Prologue

224 27 8
                                    

Sebuah earphone bersarang di telingaku, tidak ada alunan musik yang berputar disana. Hujan mengguyur jalanan Seoul, pandanganku tertuju pada air yang berjatuhan diluar kereta.

Cuaca pagi ini sedikit tidak bersahabat. Aku menyukai hujan, namun nyatanya, aku benci jika tubuhku tersentuh satu tetesannya saja. Rasanya seperti tidak sudi jika harus kehujanan pagi ini.

Jika tahu akan hujan nantinya, aku pasti akan membawa payung, setidaknya hoodie untuk melindungi pakaian yang sudah susah payah aku jahit semalaman.

Kereta kian melambat saat mendekati stasiun dekat sekolahku. Aku mulai berdiri, dan mengeratkan genggaman pada besi dekat pintu. Tidak ada pilihan lagi, aku pun menuruni kereta dan melanjutkan perjalanan ke sekolah dengan nekat hujan-hujanan.

Rasanya ingin mengumpat saat tetesan hujan mulai membasahi pakaianku. Aku terus berjalan cepat agar bisa sampai kelas tepat waktu.

〰️

Awal pagi ini berlangsung seperti biasanya. Tidak ada yang istimewa, ataupun perlu diceritakan. Pakaian basahku sudah sedikit mengering akibat hujan yang berhenti dipertengahan jalan tadi.

Earphone milikku mulai mengalunkan nada musik tahun 80-an. Sengaja aku setel untuk menghilangkan rasa bosan.

Namun langkah kaki wanita paruh baya itu membuatku mematikan lagu yang hendak menemani telingaku. Pelajaran berlangsung, kedua mataku terfokus mencermati materi pada papan tulis hitam yang sedikit usang tersebut.

Berulang kali, akan terus begitu. Hingga sebuah pesawat kertas mendarat pas di mejaku. Mataku berputar untuk mencari sang pelaku, namun kosong, semuanya terlihat tenang dan tidak ada satupun yang bisa menjadi tersangka akan perbuatan ini.

Ku letakkan pesawat kertas itu kedalam laci. Tidak penting, dan aku harus kembali menyimak materi guru. Namun tidak, nyatanya otakku dibuat berfikir dua kali. Entah perasaanku saja, tapi pesawat itu seperti berisikan surat.

Aku kembali mengambil pesawat kertas tersebut. Kubuka perlahan, dan benar saja. Sepotong tulisan yang berantakan terpampang di sana.

Saat kau membaca surat ini, percayalah bahwa aku sedang tersenyum memandangimu

Keningku berkerut, rasa penasaran dalam diriku mulai memuncak. Hingga akhirnya, kedua obsidian ini menemukannya.

Tidak bisa mengabaikan, aku pun membalas senyumannya. Mulai detik itu, aku yakin bahwa hari-hari berikutnya akan berubah istimewa. Dan aku perlu menceritakan segalanya. Tentang dia, yang aku sukai hanya dalam waktu dua detik.

©osscarios

The Fault ; Lee FelixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang