melangkahkan kaki menuju dapur, Danu yang melihat raut wajah ku. Mendekat lalu mengintrogasiku. Seperti seorang wartawan.
"Oh jadi dia Mas Arif tah Mbak?"
"Udah diem, mbak lagi enggak mod," ketusku.
"Oh ya maaf Mbak, oh ya Mbak nanti temeni danu. Daftar kuliahya Mbak."
"Iya," jawabku singkat.
Danu berlalu pergi meninggalkan ku di dapur, segera ku buat minuman untuk mereka bertiga. Setelah selesai membuat minuman, aku segera kembali menghampiri mereka berdua.
Mas Tio dan Arif terlihat sedang bercanda ria.
"Ini Arief dan Mbak minumnya," Aku menaruh cangkir di meja.
"Loh kok bukan lemon tea," ucap wanita berambut pirang.
"Lah kok bukan teh hijau," ujar wanita satunya.
"Maaf Mbak-mbak. Suami saya belum gajihan. Disini tidak sedia seperti itu," ucapku.
"Katanya tamu itu raja," Wanita berambut pirang menggibasktan rambutnya.
Aku terdiam bara api dalam hati ini, mulai memanas. Kalau saja tidak ada Arif. Mungkin sudah ku usir mereka berdua. Aku mencoba merendam amarahku. Menghormati mas Tio.
"Lisna, Lina enggak baik kaya gitu. Maafin adik dan istriku ya Mut," ujar Arif.
Tak ku pedulikan perkataan arif. Aku mendekati mas Tio. Dan duduk disebelahnya.
"Tio, Muti kenalin ini adik iparku Lisda, dan ini istriku Lina."
Ku lihat mas Tio tersenyum kepada mereka berdua, dan aku. Aku tak peduli, aku lebih memilih menyibukan diri dengan ponselku. Dari pada mendengar ocehan Arif yang tak penting.
"Oh ya Rif, ngomong-ngomong ada apa ya, kamu datang kesini?" tanya mas Tio.
Arif tersenyum, sesekali mataku melirik kearahnya. Dari tingkah laku dan perkataanya. Aku mengerti jika Arif menginginkan sesuatu dari suamiku.
Arif nampak segan, berapa kali ia melirik ke arah dua wanita yang duduk disebelahnya.
"Gini Bro, sementara tempat lo belum ada kerjaan. Gue mau cari kerja disini. Tapi gue belum punya uang, untuk nyewa rumah Bro. Jadi gue untuk sementara numpang dirumah Lo gimana bro?" ucap Arif.
Mas Tio tertegun, ia terdiam. Matanya melirik kearahku. Seolah memberi isyarat, bagaimana dengan pendapatku.
Aku memilih pergi meninggalkan mereka berempat.
"Bentar ya aku tanya, istriku dulu."
Mas Tio berjalan mengejarku, ia mendekatiku lalu berkata.
"Kasihan Dek, mereka jauh-jauh dari Semarang." ucap mas Tio.
Bersambung
Terima kasih....
Mohon krisannya ya kawan
KAMU SEDANG MEMBACA
Duri Dalam Daging
Ficção AdolescenteDalam rumah tangga, kurang lengkap tanpa masalah. Bagai masakan tanpa bumbu, sanggupkah Mutia bertahan menjalani itu semua.