Annoyed

193 25 12
                                    

Jam istirahat aku bergegas ke perpustakaan sekolah. Sengaja, karena buku yang ku pinjam sudah selesai terbaca. Awalnya hanya ingin mengembalikan, namun aku teringat untuk mempelajari materi mitologi yang belum sepenuhnya aku ketahui.

Hampir lima menit aku mencari buku dengan tema itu, namun rupanya sulit, aku tidak menemukannya.

"Kau mencari ini?"

Seseorang menyodorkan bukunya di samping tempatku berdiri. Tentu saja aku kaget, karena menyadari bahwa dia adalah si ketua osis sekaligus teman sekelasku, Bangchan.

"Ah iya, bagaimana kau tahu aku sedang mencari buku ini?" tanyaku sembari memungut buku dari tangannya.

"Hanya.. ah, bukankah itu suatu kebetulan yang luar biasa?" jawabannya dengan nada yang dibuat-buat.

"Hahaha, iya. Terimakasih, Chan."

Sepuluh detik kami dibuat canggung. Bangchan terlihat mengelus tengkuknya, dan aku hanya diam memandangi sembarang arah.

"Anu, setelah ini, apakah kau mau menemaniku makan?"

"Apa?!" mataku membelalak tak percaya.

"Ah maaf, aku sedikit terkejut. Tentu saja aku mau" sambung ku sembari memamerkan gigi dengan cengengesan.

"Haha baiklah, ayo." ia menyodorkan tangannya, itu membuatku terpaku beberapa detik. Bukankah itu terlihat seperti pangeran yang menanti putrinya?

Bangchan langsung menggengam tanganku dengan percaya diri, sedangkan aku menahan sebuah benda yang sedari tadi ingin melompat dari tempatnya.

Aku berjalan, disampingnya, seseorang yang kusukai sejak dua jam, tujuh menit, dan mungkin sembilan detik yang lalu.

〰️

"Brengsek!!"

Suasana kantin menjadi hening, semuanya terfokus pada keributan yang baru saja terjadi. Pemandangan diseberang tempat dudukku membuat aktivitas makanku terhenti.

Rahang pria itu mengeras, namun ia tetap kukuh pada tempatnya. Hingga sebuah cairan orange mengotori pakaiannya, perlawanan pun mungkin akan terjadi. Tapi nyatanya tidak.

Ia berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata, dan pergi begitu saja. Membuat mulut demi mulut mulai saling berbicara.

"Bukankah itu sangat berlebihan?" celetukku.

"Si brengsek memang pantas dipermalukan."

"Apa katamu?" tanyaku bingung.

Ia menoleh, menatapku dengan ekspresi yang datar. Ekspresi yang membuatku frustasi karena tidak bisa memahami apa artinya.

Sudut bibirnya terangkat perlahan, tangannya bergerak mengelus pucuk rambutku.

"Lupakan saja" ucapnya sambil tersenyum.

Entahlah, rasanya aku baru saja tersihir akan ketampanannya. Lekukan bibir yang tidak bisa membuatku membantah satu kata pun.

〰️

Waktu berlalu, dan aku tidak kembali ke kelas bersama dengan dia. Karena tadi ia sempat dipanggil oleh guru, entah urusan apa, yang pasti bukan hal buruk. Karena mengenal statusnya sebagai ketua osis.

Mataku terpejam menikmati hembusan angin. Namun sebuah benda menghentikan aktivitasku.

Seragam dengan noda jus jeruk itu dilempar kearahku, sudah tertebak siapa pelakunya kali ini. Felix, itu yang tertulis pada tag namenya.

"Aku tinggal sendiri, dan mesin cuci di rumahku rusak."

Ia bersandar pada meja dengan angkuhnya. Seseorang yang kulihat beberapa menit lalu, di kantin.

Aku paham apa maksudnya, karena tidak ingin mencari masalah, kumasukkan seragam itu pada laci meja.

"Besok akan ku kembalikan padamu." ucapku tanpa ingin bertele-tele.

Pandanganku tertuju pada handphone dalam genggaman ku. Kutekan tombol play, dan alunan musik mulai terdengar melalui earphone yang sudah ku sambungkan sedari tadi.

Aku bisa merasakan, matanya yang terus menatapku. Lewat bermenit-menit pria itu tidak beranjak pergi. Rasanya risih, dan ingin ku umpat.

Hingga ia mengambil handphone ku tanpa izin. Mengetikkan sesuatu disana, lalu mengembalikannya padaku.

"Hubungi aku saat jam pulang tiba" ucapnya yang kudengar dengan jelas.

Ia pergi begitu saja. Membuatku frustasi dengan segala tingkahnya. Kuharap aku tidak akan berteman dengannya, jika mengenalnya saja membuatku jengkel.

©osscarios

The Fault ; Lee FelixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang