Chapter 1: Face The Music

4 0 0
                                    

AUTHOR'S POV
Anastasia sedang terduduk di atas sofa bersama dengan semangkuk es krim vanila di tangan nya. Tayangan series favoritnya pun terlihat sedang diputar di layar tv yang berada di ruang keluarga itu. Hayley Manning, ibu Anna, bersama dengan Harry Brooks, ayah tirinya, terlihat sudah berdandan rapih dalam balutan pakaian formal. Keduanya hendak merayakan hari jadi pernikahan mereka yang ke sepuluh tahun.
Anna pun bangkit dari duduk dan kemudian menghampiri kedua orang tua nya. Sepanjang sepuluh tahun pernikahan kedua yang dimiliki mamanya, Anna melihat bahwa mereka selalu bahagia dan tak pernah memiliki pertengkaran besar. Setidaknya tidak seperti yang ada di dalam ingatannya sewaktu kecil ketika melihat Papa dan Mamanya yang semakin hari semakin sering bertengkar dengan hebat. Pertengkaran itu dilihatnya melalui celah yang ada dipintu kamar miliknya dan masih terekam dengan jelas di ingatannya.
"Anna, Mama dan Daddy pergi dulu ya," ujar Hayley pada Anastasia sambil mengusap rambut anaknya itu dan kemudian mencium pipi nya.
"Hati – hati di rumah ya," pesan Harry kepada Anastasia.
"Oke, Dad!" jawab Anastasia sambil mengedipkan mata kiri nya seperti memberikan kode kepada ayah tirinya itu.
Hayley pun hanya bisa menatap penuh curiga pada anak gadis dan suami nya itu. Harry dan Anastasia ternyata menyiapkan sebuah kado untuk Hayley yaitu sebuah liontin yang berisikan foto ketiganya sewaktu pernikahan Hayley dan Harry.
Kedua orang tua Anastasia pun akhirnya melangkahkan kaki menuju mobil mereka dan meninggalkan Anna seorang diri di rumah nya. Gadis bermata hazel itu pun kembali duduk di atas sofa, melanjutkan kembali kegiatan yang sebelumnya sedang ia lakukan.
Tak berapa lama, suara bell pun terdengar berbunyi. Anna pun melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 19.30.
Siapa yang bertamu semalam ini? Batin Anna
Seingat dirinya, ia tidak memiliki janji temu dengan siapa pun. Shawn pun sedang berada di luar kota untuk berlibur akhir pekan ini bersama dengan kedua orang tua nya. Suara dari bel yang berulang kali di tekan pun terus terdengar berbunyi. Dengan ragu-ragu, Anna pun bangkit dan berjalan menuju pintu utama rumah nya. Sesampainya di depan pintu, gadis bermata hazel itu terdiam sebentar. Masih ragu untuk membuka pintu itu. Bel pun kembali berbunyi entah untuk kesekian kalinya.
Dengan hati yang mantap, Anna membuka pintu rumah nya. Betapa kaget dirinya karena tidak ada seorang pun di sana. Ia pun segera masuk kembali ke dalam rumah hendak langsung mengunci nya. Namun, tiba – tiba saja tangan seorang lelaki membekap mulutnya dari belakang. Anna pun terperanjat.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Shawn saat ini sedang terduduk di meja makan keluarga Anastasia. Dirinya terlihat memegang sebuah ice pack dan menempelkan nya ke pipi nya yang saat ini terlihat sedikit bengkak. Sementara itu, Anna nampak asik memakan es krim miliknya di ruang keluarga sambil melanjutkan tv series yang sedang di tonton nya. Lelaki bermata coklat tua itu pun kemudian berjalan menghampiri Anna yang berada di sofa.
"Sakit tahu!" Shawn mengeluh mengenai lebam pada wajahnya.
"Salah sendiri!" Anna membalas Shawn dengan nada yang ketus dan terlihat tidak peduli. "Lagian bercanda kamu gak lucu."
"Ya, aku kan mau surprise-in kamu." Shawn berusaha membela dirinya.
"Lain kali kalo mau surprise-in aku jangan begitu. Untung cuma lebam doang," Anna pun menjulurkan lidahnya, meledek Shawn yang masih terlihat merana dengan rasa sakit di wajah nya.
Pada saat tadi di bekap di mulut, Anna pun dengan cekatan mengeluarkan kemampuan bela diri boxing-nya. Ia tak mengira bahwa orang itu adalah Shawn, sahabatnya sendiri. Sehingga ia mengeluarkan tenaga secara maksimal. Ia pun sempat kaget pada awalnya saat melihat bahwa lelaki itu adalah Shawn. Namun, rasa kaget itu pun langsung hilang digantikan dengan rasa kesal. Yang kemudian Anna meninggalkan Shawn di depan pintu rumahnya.
Shawn kemudian duduk di sebelah Anna, masih sambil memegangi ice pack. Lelaki itu kemudian mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih dari balik kantung hoodie milik nya dan menyerahkan nya pada Anna tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Anna pun melirik ke arah Amplop itu.
"Apa ini?" tanya Anna sambil menatap penuh tanya pada Shawn.
"Buka aja dulu." Shawn tidak memberikan jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan oleh Anna.
Gadis bermata hazel itu pun menaruh mangkuk yang dipegangnya di atas meja kemudian mengambil amplop putih itu dari tangan Shawn. Anna merobek salah satu sisi dari amplop itu dan mengeluarkan isi yang berada di dalamnya.
Mata Anna berhasil di buat bulat sempurna oleh Shawn. Gadis bermata hazel itu langsung berteriak kegirangan. Tak menyangka bahwa amplop itu berisi tiket konser Ariana Grande, penyanyi favoritnya.
"OH MY GOD! SHAWN!! THANK YOU!!" Anna langsung memeluk Shawn dengan erat.
Tak ada lagi muka cemberut yang ditunjukkan oleh gadis itu. Shawn pun ikut tersenyum senang melihat kegembiraan Anna.
Masih sambil memeluk Shawn, Anna pun mendongakkan kepalanya, melihat dengan penuh penyesalan. "Maaf ya, Shawn."
"Sekarang aja baru minta maaf." Shawn mencubit gemas pipi Anna.
"Aww sakit!" pekik Anna sambil berusaha melepaskan cubitan itu.
"Sakitan ini tau!" protes Shawn setelah melepaskan cubitannya dan menunjuk ke arah pipinya.
Anna pun hanya bisa terkekeh dan kembali menikmati es krimnya.


-English Corner (Pojok Bahasa Inggris)-
Face The Music = menghadapi konsekuensi dari tindakan yang dilakukan. Face The Music ini merupakan salah satu idiom (pribahasa) dalam bahasa inggris.
Ice pack = sebuah wadah tahan air berisi es yang digunakan pada bagian tubuh untuk mendinginkan dan meredakan bengkak, biasanya berbentuk persegi panjang.

Keep Under Wraps Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang