9. 1st Saturday

974 170 11
                                    

"Jika sudah ada yang pertama, pasti yang kedua, ketiga, dan seterusnya akan datang. Karena apa? Takdir tidak pernah sesederhana itu hanya membiarkan kalian bertemu satu kali."

*************

Banyak orang yang mengalami Cinta dalm diam dan membiarkan diri mereka menjadi seorang pengagum rahasia.

Kebanyakan hanya menatap dari jauh, tersenyum saat melihat seseorang yang mereka sukai tersenyum meskipun bukan karena diri mereka. Terdengar bodoh, sangat bodoh. Dan Saga tak ingin melakukan hal yang sama.

Tidak, jika kalian mengira Saga menaruh rasa pada sosok Angkara, kalian sudah salah besar. Saga memang menyukai sosoknya, tapi tidak menaruh rasa Cinta. Setidaknya untuk sekarang.

Saga tidak bermaksud diam dan hanya mengikuti langkah gadis bersurai sebahu yang membawa blazer di lengannya sembari tertawa kecil bersama Ranin itu. Tidak.

Saga bisa saja menghampiri dan mengganggu Nara seperti biasa, tapi hari ini laki-laki itu sedang bimbang. Ia ingin tahu hal seperti apa yang Nara sukai sehingga hari sabtu besok akan terasa menakjubkan. Ia tidak suka jika suatu hal yang harusnya spesial terlihat biasa saja.

Tapi ini terlalu mendadak, ia tak bisa berpikir dengan jernih dan terus menerka banyaknya kemungkinan yang rasanya tidak benar.

Dygta langsung merangkul bahunya saat datang. Saga mendengus tapi tidak mengelak seperti biasanya. "Balik?"

Tanpa menjawab Saga melangkah lebih dulu masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu mereka. Duduk di kursi depan sembari menatap langkah Nara yang semakin menjauh.

Dygta menatap Genta yang berdiri tak jauh darinya dengan kepala tertunduk. "Ge, ayo."

Genta menggeleng kecil. "Duluan aja. Gue mau ke tempat Ayah, Bunda."

Rupanya Genta masih memikirkan perkataan Saga. Jika diingat-ingat memang terlalu kasar untuk dikatakan pada seseorang yang tahu benar bagaimana rasa kehilangan. Tapi Dygta juga tahu kalau Saga tak pernah berniat mengatakannya. Saga hanya terjebak dengan mulut kasar yang ia sendiri kadang tak bisa mengendalikan.

"Sekalian bareng. Searah juga." Dygta menarik lengan Genta untuk masuk ke dalam mobil.

"Pak, ke pemakaman sebentar ya."

Sang pengemudi menatap ke arah Saga yang kini sibuk mencari sesuatu di ponselnya. Merasa diperhatikan, Saga mengangkat wajahnya. "Apa? Jalan aja kayak yang dibilang Dygta."

"Baik, Mas."

Saga menggigit bibir bawahnya kala tak menemukan tempat yang Bagus untuk menghabiskan hari.

"Dyg, kalau lo diajak ngedate. Lo milih belanja apa nonton?"

Dygta yang tiba-tiba ditanya tentu saja terkejut. "Hah? Date?"

"Bukan date. Ya pokoknya jalan doang."

"Kalau yang lo ajak Nara, gue nggak yakin dia suka sama dua pilihan lo tadi."

Saga membenarkan perkataan Dygta dalam hati. Netranya beralih melirik Genta. "Menurut lo Ge?"

"Jomblo."

Dahi Saga mengerut. "Maksud lo apaan?"

"Gue jomblo. Ngga ngerti gituan," ujar Genta kentara sekali tak berminat dengan topik pembicaraan kali ini.

"Aneh, padahal kata google para jomblo lebih ngerti tentang hubungan."

Ingin rasanya Genta menjawab bahwa Saga itu juga jumblo selama hampir delapan belas tahun. Tapi Genta berusaha untuk menahannya, ia tak ingin kembali bertengkar dan harus mendengar kata-kata menyakitkan hanya karena masalah sepele.

Take Your Time [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang