SMA 1 Bogor
Disinilah aku sekarang.
Tempat dimana aku menjadi orang yang berbeda bagi beberapa orang.Tidak ada Chaeyeon yang menderita.
Tidak ada Chaeyeon yang pasrah akan hinaan dan cacian.
Tidak ada Chaeyeon dengan segala keterdiamannya.Ya, hanya ada Chaeyeon dengan segala tawa dan senyuman lebarnya yang penuh kehangatan.
Aku tidak peduli jika kalian ingin menganggap aku munafik. Bagaimana bisa seseorang memiliki wajah berbeda?
Ayolah... tidak mungkin bukan aku tertawa lebar dikala keluargaku memaki dan mencaciku? Ataupun murung dan terdiam dikala aku mendengar gurauan teman-temanku?
Mungkin kalian bertanya-tanya...
Yang manakah diriku yang asli?Chaeyeon yang bersama keluarganya atau yang bersama teman-temannya?
Jangan bertanya kepadaku, karena aku pun bahkan tidak tau diriku yang sebenarnya.
Adaptasi.
Itu yang aku lakukan.Untuk apa? Kenapa tidak menjadi diri sendiri saja? Dunia keras, itu yang ingin aku katakan. Dunia memaksaku untuk menjadi sosok yang berbeda. Berbeda menjadi sosok yang tidak dikenali.
Lamunanku buyar ketika pundakku merasakan sebuah tepukan.
"Chae kenapa tidak masuk?" tanya Jeon Heejin, gadis berparas menyerupai kelinci yang menepuk pundakku tadi sambil tersenyum.
Aku hanya tertawa seperti orang bodoh menanggapi ucapannya dan segera menariknya memasuki kelas.
Keadaan kelas terbilang cukup ramai. Bangku sudah terisi hampir oleh seluruh murid.
11 Mia 2, itulah kelasku, kelas yang terkenal akan kenakalan serta keributannya. Eits, jangan salah walau begitu kelas kami banyak menorehkan berbagai prestasi di berbagai bidang.
"Bobrok boleh bodoh jangan."
Moto yang selalu kami terapkan ketika banyak siswa menyindir keributan dan kenakalan kami."Mereka hanya iri dengan kekompakkan kita," kata Hwang Hyunjin, playboy kelas kami setiap mendengar sindiran kelas lain.
"Ya, mereka iri karena para primadona berkumpul dikelas kita, termasuk aku."
Aku menanggapinya sambil tersenyum sombong yang diakhiri pukulan ringan dikepalaku oleh Sunwoo.
Kim Sunwoo, berandal kelas yang sudah terkenal seantoro sekolah. Bolak-balik BK kurasa adalah hobinya. Walau begitu, sekolah harus memikirkan berkali-kali untuk mengeluarkannya karena prestasinya dibidang olahraga yang tidak bisa dihitung dengan jari.
Aku cukup dekat dengannya. Mulutnya yang blak-blakkan sangat cocok denganku yang benci kebohongan. Dia adalah definisi softboy yang tertutup oleh sifat badnya.
kringg
Aku segera duduk ditempat dudukku dan mengeluarkan bukuku, kemudian menyusunnya di dalam laci. Oh iya, aku duduk dibangku baris ketiga dekat pintu bersama Xiyeon.
Park Xiyeon, bendahara kelas yang terkenal jutek oleh warga sekolah. Wajahnya yang dingin mendukung sifat cueknya. Tapi, dia sejujurnya sangat baik kepadaku. Ia hanya membatasi pergaulannya dengan orang banyak, itu yang selalu ia katakan.
"Apa kau sudah mengerjakan tugasmu?" tanya Xiyeon yang hanya kutanggapin dengan anggukan singkat.
"Angin apa yang datang kepadamu sampai-sampai kau mengerjakan tugasmu," katanya lagi sambil mengangkat alisnya bingung.
"Hei apa aku seburuk itu! Aku juga sering mengerjakan tugasku!" kataku memandangnya sinis.
Tidak, aku tidak marah pada Xiyeon. Inilah hubungan yang aku sebut pertemanan. Tidak ada saling puji-pujian yang dibaluti kebohongan. Hanya ada kejujuran yang melegakan, walau awalnya menyakitkan.
Kisah pertemanan yang penuh canda, tawa, dan tangisan. Kisah pertemanan yang penuh suka dan duka yang aku lalui bersama mereka.
Namun, apakah aku bisa dikatakan teman mereka ketika aku menyembunyikan kerapuhanku dan ketakutan terbesarku... Aku hanya takut mereka pergi..
Maaf, aku memang egois.
⊰᯽⊱┈── ombrophobia ──┈⊰᯽⊱
☘︎☘︎☘︎
Hai gaes..
Ada yang kangen aing gak??enggak ya:')Btw ada yang seperti Chae gak? Aku pribadi gitu hehe:D
Makasih buat readers yang udah mampir ke cerita aku, juga ngesupport cerita ini:D sayang kalian banyak-banyak avv.
Buat yang sekolah onlen semangat ya... ngerjain tugasnya:v
Kita senasib:')Last.. I luv yu inpiniti buat yang udah ngevote:D
Sekian terima Hwall:)
30 Juli 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Ombrophobia༄ᶜʰᵃᵉʸᵉᵒⁿ
Fanfictionombrophobia ━─━─━─━─━─━─━ Hujan bagi sebagian orang mungkin adalah hal yang menenangkan. Namun tidak untukku, Hujan menjadi ketakutan terbesar dalam hidupku. Dimana semua luka mulai melebar diiringin deraian air...