THREE

165 32 10
                                    

Mata pelajaran ketiga telah dimulai dua puluh menit yang lalu, seolah tak mengindahkan kehadiran sang guru di depan kelas yang sedang menceritakan tentang sejarah berdirinya kota Konoha, Uzumaki Naruto si anak baru kemarin itu malah asyik memainkan ponsel layar sentuh di bawah bangku meja.

Kepala duren itu  menunduk hingga menempel di meja. Buku sejarah miliknya berdiri tegak untuk menutupi aksinya. Arah pandangnya hanya tertuju pada layar ponselnya saja.

Kiba yang berada di sebelahnya tampak penasaran, sesekali ia berusaha untuk mengintip apa yang dilihat teman barunya itu. Namun di saat waktu yang sama, Naruto langsung menoleh, dan memelototi kiba seolah berkata ‘Jangan mengintip!

“Halah, lihat bokep aja sampai segitunya.”

“Ku bunuh kau setelah ini!” Balas Naruto, yang sukses membuat Kiba bungkam.

Disisi lain, ponsel Sasuke bergetar. Padangan Sasuke tertuju pada layar ponselnya, lelaki itu membaca sederet pesan yang baru saja terkirim.

“Sensei!” Sasuke menyela penjelasan Umino Iruka.

“Ya? Ada apa Uchiha-san?” Iruka tersenyum sumringah, mengira kalau Sasuke akan mengajukan pertanyaan mengenai materi yang ia ajarkan.

“Boleh saya ke toilet sebentar?”

Dan senyuman Iruka langsung sirna begitu saja.

Setelah Sasuke keluar, giliran Naruto yang mengacungkan tangannya. “Iruka Sensei!”

Iruka kembali tersenyum. “Iya, ada apa Uzumaki-san? Apa yang ingin kau tanyakan?”

“Maaf Sensei, aku sedang tidak ingin bertanya. Aku juga ingin pergi ke toilet.” Naruto berusaha mengabaikan pandangan heran dari teman sebangkunya. “Boleh kan Sensei? Aku sudah... tidak tahan lagi,” Naruto meringis seolah menahan sakit di perutnya.

Iruka menghela nafas. “Ya sudah, cepat sana.”

Tak berapa lama Naruto pergi, seorang lelaki berkacamata ikut mengacungkan tangannya. “Sensei...”

Iruka lantas memberikan tatapan tajam, “Tidak Aburame-san, aku tidak mengizinkanmu pergi.” Guru sejarah itu mulai kesal.

“Tapi sensei, saya kan—”

“Aku bilang tidak boleh ya tidak boleh, apa kau masih ingin membantahku?”

“Maaf Sensei...”

“Bagus.”

Lelaki yang duduk paling belakang dan sederet dengan Naruto itu, hanya menghela nafas pasrah. Padahal niatnya baik untuk bertanya mengenai pelajaran, sayangnya Iruka sudah salah paham duluan.

° ° °

DUAKH

Punggung Sasuke terkena bola basket entah dari mana asalnya bola itu tiba-tiba melayang ke arahnya.

“Oh maaf, aku tidak sengaja.”

Dari dalam kelas II/A datanglah Shimura Sai yang menghampiri Sasuke dengan wajah polos tanpa dosanya, namun Sasuke sengaja mengabaikan kehadiran lelaki itu dan lebih memilih untuk mengelus punggungnya.

“Hei, kau tidak apa? Kau bersikap seolah olah punggungmu itu sangat berharga.”

Sasuke memincing tidak suka, mulut lelaki di depannya itu sangat ramah sekali ternyata.

“Punggungku memang sangat berharga.”

“Yo. kawan baru! Kau mau bolos juga? Ayo ikut kami ke kantin.”

Naruto tiba-tiba datang tanpa diundang merangkul bahu Sai. Sok akrab dengan siapa saja, tipikal Naruto sekali.

Sai menurunkan lengan Naruto dari bahunya, namun Naruto tidak ingin melepaskannya “Tidak. Aku tidak ingin makan.”

Sementara Sasuke tengah asyik mengamati sekelilingnya, lelaki itu melirik sudut koridor, dan matanya yang tajam itu langsung menemukan sekelabat rambut merah muda yang dengan cepat
bersembuyi di balik tembok. Sasuke menyeringai tipis. ‘Hah? Dia mengikutiku rupanya.’

“Ayolah kawan, aku ingin coba makanan di sini. Bagaimana kalau ramen? Nanti akan ku pesankan.” Naruto masih berusaha membujuk teman barunya ini. “Hehehe sekalian kau traktir aku juga.” Dengan niat menguntunakan diri sendiri pastinya.

“Apakah dia juga ikut?” Sai melirik Sasuke yang sedari tadi hanya diam.

“Aku tidak selera makan.” dan itu kalimat terakhir Sasuke sebelum pergi meninggalkan Naruto dan Sai.

“Hahaha abaikan saja, karena dia benar-benar sombong. Dasar teme!” gumam Naruto yang langsung menyeret Sai ke arah kantin sekolah.

° ° °

Diam-diam, dari jarak yang dirasa cukup aman, Sakura mengikuti langkah Sasuke di sepanjang koridor sekolah, menuju tangga, dan naik ke lantai paling atas, ke atap sekolah.

Awalnya Sakura ingin kembali ke kelas setelah membantu guru Kurenai membawakan buku tugas para siswa II/A ke ruang guru.

Sesampainya di atap gedung Konohagaoka yang sepi, tanpa ada yang melihat —kecuali Sakura yang mengintip dari balik pintu— Sasuke lekas membuka kancing bajunya, dan membuang seragamnya begitu saja. Tapi tidak seperti spiderman ataupun superman yang masih memiliki baju di balik kemejanya, Sasuke tidak menggunakan apapun dan langsung menampilkan dada bidang dengan perut ratanya yang agak berbentuk.

“Wow....” Sakura terpana dengan penampilan Sasuke saat ini, lelaki itu tidak kalah keren dengan penampilan super hero mana pun.

Sasuke tahu bahwa dirinya telah diikuti oleh mangsanya sendiri, namun Sasuke hanya diam dan menganggap kehadiran Sakura sebagai angin yang tak terlihat sebab kali ini bukan Sakura yang menjadi targetnya.

Sementara sakura hanya bisa memandang punggung Sasuke karena lelaki itu berbalik dan berdiri membelakanginya. Dari sana Sakura dapat melihat percikan cahaya muncul dari leher Sasuke seperti kobaran api yang merambat ke seluruh tubuh lelaki itu.

Sasuke mulai memejamkan mata, mencoba mengatur nafas dan juga fokusnya untuk mengontrol chakra hingga kulit punggungnya nampak berkerut membentuk sebuah gundukan kecil seperti tulang yang bergerak seakan ingin memaksa keluar menembus punggung lelaki itu.

Dan benar saja, dengan sekejap kulit punggung Sasuke terbelah menjadi dua bagian —yang anehnya tidak mengeluarkan darah sama sekali— Ekspresi Sasuke juga tampak biasa saja, seperti tidak merasakan sakit kala sepasang sayap hitam itu keluar dari punggungnya. Sayap itu pun kian membesar, sepuluh kali lipat lebih besar dari sayap burung biasa dan itu sepadan dengan tubuh tegap Sasuke.

Kini, kedua sayap yang dominan berbulu hitam itu membentang lebar dan mulai mengepak. Perlahan kaki Sasuke terangkat, melayang di udara bersama tubuhnya tepat ketika Sakura memutuskan untuk segera keluar dari tempat persembunyiannya untuk mencegat Sasuke. Pemuda itu sudah terbang tinggi ke atas langit, meninggalkan sehelai bulu yang jatuh di atas kepala Sakura.

“Apa itu?? Apakah dia siluman??”

Sakura menatap sehelai bulu berwarna hitam dengan corak putih di bagian ujungnya, begitu cantik seperti bulu milik burung elang.

DEVIL BY THE WINDOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang